Latest Updates

Susunan Peradilan Agama



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 4/2004 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Badan peradilan yang dimaksud mencakup 4 wilayah hukum, yang secara resmi diakui dan berlaku di Indonesia yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan peradilan tata Usaha.
Peradilan Agama mendapatkan pengakuan ditandai dengan disahkan dan diundangkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 pada tanggal 29 Desember 1989 dalam Lembaran Negara RI tahun 1989 No. 49 yang dinamai dengan Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dengan hasil yang maksimal dan dapat memperkuat persatuan dan kedudukan lembaga peradilan yang berdasarkan hukum islam. Maka Peradilan Agama akan lebih mantap dalam menjalankan fungsinya, para pencari keadilanpun demikian, akan lebih mudah dan kongkrit dalam berurusan dengan Peradilan Agama.
Sebagai lembaga peradilan yang berdasarkan hukum Islam, Peradilan Agama disebut peradilan khusus. Disebut demikian karena Pengadilan Agama mengadili perkara-perkara yang ditentukan khusus oleh peraturan perundang undangan, yaitu khusus hanya berwenang mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu.dalam hal ini Peradilan Agama hanya berwenang di bidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang pidana dan pula hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia, dalam perkara-perkara perdata Islam. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam.
Berikut akan kami jelaskan mengenai susunan dan kekuasaan peradilan agama yang meliputi Pengadilan tingkat pertama dan banding, syarat, tugas, wewenang, pengangkatan dan pemberhentian hakim, Panitera, juru sita, dan kesekretariatan, Kekuasaan mutlak dan relatif peradilan agama, serta sumber hukum materiil dan hukum formil.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa syarat, tugas, wewenang hakim beserta pengangkatan dan pemberhentiannya ?
2.      Apa itu panitera, jurusita dan kesekretariatan ?
3.      Bagaimana kekuasaan mutlak dan kekuasaan relative peradilan agama ?



Tafsir Ijmali



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab yang agung dan sempurna. Keagungan dan kesempurnaannya bukan hanya dirasakan oleh orang-orang yang memahami karakteristik bahasanya yaitu bahasa arab tetapi juga dirasakan  oleh mereka yang mempercayai dan mengharapkan petunjuk-petunjuknya dan semua orang yang  mengenalnya sebagai kitab yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Tinggi.
Seseorang yang mempelajari dari aspek bahasanya akan ditemukan berbagai keindahan bahasa Al-Qur’an dari susunan kata dan kalimatnya serta ketelitian dan keseimbangan redaksi-redaksinya. Keagungan dan kesempurnaan Al-Qur’an dari aspek kebahasaannya ini merupakan salah satu bukti kebenaran Al-Qur’an sebagai wahyu Allah dan bukti kemukjizatan Nabi Muhammad Saw.
Keyakinan dan harapan untuk memperoleh petunjuk-petunjuk Al-Qur’an lebih dipahami dalam konteks bahwa Allah memberikan hidayah kepada manusia melalui Al-Qur’an dengan hidayah Aqidah dan syariat. Selain itu Allah juga akan mengangkat derajat suatu kaum atau merendahkan kaum yang lain dengan Al-Quran. ( H.R. Muslim dari Umar Ibn Khattab ).
Upaya memahami Al-Quran melalui kegiatan tafsir  telah menjadi sesuatu yang amat penting. Hal ini dikarenakan bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah yang tidak pernah habisnya untuk  dikaji, diperdebatkan atau bahkan didekonstruksi. Selain itu, Al-Quran adalah kitab suci dan sumber ajaran bagi umat Islam yang menjadi inspirator, pemandu dan pemadu   gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah  pergerakan umat, sehingga pemahaman-pemahaman yang aktual dan kontekstual berperan penting bagi maju mundurnya umat Islam.
Ditinjau dari segi metode, penafsiran terhadap Al-Quran  yang berkembang hingga saat ini dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu : metode tafsir tahlili ( al-manhaj al-tahlili ), metode tafsir ijmali ( al-manhaj al-ijmali ), metode tafsir muqarin ( al-manhaj al-muqarin ) dan metode tafsir maudhu’i ( al-manhaj al-maudhu’i ).
Dalam makalah  ini, akan dikemukakan salah satu metode penafsiran di atas. yakni metode penafsiran ijmali pada bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tafsir Ijmali?
2.      Bagaimana Sejarah Metode Tafsir Ijmali?
3.      Apa saja langkah-langkah yang ditempuh dalam metode Tafsir Ijmali?
4.      Bagaimana Analisis Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Ijmali?


