Latest Updates

Istilah-istilah dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj, karangan Ibnu Hajar al-Haitamy.(Bag.1)

Istilah-istilah dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj, karangan Ibnu Hajar al-Haitamy.(Bag.1)


Menurut keterangan yang dikemukakan oleh Sulaiman al-Kurdy dalam kitab Fawaid al-Madaniah[1] ada beberapa istilah yang perlu diketahui oleh pembaca kitab Tuhfah al-Muhtaj, antara lain :

1.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

شيخنا

Maka maksudnya : Zakariya al-Anshari. Demikian juga apabila yang mengatakannya, Khatib Syarbaini. Adapun Jamal al-Ramli menyebut al-Syaikh untuk Zakariya al-Anshari.

2.        Apabila mereka bertiga mengatakan :

الشارح atau  الشارح المحقق

Maka maksudnya : Jalaluddin al-Mahalli. Namun al-Haitamy dalam kitab al-Imdad Syarh al-Irsyad, “al-syaarih” dalam kitab tersebut, maksudnya adalah al-Syams al-Jaujary, pensyarah kitab al-Irsyad.

3.        Apabila mereka mengatakan :

الامام

Maka maksudnya : Imam al-Haramain.

4.        Apabila mereka mengatakan :

القاضي

Maka maksudnya : Qadhi Husain.

5.        Apabila al-Haitamy mengatakan di dalam Tuhfah al-Muhtaj :

شارح

dengan nakirah, maka maksudnya : seorang pensyarah al-Minhaj atau lainnya.

6.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

قال بعضهم

Maka maksudnya : sebagian ulama, baik seorang pensyarah atau lainnya.

7.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

كما قاله بعضهم atau  اقتضاه كلامهم

Kadang-kadang al-Haitamy menjelaskannya sebagai pendapat mu’tamad dan kadang-kadang menjelaskannya sebagai pendapat dha’if. Untuk kedua katagori ini, maka maksudnya sesuai dengan penjelasan tersebut. Adapun apabila tidak dijelaskannya, maka pendapat tersebut merupakan pendapat mu’tamad.

8.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

لكن

Maksudnya sama dengan كما apabila didatangkan sebagaimana halnya كماsebagaimana rincian di atas. Kadang-kadang berhimpun dalam al-Tuhfah كماdan لكن, maka yang menjadi pendapat yang rajih adalah sesudah كما.

9.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

على ما اقتضاه كلامهم atau  على ما قاله فلان atau كذا قال فلان

       Maka maksudnya : beliau melepaskan diri dari pendapat tersebut. Namun beliau kadang-kadang mentarjihnya, Cuma ini sedikit. Kebanyakannya, beliau mendhaifkannya. Kadang-kadang beliau tidak mentarjih sesuatupun, jadi untuk mengetahui pendapat mana yang mu’tamad, maka harus menelaah kitab-kitab lain karangan beliau. Kalau juga tidak didapatinya, maka hendaknya mengikuti penjelasan-penjelasan ulama-ulama mutaakhiriin sesudah beliau.

[1] Sulaiman al-Kurdy, Fawaid al-Madaniyah, Penerbit : al-Jaffan wal Jabby, Hal. 375-376

Istilah-istilah dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj, karangan Ibnu Hajar al-Haitamy.(Bag.2)

Oleh Tgk Alizar Usman

Dalam kitab Sulam al-Muta’allimin,[1]karya Sayyed Ahmad Miiqary Syamilah al-Ahdal dijelaskan beberapa istilah lain dalam al-Tuhfah, al-Nihayah dan al-Mughni yang tidak dijelaskan dalam pembahasan di atas, yaitu :

1.        Apabila mereka mengatakan :

القاضيان

Maka maksudnya adalah al-Rauyani dan al-Mawardi.

2.        Apabila mereka mengatakan :

الشيخان

Maka maksudnya : al-Rafi’i dan al-Nawawi.

3.        Apabila mereka mengatakan :

الشيوخ

Maka maksudnya : al-Rafi’i, al-Nawawi dan al-Subki

4.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

على ما شمله كلامهم

Maka beliau terlepas dari pendapat tersebut atau pendapat tersebut ada isykal. Yang sama dengan ini perkataan beliau :

كذا قالوه atau   كذا قاله فلان

5.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

وإن صح هذا فكذا

            Maka ini menunjukkan bahwa beliau tidak sependapat dengannya.

6.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

على المعتمد

Maka ini merupakan pendapat yang lebih dhahir (al-azhhar) dari aqwal Syafi’i.

7.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

على الأوجه

Maka maksudnya pendapat yang lebih shahih (al-ashah) dari pendapat-pendapat (al-Wujuh) pengikut Syafi’i.

8.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

والذي يظهر

Maka maksudnya adalah yang dipahami secara terang (wazhih) dari kalam yang bersifat umum dari kalangan pengikut Syafi’i yang dikutip dari dari empunya mazhab dengan kutipan yang bersifat umum pula.

9.        Apabila al-Haitamy mengatakan :

لم نر فيه نقلاً

Maka dimaksud dengannya kutipan yang khusus.

10.    Apabila al-Haitamy mengatakan :

هو محتمل

Maka apabila didhabith dengan fatah mim yang kedua, maka itu merupakan pendapat yang rajih. Adapun apabila didhabith dengan kasrah mim yang kedua, maka itu merupakan pendapat marjuh (lemah). Apabila tidak didhabit dengan sesuatupun, maka diharuskan rujuk kepada kitab-kitab mutaakhirin sesudah beliau. Namun apabila perkataan tersebut jatuh sesudah sebab-sebab tarjih, maka pendapat itu rajih dan apabila perkataan tersebut jatuh sesudah sebab-sebab tazh’if, maka pendapat itu marjuh.

11.    Apabila al-Haitamy mengatakan :

على المختار

Apabila pendapat tersebut dinisbahkan kepada bukan al-Nawawi, maka pendapat tersebut keluar dari empunya mazhab, karena itu, tidak boleh dijadikan pegangan. Adapun apabila dinisbahkan kepada al-Nawawi dalam al-Raudhah, maka bermakna lebih shahih dalam mazhab (al-ashah), bukan dengan makna istilah kecuali ikhtiyar al-Nawawi pada masalah tidak makruh air yang dipanasi terik matahari, maka bermakna dha’if.

12.    Apabila al-Haitamy mengatakan :

وقع لفلان كذا

Maka bermakna dha’if kecuali diiringi dengan tarjih, maka ketika itu merupakan pendapat rajih.

13.    Apabila al-Haitamy mengatakan :

في أصل الروضة

Maka maksudnya perkataan al-Nawawi dalam al-Raudhah yang diringkas dari lafazh kitab al-Aziz.

14.    Apabila al-Haitamy mengatakan :

في زوائد الروضة

Maka maksudnya perkataan al-Nawawi dalam al-Raudhah tambahan dari kitab al-Aziz.

[1] Sayyed Ahmad Miiqary Syamilah al-Ahdal, Sulam al-Muta’allimin, Hal. 87-92
X-Steel - Wait