Latest Updates

MENJAWAB YAZID JAWAS YANG MENUDUH MAYORITAS UMMAT MUSLIM TIDAK MENGIKUTI DALIL


Kalian pernah di tag dan dikirimkan gambar seperti yang terupload ini? 

Ucapan yazid jawas yang terkenal untuk menuduh dan menganggap mayoritas ummat muslim tidak memahami agama islam dan tidak mengikuti dalil??

Kali ini akan diberitahu tips dan trick cara menjawabnya agar mereka bisa bungkam dan malu dan bahkan mungkin mereka bisa sakit hati ,
Pertama kita fahami dulu apa itu dalil dan apakah yang disebut dalil, lalu contoh bentuk sebuah dalil
PENGERTIAN DALIL DAN MACAM-MACAMNYA
Dalil adalah keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran terutama berdasarkan ayat Al-quran, atau dalil bisa juga berarti bukti kuat yang mendukung argumentasi seseorang. Atau petunjuk atau tanda bukti dari suatu kebenaran , karena untuk menentukan bahwa, sesuatu itu benar, dapat dipercayai dan diyakini perlu ada bukti yang sah dan akurat, sehingga kebenaran dan keyakinan itu dapat ditegakkan, sekaligus memberantas keragu-raguan dan rasa was-was di hati.
Macam-macam dalil ada 2 yaitu:
1. Dalil Aqli
Dalil Aqli adalah dalil yang bias di nalar oleh akal. Dalil aqli bisa diartikan juga seperti petunjuk dan pertimbangan akal fikiran yang sehat dan obyektif, tidak dipengaruhi oleh keinginan, ambisi atau kebencian dari emosi. Tegasnya dalil aqli adalah penerimaan akal secara murni dan bebas, kebenarannya relatif.
2.Dalil Naqli
Dalil Naqli adalah dalil yang di ambil dari Al-qur’an atau hadits Nabi Muhammad SAW. Dalil Naqli bisa diartikan juga seperti tanda bukti atau petunjuk dari teks ayat Al-Qur'an, yang tertera dalam mushaf al-Qur’an atau Hadis mutawatir, yang tertera didalam kitab-kitab hadis, lalu diambil dan disalin dari tulisan yang telah baku. Frekwensi kebenarannya 100 %.

Dan mari kita lihat contoh dalil ini :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037]
Husain bin Hasan memiliki mutaba’ah yaitu Azhar bin Sa’d yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Aun dari Nafi dari Ibnu Umar secara marfu’ juga dengan lafaz Najd [Shahih Bukhari 9/54 no 7094].
Perhatikan dan baca baik baik dalil hadist riwayat diatas !!
Terdapat 5 orang nama :
1. Muhammad bin al mutsana
2. Husain bin hasan
3. Ibnu 'aun
4. Nafi'
5. Ibnu umar