Manajemen Pendidikan Bidang Garapan Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategisdalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam pentusunan kurikulum tdak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrument dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasiltasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.


B.     Tujuan
Melalui pemaparan topik ini penulis berharap:
1.                Memiliki wawasan/pemahaman yang luas tentang landasan pengembangan kurikulum. Mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang harus dijadikan dasar pijakan dalam mengembankan kurikulum oleh berbagai pihak terkait, seperti para pembuat kebijakan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam melakukan program perencanaan pendidikan maupun dalam melakukan pembinaan.
2.                Memliki sikap yang positif bahwa setiap landasan pengembangan kurikulum harus dijadikan dasar pertimbangan oleh para guru, kepala sekolah terutama dalam mengembangkan isi maupun dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga program pendidikan /kurikulum yang diterapkan memiliki nilai manfaat yang optimal bagi siswa, masyarakat, bangsa dan Negara.  








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kurikulum
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Jadi, kurikulum bukan hanya dokumen yang berisi tujuan dan garis besar program pengajaran akan tetapi akan berarti setelah diterjemahkan secara relevan dalam bentuk proses belajar mengajar sebagai bentuk operasiional system kurikulum.

B.      Mengapa Kurikulum Pendidikan Harus Ada
Kurikulum merupakan komponen yang sangat penting bagi berlangsungnya pendidikan. Kurikulum memuat komponen-komponen seperti tujuan, si, struktur program, organisasi, dan proses belajar mengajar. Oleh karenanya kurikulum pendidikan harus ada.
Pendidikan sebagai sebuah proses tentunya memiliki tujuan seperti dalam UU Sisdknas No. 20 Tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berllmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Nah, untuk dapat mewujudkan tersebut perlu disuse kurikulum sebagai pedoman untuk mencapai tujuan baik d tingkat pra sekolah, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Tanpa adanya kurikulum maka pendidikan akan morat-marit, tidak tahu kemana arah tujuan yang akan dicapai. Dengan adanya kurikulum akan mempermudah untuk melaksanakan dan mengimplementasikan kurikulum dalam kegiatan belajr mengajar. Kurikulum akan sangat bermanfaat bagi kepala sekolah untuk dapat mengembangkan sekolah, kemudian bagi guu untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar di kelas, bagi penuls buku ajar bermanfaat untuk penyusunan buku ajar sehingga sesuai dengan kurikulum serta mayarakat sebagai pengguna output dari kurikulum.

C.      Yang Berhak Untuk Mengubah Dan Menyusun Kurikulum
Selama ini kurikulum disusun oleh pakar-pakar pendidikan yang berada di tingkat pusat. Dari kurikulum tersebut kemudian diterapkan di seluruh jenjang pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Sekarang ini kurikulum yang berlaku adalah kurikulum 2013 yang disusun disetiap tingkat satuan pendidikan. Jadi yang berhak mengubah dan menyusun kurikulum adalah guru dan kepala sekolah yang merupakan actor yang mengerti bagaimana kondisi real peserta didiknya. Kurikulum diubah sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya sehingga dapat meningkatkan potensi, kemampuan, bakat, minat peserta didik serta dapat melestarikan kebudayaan dan nilai-nilai moral serta budaya yang ada di masyarakat. Dalam penyusunan kurikulum ini melibatkan berbagai pihak selain guru yaitu kepala sekolah, komite sekolah dan masyarakat sehingga kurikulum benar-benar dapat menjadi jembatan bagi tercapainya tujuan sekolah yang telah dirumuskan.

