Al Qurán adalah kalam ALLAH SWT yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan mukjizat baginya dan membacanya adalah ibadah.
Al Qurán adalah kitab suci umat islam yang berisi dan mengatur petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam hidup di dunia dan akhirat.
Al Qurán adalah kitab suci dengan arti yang sesunggunya sehingga tidak seorang pun bernajis di ijinkan untuk memeganmg Mushaf NYA ( Al Waqiah : 79 ).
Sedemikian tinggi mutu gubahannya dan susunan kata katanya serta sangat luas dan dalam isi dan maknanya, maka tiada seorang pun dapat menyusun kata kata yang serupa dengan AL Qurán. Baik dari bangsa Jin maupun manusia, itulah mukzijatnya ( Al Isra’: 88 ).
Didalam Mazhab Syafii, untuk menyentuh, memegang, membawa Mushaf ini di wajibkan berwudhu dulu. Karena kitab suci ini tidak boleh di sentuh oleh orang yang berhadast baik besar maupun kecil. Dan ini terjadi bukan hanya Mazhab Syafii saja, tetapi juga oleh Mazhab hanafi, Maliki, dan Hambali. Dinyatakan di butuhkan Wudhu lebih dahulu ( lihat kitab Fiqih menurut empat Mazhab jus. I hal. 47 – 48 ).
Fatwa fatwa dalam Mazhab Syafii :
Tersebut dalam kitab “Al – Minhaj “, karangan Imam Nawawi pada kitab Sholat ,: “dan haram hukumnya bagi orang yang berhadast mengerjakan sembahyang, Thawaf, memegang Mushaf dan menyentuh lembaran kertasnya, begitu juga kulitnya, menurut fatwa yang sahih “.
Tersebut dalam Kitab “Al – Muhadzab “ kitab induk bagi syarah Muhadzab karangan Abu Ishaq as Syirazi : “Dan haram hukumnya bagi orang yang berhadast menyentuh Mushaf, karena ALLAH berfirman : “Tidak boleh menyentuhnya kecuali orang yang suci :.
Tersebut dalam kitab “Fathul Mu’in “karangan syeikh Zainuddin Al Malibari yaitu kitab yang di syarahkan oleh syeikh sayid Abu Bakar Syatha dengan judul “I’natut Thalibin “yang merupakan kitab fiqih dalam mazhab Syafii yang berbunyi :
“Dan haramlah hukumnya bagi orang yang berhadast mengerjakan Sembahyang, Thawaf keliling Ka’bah , Sujud Tilawah, membawa Mushaf dan membawa apa saja yang tertuliskan Al Qurán diatasnya, walau hanya sebahagian ayat, seperti yang tertulis di atas papan pelajaran “( I’natut Thalibin , Jus. I hal. 65 ).
Dan hal ini juga tertulis dalam kitab Fiqih Syafii seperti kitab “Fathul Wahab “karya Imam Zakaria al Anshari, “IQNA “ karya Imam Syarbaini al Khatib dan lain lain.
Dalil - Dalil Fatwa :
• Firman ALLAH : Al Waqiáh : 77 – 80
Ayat ini menerangkan :
- Qurán itu Qurán yang mulia
- Qurán itu terpelihara ( tertulis ) dalam kitab sebaik baiknya.
- Tidak boleh menyentuhnya kecuali orang yang suci.
- Diturunkan oleh Tuhan seru sekalian alam.
Dalam ayat tersebut dapat di ambil pengertian bahwa :
a. Dalam susunan ayat ayat ini nyatalah bahwa yang d maksud dengan kalimat Al Qurán ( pada ayat 77 ) ialah Mushaf yang ada pada kita sekarang, karena pada ayat ke – 80 di jelaskan yang di turunkan dari Tuhan sekalian alam.
b. Didalam ayat ini terdapat Khabar , dengan arti Amar yakni : tidak menyentuh akan ia ( Al Qurán ) melainkan oang yang suci bersih dimana maksudnya bebas dari hadast.
c. Qurán suci diturunkan oleh ALLAH.
• Kitab Al Muwatha : Imam Malik ( Al Muwatha jilid I hal. 203 – 204 ) :
“Mengebarkan pada saya Yahya, diambil dari Malik, diambilnya dari Abdillah bin Abi Bakar bin Hazin bahwasahnya pada surat yang di kirim Rasulullah kepada Uman bin Hazim ( raja yaman ) bahwa tidak boleh memegang kitab Al Qurán selain orang yang bersih suci “.
Hadist tsb tidak hanya dirawikan oleh Imam Malik tetapi juga oleh Imam Nisni, Baihaqi, daruquthi dll. Sehingga derajat hadist ini menurut Imam Ibnu Abdil Birri sudah serupa dengan Hadist Mutawatir karena sudah diterima baik oleh Umum ( Firqus Sunrah Jus . I Hal . 94. )
Demikian disimpulan bahwa pendapat Imam 4 mempunya sandaran yang kuat dari Al Qurán dan Hadist Nabi. Bagi yang ingin mengetahui pendirian Imam Maliki, Hanafi, Syafii dalam soal ini dapat di lihat dalam kitab “Bidayatul Mujtahid “karangan Ibnu Rusyd jus. I hal. 41 dan pendalaman Imam Hambali pada kitab Fiqih menurut Mazhab 4 jus. I hal. 48.
Dengan demikian dalil dall tersebut telah mematahkan fatwa Ahli Zhahir yaitu Mazhab Daud Zhahiri yang memfatwakan “Menyentuh dan memegang Al Qurán tidak di butuhkan Wudhu leih dahulu karena menyama ratakan antara buku buku biasa dengan Mushaf Suci “.
0 Response to "HUKUM MENYENTUH KITAB SUCI AL QURÁN"
Post a Comment