Isi dari suatu berita atau pernyataan disebutnya dalil, sedangkan penyampainya disebutnya perawi, dan penyampaiannya dari satu sumber ke sumber lain.
Perhatikan baik baik bagaimana kronologi penyampaiannya ini :
"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda ... "
Muhammad bin al Mutsanna berkata yang sumbernya dari perkataan husain bin hasan yang ia dapati dari perkataan ibnu 'aun yang ia mendapati perkataan dari nafi' dan ia mendapati perkataan itu dari ibnu umar yang menyampaikan sumbernya dari perkataan NABI MUHAMMAD (SAW) BIN ABDULLAH bersabda.
Jadi jalur periwayatan suatu hadist atau dalil melalui proses katanya katanya dan katanya.
Rentetan jalur periwayatan disebutnya sanad.
Jadi arti dalil sesungguhnya adalah penjelasan atau pernyataan seseorang yang diriwayatkan melalui jalur perkataan perkataan perkataan,
Bila seseorang berkata gunakan dalil maka tanyakan padanya apakah ia seorang perawi? darimana sumber itu dia dapat? dan dari perkataan siapa? jika ia mengatakan ia berdalil langsung tanpa menyebutkan mata rantainya dan dia bukan seorang perawi maka dia adalah PENDUSTA yang menipu ummat dan sesungguhnya dia tidak memiliki dalil dan tak tahu apa itu dalil.
Dikalangan pesantren, seorang murid atau santri kerap sekali mengatakan kalimat "guru saya pernah berkata .. bla ... bla ... bla ..." , atau "kata guru saya ... bla ... bla ... bla ..." , hal itu dilakukan bahwa santri memahami betul bahwa apa yang disampaikannya ada sumbernya yaitu dari gurunya dan gurunya dari para guru gurunya lagi, hingga rentetan qola wa qila ini menjadi dalil yang memiliki periwayatan sumber dalil.
Perhatikan pernyataan YAZID JAWAS dan kaum SALAFI WAHABI nyinyir :
ISLAM adalah agama dalil
bukan dongeng
bukan cerita
bukan kata orang
bukan banyaknya orang
bukan kata syeikh
bukan kata guru
bukan pendapat seseorang
kita tidak mengikuti nenek moyang
yang kita ikuti adalah dalil"

Bukan dongeng?? benar !! ISLAM bukanlah dongeng barang siapa yang mengatakan ISLAM adalah dongeng maka dia telah KAFIR, dan barang siapa menghancurkan situs situs bukti sejarah ISLAM hingga kisahnya menjadi kabur dan kelak menjadi dongeng generasi yang akan datang maka dia kaum KAFIR, dan terbukti kaum salafi wahabi malah membiarkan penghancuran bukti bukti sejarah ISLAM dan melakukan perusakan disertai pemusnahan bukti bukti sejarah NABI MUHAMMAD SAW , Para SAHABAT, dan situs sejarah ISLAM lainnya. hingga kelak akhirnya Sejarah ISLAM hanya akan dikenal tak ubahnya dongeng sebelum tidur yang diceritakan pada generasi yang akan datang
Bukan cerita? Justeru ALQUR'AN sendiri banyak menceritakan cerita cerita kaum kaum terdahulu, dan isinya sebagian besar adalah cerita. yang bukan cerita itu adalah muhammad bin abdulwahab yang dipuji dan puja tapi kuburannya ga jelas ada dimana alias raib sim salabim bahkan tak satupun ustad ustad salafiwahabi dan kaumnya yang mengetahui keberadaan kuburan tokoh pujaan mereka tersebut.
Bukan kata orang ?
hahhh ???.... Memangnya RASULULLAH SAW yang berkata kata disebut bukan orang? memangnya sahabat yang berkata kata bukan orang? 
WAHYU ALLAHU SWT saja turun dijelaskan dan dipaparkan melalui perkataan seseorang. yang bukan orang itu adalah kaum salafiwahabi sebab mereka terlahir dari rahim setan makanya NABI MUHAMMAD BIN ABDULLAH menyebut mereka adalah TANDUK SETAN.