D.     Azas Yang Diperhatikan Dalam Pengembangan Kurikulum
   a).   Azas Filosofi
            Azas filosofi merupakan azas yang berkaitan dengan pandangan ke depan “What man can become?” akan menjadi apa seseorang di masa depan. Pengembangan kurikulum harus melihat ke depan, akan dijadkan seperti apa anak-anak kelak, sehingga dalam langkah pengembangan kurikulum lebih terarah dan dapat mencapai tujuan eprti yang telah dirumuskan. Azas ini tentunya memperhatikan bagaimana perkembangan yang terjad di masyarakat secara global sehingga lulusan yang dihaslkan dapat diterima oleh masyarakat sebagai pengguna output. Rendahnya moralitas sekarang ini merupakan satu contoh kegagalan kurikulum yang diterapkan, karena kurangnya perhatian terhadap aspek moral yang dikembangkanmasih berorientasi pada pencapaian hasil belajar semata yaitu nilai ujian yang tinggi.

b).    Azas Sosiologi
        Azas sosiologi berkaitan dengan nilai-nilai yang ada di ligkugan masyarakat sekitar, karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sehingga dalam pengembangan kurikulum harusnya memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat secara luas. Dari hasil dan proses pendidikan formal akan dihasilkan output yang sadar dan paham akan nilai-nilai yang ada di masyarakat sehingga nantinya dapat menjadi “agent of social change (agen perubah nilai-nilai social tentunya kea rah yang lebih baik)” dan  ” conservation of value” (mengkonservasi nilai-nilai menuju pada suatu tatanan masyarakat social yang harmonis dan lebih baik).

c).        Azas Psikologi
            Bahwa dalam pengembangan kurikulum harus memperhatikan aspek perkembangan peserta didik yaitu psikis, fisik, dan belajar peserta didik sehingga benar-benar akan dapat menjadikan peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan minat. Hal ini berkaitan dengan “how to teach” bagaimana guru mengajar berkaitan dengan rancangan pembelajaran yang disusun, metode, dan media pembelajaran agar sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
d).        Azas Organisatoris
            Azas organisatoris mengacu pada organisasi kurikulum
e).        Azas Yuridis
            Bahwa dalam Negara hokum untuk dapat melaksanakan kurikulum perlu adanya payung hukum sebagai asas legalitas dan keabsahan kurikulum. Contoh Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

E.     Prinsip – Prinsip Yang Harus Diperhatikan Dalam Pengembangan Kurikulum

      a.       Prinsip Relevansi
Prinsip relevansi adalah kedekatan hubungan. Apalagi dikaitkan dengan pendidikan dan  masyarakat maka harus memiliki keterkaitan yang erat sehingga hasil penddikan yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan peerta didik di masyarakat.
   Prinsip relevansi menurut Soetopo & Soemanto bahwa relevansi kurikulum :
·         Pertama            : relevansi pendidikan dengan lingkungan anak didik. Hal ini berkaitan dengan isi atau muatan kurikulum seperti bahan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kehidupan anak didik.

·         Kedua   : relevansi pendidikan dengan kehidupan yang akan datang. Materi atau bahan yang diajarkan akan bermanfaat bagi kehidupan anak didik di masa yang akan datang.

·         Ketiga   : relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja. Kurikulum dikaitkan dengan dunia kerja.

·         Keempat           : relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Kurikulum mampu memberikan peluang dan kesempatan kepad anak didik untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.      Prinsip Fleksibilitas
Artinya bahwa kurikulum yang dikembangkan harus memiliki ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak. Dalam hal ini terkait dengan fleksibilitas dalam memilih program pendidikan dan fleksibilitas dalam pengembangan program pembelajaran.
c.       Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi terkait dngan usaha, biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat membuahkan proses dan hasil beajar yang optimal. Jadi dalam pengembangan kurikulum harus efisien, sehigga seperti yang terjadi di pendidikan kita dengan berubah-ubahnya kurikulum justru semakin membingungkan pelaksana pendidikan yaitu guru.
d.      Prinsip efektivitas
Prinsip efektivitas adalah sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Efektivitas kurikulum berkaitan dengan proses mengajar pendidik, dan proses belajar peserta didik.
e.       Prinsip Kesinambungan
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya keterkaitan antara tingkat pendidikan, jenis dan program pendidikan, serta bidang studi. Pertama kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah yang menyangkut bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi sudah diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya, dan bahan pelajaran yang sudah diajarkan pada tingkat yang lebih rendah tidak diajarkan lagi pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih bahan pelajaran. Kedua, kesinambungan diantara berbagai bidang studi yang berkaitan dengan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lain.
f.       Prinsip berorientasi tujuan
Bahwa langkah awal sebelum memilih dan mengembangkan komponen-komponen kurikulum aialah menetapkan tujuan. Kemudian komponen kurikulum lainnya dipilih dan dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.



Kepedulian Sosial



BAB 1
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia itu tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun  terkadang hati manusia terbesit rasa sombong dan terlalu membanggakan diri sehingga ia lupa akan dirinya sendiri, siapa dia dan untuk apa dia hidup.
      Dalam hidup bermasyarakat perlu adanya kepedulian antara manusia satu dengan manusia lainnya.Rasulullah pun mengajak umatnya untuk peduli kepada sesama makhluk Allah, dan saling bergotong-royong untuk saling membantu. Dan meringankan penderitaan orang lain sangat dianjurkan untuk umat Rasulullah.
Konsep kepedulian sosial dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas . Bila diperhatikan dengan seksama, dengan sangat mudah ditemui bahwa masalah kepedulian sosial dalam Islam terdapat dalam bidang akidah dan keimanan , tertuang jelas dalam syari’ah serta jadi tolak ukur dalam akhlak seorang mukmin.
Begitu juga Allah menghargai mereka yang melaksanakan amal sosial dalam konteks kepedulian sosial tersebut sebagaimana juga Alah sangat mengecam mereka yang tidak mempunyai rasa kepedulian sosial. Di saat kondisi seperti sekarang ini, sesungguhnya sebuah ladang jihad maal menanti bagi kaum yang berada. Rasululullah bersabda : “Belum beriman seseorang itu sebelum ia mencita saudara nya seperti mencitai dirinya sendiri”.
Hadis ini shahih dan cukup populer di kalangan kau muslimin umum sekalipun. Yang subtansif pada hadis ini adalah mengaitkan iman dengan masalah sikap hati –dalam hal ini− mencintai orang lain selain dirinya. Mencintai orang itupun ditentukan bobotnya oleh Rasulullah yaitu sama dengan mencintai diri sendiri. Rasanya ini sangat berat dan sulit dilaksanakan, namun jika iman itu benar - benar ada dan hidup dalam jiwa maka yang berat dan sulit itupun sangat bisa terealisir.


B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan di atas, maka permasalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana pengertian Kepedulian Sosial
2.      Bagaimanakah Penjelasan Hadist Membuang Duri Dari Jalan
3.      Bagaimanakah Hadist Uraian Berlapang-lapang di majlis
4.      Bagaimanakah Penjelasan Hadist Memberi Minum Binatang Yang Kehausan
5.      Bagaimanakah Penjelasan Hadist Memelihara Lingkungan Hidup

C.                Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Hadist yang diberikan oleh dosen mata kuliah. Juga supaya kita semua mengetahui dan mengerti tentang betapa pentingnya peduli terhadap sesama umat manusia. Dengan judul yang ada yaitu: “Kepedulian Sosial dan lingkungan”. Semoga kita bisa mengambil inti dan manfaatnya dari materi yang tertera didalam makalah ini.






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial adalah rasa ingin membantu kepada sesama manusia baik dalam bentuk materi maupun bantuan tenaga. Tujuan peduli dengan orang lain adalah untuk meringankan kesusahan atau kesulitan orang lain agar orang tersebut dimudahkan dalam segala kesulitannya. Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 Allah berfirman:

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّآئِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُواْ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاء والضَّرَّاء وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَـئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS:Al Baqarah: 177)

Jadi disini jelas segala perbuatan ibadah apapun itu yang disebut sebagai kebajikan atau amal shaleh juga harus diikuti dengan penghayatan dan perasaan saling mengasihi sesama manusia, peduli pada orang lain itulah yang disebut kebajikan, dan orang yang berbuat demikian adalah orang yang bertaqwa. 