Bukan kata syeikh? Coba baca kembali contoh dalil diatas, itu jalur periwayatannya turun temurun sampai pada perkataan seorang syeikh yang menjadi perawi.
Bukan kata guru? Kalau bukan kata guru jadi kata siapa? darimana dia dapat mengambil suatu ilmu? Apa dengan mencuri ilmu? atau jangan tak berilmu tapi ngaku ngaku berilmu?
Bukan banyaknya orang? Kalau bukan banyaknya orang berarti kaum YAHUDI lah yang paling berhak menyandang kebenaran, dan salafiwahabi layaknya YAHUDI sama sama merasa surga hanya untuk kelompoknya saja yang sefaham denganya 11-12 dengan YAHUDI. dan memang fakta sejarah SALAFIWAHABI adalah agama buatan zionis YAHUDI untuk menghancurkan ISLAM daridalam.
Bukan pendapat seseorang? Berarti kaum salafiwahabi mengingkari pendapat para imam mazhab dan mengingkari pendapat para ulama salaf, kalau begitu jangan pernah ngaku salaf, karena ulama salafpun menjadikan ijtihad pendapatnya sebagai acuan dalil.
Bukan ikut nenek moyang? betul , kami tidak mengikuti nenek moyang, nenek sebutan untuk para tetua berjenis kelamin wanita, sedangkan kami mengikuti kakek moyang, dan kakek moyang para ulama kami adalah NABI MUHAMMAD BIN ABDULLAH, sedangkan salafiwahabi mengikuti agama nenek moyang yaitu agama isterinys muhammad bin abdulwahab yang bernama asiyya yaitu seorang agen wanita yahudi isfahan.
KAMI AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH MENGIKUTI DALIL,
SEDANGKAN SALAFIWAHABI HANYA MENGIKUTI JAHIL.

DAN ORANG YANG PALING JAHIL ADALAH YAZID JEWS , KARENA YAZID ADALAH AGEN YAHUDI BERKEDOK USTAD !!!

ADAB ORANG 'ALIM ADA 17



  1. Orang `alim itu hendaklah bersifat sabar.
  2. Lazumul Halim, yakni bersifat halim, tidak cepat marah.
  3. Duduk dengan wibawa dengan kepala menunduk.
  4. Tidak takabbur kepada seluruh hamba Allah kecuali kepada orang zalim untuk mencegah kezalimannya.
  5. Tawadhu', merendah diri dalam majelis orang banyak.
  6. Tidak bergurau.
  7. Kasih sayang kepada pelajar dan lemah lembut baik perbuatan dan ucapan.
  8. Menanti dan mengoreksi dengan sabar atas pertanyaan orang dungu atau bebal.
  9. Memperbaiki dan membetulkan orang bebal atau bodoh dengan menunjukkan jalan kebajikan serta jalan yang benar, tidak marah atau menggertak orang yang baru belajar.
  10. Jangan malu untuk berkata tidak tahu atau mengucap “Wallahua'lam” bila masih ragu atas jawaban suatu masalah yang belum jelas persoalannya.
  11. Serius dalam menanggapi pertanyaan tentang permasalahan yang menuntut jawaban agar ia menjadi faham.
  12. Menerima dalil yang membenarkan perkataan orang atau murid, dan jangan sampai menolaknya karena malu kepada orang banyak, sebab mengikuti kebenaran adalah wajib, sekalipun kebenaran itu dari orang di bawah kita.
  13. Mengikuti kebenaran dan kembali kepadanya jika suatu saat mengalami kesalahan.
  14. Mencegah orang yang akan mempelajari ilmu yang memberi mudharat.
  15. Mencegah orang yang belajar ilmu bukan untuk mencari keridha'an Allah
  16. Mencegah orang yang ingin belajar ilmu fardhu kifayah, akan tetapi mengajari ilmu yang fardhu ain terlebih dahulu, karena ilmu yang fardhu ain itu dapat memberbaiki lahiriah dan batiniyah dengan ketaqwaan.
  17. Mengamalkan ilmunya agar diikuti oleh murid baik perbuatan atau perkataan.
Sumber : (Kitab Bidayatul Hidayah Karya Hujjatul Islaam Imam al-Ghazali Rahimahullah

PERBEDAAN RUKYAH DAN HISAB SAAT RAMADHAN DAN LEBARAN


(Buya Yahya Menjawab)

Assalamu’alaikum.
Bagaimana kita menyikapi perbedaan dalam penetapan 1 Ramadhan / Lebaran Syawal?