B.            Membuang Duri Dari Jalan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ بَيْـنَهَا رَجُلٌ يَمْـشِي بِطَرِيْقٍ وَجَدَ غُصْـنَ شَـوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَـذَهُ فَشَـكَرَ اللهُ لَهُ فَغَـفَرَ لَه
Artinya: Abu Hurairah ra, beliau bersabda: “ bahwa Rasulullah SAW bersabda: ketika seseorang berjalan disuatu jalan, tiba-tiba ia melihat dahan berduri di tengah jalan itu. Lalu ia singkirkan, maka Allah SWT memuji perbuatannya dan mengampuni baginya (dosanya). (H.R. Bukhari).
Hadist ini derajatnya shahih. Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sunanul Kubrā, Juz VI, hal.169 dan dalam Syu’abul Īmān, bab Qishshah Ibrahim fil Mu’ānaqah, Juz XVIII, hal.485, hadist nomor 8693; Imam Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, bab Mim, Juz XIV, hal.24, hadis nomor 7448; Imam Abu Ya’lā dalam Musnad-nya, bab Tahādū Tahābbū, Juz XII, hal.402, hadis nomor 6013; dan Imam Qadla’i dalam Musnad-nya, bab Tahādū Tahābbū, Juz III, hal.28, hadis nomor 616. Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, bab Man Akhadzal-Ghusna wa Mā Yadzin-Nās, Juz VIII, hal.364, hadis nomor 2292. Sedangkan, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, bab Fadhlu Izzalatil-Adza ‘anit-Tharīq, Juz XIII, hal.45, hadis nomor 4743. Dengan lafadz yang berbeda. Jika dalam Shahih Bukhari dengan lafadz fākhadza. Dan, di Shahih Muslim menggunakan lafadz fākhara. Adapun Imam Ahmad dalam Musnad-nya, bab Musnad Abu Hurairah, Juz XXII, hal.10476, hadis nomor 20. Dan, Imam Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, bab Fadlu minal Birri wal Ihsān, Juz III, hal.67, hadis nomor 538. Dengan lafadz yang sama[1].
Bagian dari cinta kebersihan adalah menghilangkan berbagai halangan dan rintangan yang dapat memberikan madarat (kesulitan) bagi orang lain, dan bagi orang-orang yang mampu memberikan kemudahan bagi orang lain Allah akan memberikan pujian dan pengampunan, semantara bagi orang-orang yang memberikan kemadlaratan atau kesulitan bagi orang laim maka Allah akan memberikan kutukan dan dosa-dosanya tidak akan diampuni Allah.
Sebagai seorang muslim mukmin, marilah kita menjadi teladan terhadap manusia lain. Sehingga ketinggian nilai-nilai ajaran Islam dapat segera diserap dan diamalkan oleh umat manusia secara umum, Citra kotor. Citra semrawut. Citra amburadul. Citra kumuh. Dan, citra-citra negatif yang lain, yang menunjukkan pada wilayah di mana komunitas muslim hidup dan tinggal. Harus segera diakhiri, dan segera diganti dengan citra hijau, citra harmonis, citra bersih, citra tidak menyakiti orang lain, citra elegan, citra mandiri, dan segenap citra positif yang lain. Sebab, secara teologis, memang dinul Islam mengajarkan mengenai teologi lingkungan. Yaitu, kaum muslimin mukmin dilarang keras merusak dan mengeksploitasi lingkungan alam, termasuk lingkungan di mana mereka hidup dan tinggal. Utamanya merusak tanah, air, tumbuhan, hewan, dan udara.
Di antara bentuk keuniversalan syariat Islam dan bahwasanya dia adalah rahmat bagi seluruh alam, adalah adanya beberapa etika yang Islam syariatkan kepada manusia berkenaan dengan benda-benda mati atau yang benda yang rendah di mata manusia. Di antara benda tersebut adalah jalanan, jalanan yang tiap hari kita rendahkan dengan cara diinjak. Akan tetapi subhanallah, Islam tetap menetapkan kepada mereka beberapa hak yang wajib ditunaikan oleh manusia sebagaimana mereka menunaikan hak manusia lainnya[2].
Di antara hak jalanan yang wajib kita tunaikan adalah:
1.        Menundukkan pandangan dari orang yang berlalu lalang di jalanan, terkhusus dari lawan jenis yang bukan mahramnya.
2.        Tidak mengganggu orang yang lewat, baik dengan lisan maupun dengan tangannya. Di antara contoh gangguan adalah pemalakan, penjambretan, meminta-minta di jalan, dan yang marak dilakukan di negeri ini adalah demonstrasi atau unjuk rasa, yang jelas-jelas memberikan gangguang kepada pengguna jalan.
3.        Menjawab salam orang yang mengucapkan salam kepadanya. Ini adalah kewajiban baik ketika di jalan maupun ketika di tempat lain.
4.         Memerintahkan para pengguna jalan kepada kebaikan. Termasuk di dalamnya aturan-aturan yang dibuat oleh polantas guna kenyamanan para pengguna jalan.
5.        Melarang mereka dari kemungkaran seperti melarang mereka dari demonstrasi.
6.        Tidak buang air besar dan buang air kecil di jalan yang biasa dilalui oleh manusia walaupun itu hanya jalan setapak atau jalan kecil dalam lorong. Dan tidak juga di bawah tempat dimana biasa orang-orang bernaung, baik berupa pohon atau bangunan.
7.        Menyingkirkan semua bahaya dan gangguan dari jalanan yang bisa mengganggu para pengguna jalan. Misalnya menyingkirkan gundukan pasir atau batu dari pinggir jalanan yang bisa menyebabkan kemudharatan bagi pengguna kendaraan atau bagi orang-orang yang berada di dekat situ. Yang jelas, kapan suatu kegiatan bisa mengganggu pengguna jalan, maka masuk ke dalam larangan dalam hadits-hadits di atas.
 “Hidup Bersih, Hidup Benar, dan Hidup Tidak Menyakiti Orang Lain.” Inilah sebuah citra diri dan jati diri baru yang harus segara diamalkan oleh kaum muslimin mukmin di negeri ini. Tanpa kebersihan yang sebenarnya, dinul Islam tidak akan pernah mampu dapat dipraktekkan secara benar dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim mukmin.
C.                Berlapang-lapang di majlis.
Dalam bermasyarakat kita tidak mungkin tidak melakukan hal-hal yang baik, misalnya silaturrahmi, mengunjungi saudara yang sedang sakit, dan bermajlis sesama masyarakat, dalam bermajlis ada hal yang harus kita ketahui karena itu merupakan adab, yaitu Sebagaimana dalam hadist nabi disebutkan :
عن بن عمر رضيالله تعالي عن هما قال : قال رسول الله ص م :      لَا  يُقِيْمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَجْلِسُ فِيْهِ وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا. ( رواه متفق عليه )
Ar4tinya : Dari ibnu umar ra dan dua orang berkata, Rasulullah saw bersabda janganlah seorang lelaki menyuruh laki untuk beranjak dari tempat duduknya kemudian ia menduduki tempat tersebut, akan tetapi berlapang-lapanglah dalam bermajlis.
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Bab Mohon Izin Bagian Tak Boleh Menyuruh Orang Bangun dari Tempat Duduknya dan Bagian “Jika Dikatakan Kepada Kalian Berlapang-lapanglah... dst.” Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam Bab Salam Bagian Haramnya Membangunkan Orang Dari Tempat Duduknya.
Berdasarkan keterangan hadits ini, diharamkan bagi seseorang untuk menyuruh bangun atau membangunkan orang yang telah lebih dulu duduk pada bagian depan, demi dirinya sendiri atau untuk orang lain, meskipun orang yang baru masuk belakangan itu lebih utama dari sisi ilmu maupun umur ketimbang orang yang lebih dulu tiba dan duduk di tempat tersebut. Akan tetapi para ahli fiqih mengecualikan jika orang yang belakangan tiba itu adalah guru pada majelis ilmu, sehingga orang yang lebih dulu tiba harus memberikan tempat bagi sang guru yang hadir belakangan, lantaran tempat itu adalah posisinya untuk mengajarkan jama’ahnya. Begitu pula dengan pedagang, yang jauh-jauh waktu telah membuat lapak atau kios dagangannya di pasar. Para ahli fiqih juga mengecualikan hal di atas pada masalah-masalah tertentu lainnya. Hal ini juga dikecualikan bagi seorang alim, yakni dibolehkan orang untuk memberikan tempatnya bagi orang yang dikenal kealimannya, sekalipun ia tak berkehendak maupun meminta kepada orang itu. Adapun Ibnu Umar, yang dikenal sebagai ahli ilmu di zamannya, tak mau menduduki tempat orang lain lantaran akhlaqnya yang mulia dan sifat wara` dan ketawadhu’annya. Hadits ini juga mengajarkan kepada kita untuk berlapang-lapang, meluaskan majelis bagi mereka yang tiba belakangan untuk memasuki bagian majelis.
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang dari kalian bangun dari tempat duduknya, kemudian (setelah urusannya selesai) ia kembali ke tempat duduknya, maka ia lebih berhak dengan tempatnya itu’.” (Diriwayatkan Muslim)
Pada hadits ini terdapat keterangan bahwa seseorang yang meninggalkan sesaat majelisnya untuk suatu urusan, lalu dia kembali ke majelisnya, maka ia boleh menduduki kembali tempat duduknya semula. Jika ada orang lain yang mendudukinya, maka ia berhak untuk membangunkan atau menyuruh bangun orang itu. Jika ia ridha, maka hal itu tak mengapa. Hal ini menunjukkan luasnya pemahaman dan pengertiannya bagi orang lain yang menggantikan tempat duduknya itu.
Di antara adab duduk di majelis ialah duduk sesuai urutan tiba. Jika ia tiba belakangan, sedangkan majelis telah penuh di bagian dalam, maka hendaklah ia duduk di bagian luarnya atau belakangnya. Jangan memaksakan diri memenuhi ruangan yang telah sesak, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi yang lain. Jika ada tempat yang dikhususkan di bagian utama bagi orang yang baru tiba atau ada sebidang tempat yang kosong lantaran ditinggalkan orang yang tak kembali lagi, boleh saja ia mendudukinya.
Adab lainnya yang berkenaan dengan duduk di dalam majelis ialah, tidak boleh duduk di antara duduknya dua orang, dengan cara menyela-nyela di antara keduanya. Boleh jadi kedua orang itu berkawan atau tengah berbincang serius atau sesuatu yang menjadi rahasia keduanya. Untuk itulah adab kesopanan yang dituntunkan Rasulullah SAW mengajarkan untuk meminta izin terlebih dulu kepada kedua orang itu. Jika diizinkan boleh ia duduk, jika tidak maka tidak boleh duduk.
Jadi jelaslah kita ketahui bahwa dalam bermajlis kita tidak saling merebut tempat namun sebagaimana maksud dari hadist di atas adalah jika di dalam majlis kita harus saling berlapang-lapang.

D.                Memberi Minum Binatang Yang Kehausan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيْقٍ، اِشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطْشُ. فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيْهَا فَشَرِبَ. ثُمَّ خَرَجَ . فَإِذًا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطْشِ. فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبُ مِنَ الْعَطْشِ مِثْلَ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيْهِ حَتَّى رَقَي. فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ. فَغَفَرَ لَهُ. قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ !وَإِنَّ لَنَا فِي هَذِهِ الْبَهَائِمِ َلأَجْرًا؟ فَقَالَ: فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Artinya : Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Tatkala seorang lelaki sedang berjalan pada sebuah jalan terasalah olehnya dahaga yang sangat. Lalu ia mendapati sebuah sumur dan bersegeralah ia meneruninya untuk minum. Ketika keluar, tiba-tiba dia melihat seekor anjing menjulurkan lidah sambil menjilat-jilati debu karena sangat haus. Lelaki itu berkata: Anjing ini sedang kehausan seperti aku tadi lalu turunlah dia kembali ke dalam sumur untuk memenuhi sepatu kulitnya dengan air lalu digigit agar dapat naik kembali. Kemudian ia meminumkan air itu kepada anjing tersebut. Allah berterima kasih kepadanya lalu mengampuninya. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah kami akan mendapatkan pahala karena binatang-binatang seperti ini? Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam menjawab: Pada setiap yang bernyawa (mahluk hidup) ada pahalanya.