Wa’alaikumsalam.
Ini adalah perbedaan yang tidak seharusnya mengganggu keharmonisan umat islam. Sebab perbedaan disini berangkat dari upaya ulama dalam menetapkan awal bulan dengan ilmu yang berkenaan dengan masalah tersebut. Disini ada beberapa sebab perbedaan, diantaranya yang paling jelas ada dua sebab.

Sebab pertama :
Apakah jika bulan dilihat di satu tempat (matla’), tempat-tempat yang lainnya juga boleh mengikutinya? Dalam madzhab Syafi’i disebutkan tidak boleh, sementara menurut madzhab yang lainnya bagi negeri yang mengiringinya yang datang waktunya menyusul dari negeri terlihat hilal boleh mengikuti dalam menetapkan awal bulan.

Sebab kedua:
Bolehkah menetapkan awal bulan dengan hisab (perhitungan) ahli falak? Dalam hal ini hampir disepakati oleh ulama bahwa tidak boleh menetapkan awal bulan dengan hisab, akan tetapi ada pendapat seorang imam besar dalam madzhab Syafi’i yaitu imam Subuki, bahwa hisab bisa dijadikan sandaran disaat rukyah tidak bisa, bahkan hisab bisa didahulukan daripada rukyahnya satu orang.

Kesimpulannya, perbedaan dalam hal ini sangat mudah untuk menyelesaikannya asalkan ada keinsyafan dari kita akan pentingnya syiar kebersamaan dalam Islam. Kita serahkan saja kepada pemerintah untuk menyeragamkan masalah ini dan bagi pemerintah boleh ambil pendapat mana saja yang lebih manfaat untuk syiar dan persatuan ummat. Dan disaat pemerintah sudah menetapkan satu ketetapan jangan sampai ada yang berbeda, sebab keputusan yang di ambil pemerintah adalah untuk menghindari perbedaan sesuai yang terkukuhkan dalam kaidah dalam fiqih (hukmul hakim yarfa’ul khilaf).

PERBEDAAN ANTARA MANI, MADZI DAN WADI


Perbedaan antara mani, madzi dan wadi sebagai berikut :
MANI
MANI : cairan putih keluar dengan tersendat-sendat disertai syahwat serta menyebabkan lemah setelah keluarnya.
Hukumnya suci dan wajib mandi.
Ciri-ciri mani ada 3, yaitu :
  • - keluar disertai syahwat (kenikmatan).
  • - keluar dengan tersendat-sendat.
  • - jika basah baunya mirip adonan kue dan jika kering mirip putih telur.
Jika didapatkan salah satu dari tiga ciri di atas, maka disebut mani. Hal ini berlaku pada laki-laki dan perempuan.

MADZI
MADZI adalah cairan putih lembut dan licin keluar pada permulaan bergejolaknya syahwat. Istilah madzi untuk laki-laki, namun jika keluar dari perempuan dinamakan QUDZA.
Hukumnya najis dan membatalkan wudhu tapi tidak wajib mandi.
WADI
WADI : cairan putih keruh dan kental, keluar setelah melaksanakan kencing atau ketika mengangkat beban berat.
Hukumnya seperti madzi yaitu najis dan membatalkan wudhu’ tapi tidak wajib mandi.
KESIMPULAN :
  • Jika cairan keluar mengandung salah satu ciri-ciri mani, maka dihukumi mani. Namun jika tidak ada dan keluarnya pada mulai gejolaknya syahwat atau sesudah syahwat, maka dihukumi madzi.
  • Jika ragu yang keluar mani atau madzi ???, maka boleh memilih antara menjadikannya mani sehingga wajib mandi, atau menjadikannya madzi sehingga hukumnya najis, tidak wajib mandi namun batal wudhuknya. Paling afdhalnya menggabung keduanya yaitu mandi janabah dan menyucikan tempat yang terkena cairan tersebut.
  • Wanita juga mengeluarkan mani dengan ciri-ciri sebagaimana di atas. Namun menurut imam Al-Ghazali, mani wanita hanya bercirikan keluar disertai syahwat (kenikmatan)