Beberapa faedah dari hadits di atas:
1.      Yang dimaksud dengan hewan yang ditolong adalah hewan yang dihormati yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Memberi minum pada hewan itu akan meraih pahala. Memberi makan juga termasuk bentuk berbuat baik padanya. Demikian penjelasan dari Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (14: 214).
2.      Boleh bersafar seorang diri tanpa membawa bekal selama tidak khawatir kesulitan berat saat safar. (Fathul Bari, 5: 42).
3.      Hadits di atas juga berisi motivasi untuk berbuat baik pada manusia. Jika dengan memberikan minum pada anjing bisa mendapatkan pengampunan dosa, maka memberi minum pada manusia tentu pula akan mendapatkan pahala yang besar. (Idem)
4.      Boleh memberikan sedekah sunnah pada orang musyrik selama tidak ada yang muslim. Namun jika ada, ia lebih berhak. (Idem)
5.      Jika ada hewan yang butuh minum, manusia pun demikian, maka manusia yang lebih didahulukan. (Idem)
6.      Memberikan minum pada hewan yang membutuhkan termasuk pula anjing akan menuai pahala dan terhapusnya dosa.
7.      Besarnya karunia Allah dan keluasan rahmat-Nya. Dia membalas dengan balasan yang besar atas perbuatan yang sedikit. Allah mengampuni dosa orang tersebut hanya dengan sedikit perbuatan, yaitu dengan memberi minum anjing.
8.      Seorang muslim pelaku dosa besar tidak divonis kafir. Bisa jadi Allah mengampuni dosa besar tanpa taubat karena dia melakukan kebaikan yang dengannya Allah mengampuninya. Wanita pezina itu diampuni bukan karena taubatnya, namun karena dia memberi minum anjing, sebagaimana hal itu jelas terlihat dari hadits. Tidak mengkafirkanseorang muslim karena suatu dosa adalah sesuatu yang ditetapkan di dalam syariat Taurat, juga dalam syariat Islam.

E.                 Memelihara Lingkungan Hidup
Adapun mengenai hadits Rosulullah S.a.w tentang peduli lingkungan ini banyak sekali, salah satu diantaranya sebagai berikut :
  1. Larangan Menelantarkan Lahan
حَدِيْثُ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رضى الله عنهما, قَالَ : كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.
Artinya n: Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)
Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a. dengan lafazd sebagai berikut :
حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قال: قال رسول الله عليه وسلم : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.(اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
Antara kedua tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini.
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Menanggapi permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan hadits Rafi’ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Muzara’ah :
اَنَّ النَّبِى ص.م. نَهَى عَنْ كَرَاءِ الْمَزَارَعِ. (رواه البخارى)
Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu. Berbagai pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa bencana, baik karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus membayar sewa tanpa memperoleh manfaat apapun daripadanya.
2.      Penanaman Pohon (reboisasi) Langkah Terpuji
حَدِيْثُ اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ: مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
Artinya : “ Hadits dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori)
Pada dasarnya Allah S.w.t. telah melarang kepada manusia agar tidak merusak hutan, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqoroh ayat 11 :
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَتُفْسِدُوْا فِى الاَرْضِ…
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi “
Dalam ayat diatas, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafiq dan tindakannya di muka bumi ini. Informasi yang disampaikan Al-Qur’an bahwa sebagian dari manusia, kata-kata dan ucapannya tentang kehidupan dunia menarik sekali, sehingga banyak yang terpedaya. Ia pintar dan pandai menyusun kata-kata dengan gaya yang menawan. Orang munafiq seperti inilah yang selalu merusak bumi. Tanam-tanaman dan hutan-hutan menjadi rusak, lingkungan dicemari, buah-buahan dan binatang ternak dibinasakan. Apalagi kalau mereka sedang berkuasa, dimana-mana mereka berbuat sesuka hatinya.
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dari REBOISASI, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya.



X-Steel - Wait