Tingkatan Gelar Para Ahli Hadits


Berikut tingkatan dan gelar ulama hadits :
1. Al Hafidh (Al Hafidz) : Adalah gelar untuk ulama yang sudah hapal hadits lebih dari 100.000 hadits beserta sanad dan matannya, di zaman dahulu ada banyak ulama yang mencapai derajat ini, namun dijaman sekarang sudah sangat langka.
2. Al Hujjatul Islam : Adalah gelar untuk ulama yang sudah hafal lebih dari 300.000 hadits beserta sanad dan matannya, ulama-ulama yang sudah mencapai derajat ini diantaranya Imam Ghazali, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, Imam Nawawi, dan masih banyak lagi. Namun dizaman sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi ulama yang mampu mencapai derajat ini.
3. Al Hakim : Adalah gelar untuk ulama yang sudah hafal lebih dari 400.000 hadits beserta sanad dan matannya.
4. Al Huffadhudduniya (Al Huffadh) : Adalah gelar untuk ulama yang mampu menghafal lebih dari 1.000.000 (satu juta) hadits beserta sanad dan matannya. Ulama yang mencapai derajat ini adalah Imam Ahmad bin Hambal, murid dari Imam Syafii.
Itulah gelar-gelar bagi ulama hadits sesuai dengan jumlah hadits yang di hafalnya. Dari sini kita menjadi kagum, betapa jenius dan briliannya para ahli hadits ini dan betapa luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw.
Perlu diketahui, yang dimaksud hafal hadits disini bukanlah hanya hafal matannya saja (Rasulullah saw bersabda :...), bukan dari situ, namun juga harus mampu hapal dengan nama-nama perawi di rantai sanadnya (dari fulan yang mengabarkan dari fulan, dari fulan, dari fulan, dst sampai kepada Rasulullah), juga hafal tahun lahir perawinya, keadaan hidupnya, asalnya dsb. Sedangkan satu hadits yang pendek saja, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya. Demikianlah penjelasan singkat mengenai gelar-gelar para ahli hadits.
Tentang Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidh. Beliau adalah salah satu ulama yang mampu mencapai derajat Al Hafidh di abad ini. Ya, beliau hafal 100.000 hadits lebih beserta hukum-hukum sanad dan matannya secara keseluruhan. Untuk mencapai derajat Al hafidh di abad 21 ini bukanlah perkara gampang. Dimana jumlah hadits diatas muka bumi yang bertebaran di kitab-kitab jika di kumpulkan tidak mencapai 100.000 hadits!. Artinya jika kita berusaha mengumpulkan seluruh buku hadits yang ada sekarang, jumlah keseluruhan haditsnya tak akan mencapai 100 ribu hadits. Kita lihat, misalnya, Kitab Shahih Bukhari haditsnya berakhir di nomor 7.124 (jika ada pendapat lain pun jumlahnya tidak akan jauh dari angka tsb), Kitab Shahih Muslim berakhir di hadits no 3.033 (sebagian pendapat mengatakan sekitar 5000an), Sunan Abu Daud memuat sekitar 5.000an hadits, Sunan Tirmidzi memuat sekitar 4000an hadits, Sunan An Nasa'i memuat sekitar 5000an hadits, Sunan Ibnu Majah sekitar 4.300an hadits, Shahih Ibnu Hibban sekitar 3.000an hadits, Al Muwatha' Imam Malik sekitar 1.600an hadits, Musnad Ahmad bin Hanbal sekitar 27.000an hadits, mungkin masih terdapat puluhan kitab hadits lainnya, namun jika di kumpulkan semua, Insya Allah tidak mencapai 100.000 ribu hadits, siapa pula yg mampu di zaman itu menulis semua hadits?. Jadi bagaimana caranya seseorang bisa menghapal sebanyak 100.000 hadits di zaman ini? sedangkan jumlah semua hadits di kitab-kitab tidak sampai 100.000 hadits?. Selain menghapal semua hadits yang sudah tertulis di kitab, tentu saja harus diteruskan untuk menghapal hadits yang belum dibukukan, cara ini hanya bisa di dapatkan dengan jalan berguru kepada ulama hadits yang menyimpan hadits yang mungkin didapatkan dari guru-gurunya, gurunya dapat dari guru dari gurunya, dst hingga kepada Rasulullah saw, namun mungkin hadits tersebut belum pernah dibukukan.
Demikianlah Guru Mulia Al Habib Umar bin Hafidh, beliau mampu mencapai derajat Al Hafidh di zaman ini. Dalam kehidupan sehari-hari, hampir disemua gerak-gerik dan penampilan beliau berdasarkan sunnah dan ada landasan haditsnya. Mulai dari cara berpakaian, cara duduk, cara berjalan, cara makan, cara tidur, cara minum, cara berbicara, sampai kepada kegiatan sehari-hari beliau hampir sama dengan cara Rasulullah saw. Jadi jika kita misalnya suatu kali melihat cara duduk beliau dengan gaya A, lalu kita cari-cari dihadits apakah Rasulullah pernah duduk dengan gaya semacam itu? pasti kita akan menemukannya, ternyata ada, dan memang Rasulullah pernah melakukan duduk dengan gaya seperti itu.
Selain digelari Al Hafidh, beliau juga memiliki gelar Al Musnid, beliau digelari Al Musnid, didasarkan karena setiap menyebut hadits, beliau mampu ataupun hafal menyebut sanadnya hingga Nabi SAW atau kutubusshahih diluar kepala tanpa melihat catatan apapun.
Maka tidak berlebihan jika di bilang beliau adalah kitab hadits yang berjalan, karena hampir dari semua gerakan dan kegiatan yang beliau lakukan selalu berdasarkan sunnah, ada landasannya. Meski begitu beliau adalah ulama yang sangat tawadhu. Beliau sangat malu jika gelar Al hafidh beliau disebut. Allah Yarham Habib Munzir Al Musawa pernah menceritakan jika Sang Guru, Habib Umar bin Hafidh, pernah memberikan teguran agar tak lagi menyebutkan gelar Al Hafidh didepan namanya.
Habib Munzir bercerita :
"beliau (Guru Mulia Habib Umar bin Hafidh) melarang saya menampilkan nama beliau dengan gelar Alhafidh, karena jika seluruh hadits riwayat para muhaddits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dll dipadu, belum mencapai 100.000 hadits. Guru Mulia (Habib Umar) mencapai Alhafidh dari kumpulan hadits sanad musalsalah yang sudah tidak sempat / belum tercetak, masih berupa tulisan tangan ulama terdahulu, maka beliau tidak mau gelar itu ditampilkan. bagaimana tidak, kini masuk menjadi santri beliau harus hafal 2000 hadits dan hafal Al-Qur’an, dan dulu saya selalu menyebut gelar beliau dg Al Hafidh, (namun) beliau diam saja, namun setelah MR (Majelis Rasulullah) membesar, maka beliau melarang saya menyebut itu karena malu dan adab."
Subhanallah, begitulah tawadhu' Guru Mulia Habib Umar bin Hafidh.
Wallahu`alam

Percakapan Hatim Al-Asham dengan Guru-nya


Hatim Al-Asham (W: 237H). Ulama yang rela nama-nya dinisbatkan dengan sebutan “Asham/Tuna rungu” lantaran pura-pura tuli demi menutupi rasa malu perempuan yang kentut didepan-nya.
Demikian jika Alah SWT menjadikan kebaikan seseorang, bukan malah sebaliknya justru kesalahan atau keburukan orang lain yang tak tampak malah diperlihatkan, disebarkan ke tetangga, atau teman. 
Dikisahkan suatu saat Syaqiq Al-Balkhi bertanya kepada muridnya, Hatim Al-Asham,
“Sejak sejak kapan engkau belajar bersamaku?”, tanya Syaqiq,
“Sejak tiga puluh tahun guruku”, jawab Hatim.
“Apakah yang engkau pelajari selama itu, wahai Hatim?”, tanya Syaqiq
“Delapan hal guruku”, jawab Hatim.
“Innalillah wa inna ilaihi raji’un, terbuang percuma sajalah umurku bersamamu”, Syaqiq pun kecewa.
“Guruku, aku tidak pelajari yang lain dan aku tidak ingin berdusta”, jawab Hatim,
“Uraikanlah kedelapan hal itu Hatim”, pinta Syaqiq

Kemudian Hatim Al-Asham pun menjelaskannya :
Pertama, :
Ketika aku memandangi makhluk yang ada di dunia ini, aku melihat masing-masing mempunyai kekasih, dan ia ingin selalu bersama kekasihnya bahkan hingga ke dalam kuburnya.
Ketika kekasihnya telah ke kubur, ia merasa kecewa karena ia tidak dapat lagi bersamanya masuk ke dalam kubur dan berpisah dengannya.

Maka dari itu, aku ingin menjadikan perbuatan baik sebagai kekasihku, sebab jika aku masuk kubur, maka ia pun akan ikut bersamaku
“Benar sekali Hatim!”, ujar Syaqiq, “Apa yang kedua?”
Kedua, :
Ketika ada firman Allah Swt,-
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhan-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu-nya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal.” [QS. An Nazi’at :40-41]

Maka dari itu aku berusaha menolak hawa nafsu sehingga aku tetap taat kepada Alloh Swt,-
Lanjtukan Hatim, anakku..
“Yang ketiga?” ujar Syaqiq

Ketiga, :
Aku memandangi makhluk yang ada di dunia ini, aku melihat setiap makhluk memiliki benda, menghargainya, memandangnya bernilai, dan menjaganya. Kemudian ku perhatikan firman Allah Swt,-

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal, Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” [Q S. An Nahl :96]
Maka dari itu setiap kali aku mendapatkan sesuatu yang berharga dan bernilai, ia pun kuhadapkan kepada Allah (kusedekahkan), agar kekal di sisi-Nya.
“Yang keempat?” ujar Syaqiq
Keempat, :
Ketika ku pandangi makhluk yang ada di dunia ini, aku melihat masing-masing orang selalu menaruh perhatian terhadap harta, kebangsawanan, kemuliaan, dan keturunan. Lalu ketika ku pandangi semua itu, tiba-tiba tampak tidak ada apa-apanya. Kemudian ku perhatikan firman Allah Swt,-

"..Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat :13)
Maka dari itu aku pun bertaqwa kepada ALLAH, semoga aku menjadi mulia di sisiNya.
“Yang kelima?” ujar Syaqiq
Kelima, :
Ketika kupandangi makhluk yang ada di dunia ini, ternyata mereka suka saling menghina dan menggunjing satu sama lain. Penyebabnya adalah kedengkian, kemudian kuperhatikan firman Allah Swt,-

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” [QS. Az Zukhruf :43:32]
Maka dari itu perasaan dengki pun kutinggalkan dan aku tahu bahwa pembagian rezeki itu dari Alloh Ta’ala.
“Yang keenam?” lanjut Syaqiq
Keenam, :
Ketika kupandangi makhluk yang ada di duna ini, ternyata mereka suka berbuat kedurhakaan dan berperang satu sama lain, akupun kembali kepada firman Alloh Swt,-

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh, keranaa sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”
[QS. Fathir :6]

Maka dari itu kujadikan syetan sebagai musuhku satu-satunya dan akupun sangat berhati-hati kepadanya, kerana Allah Ta’ala menyatakan syetan adalah musuhku.
Syaqiq melajutkan pertanyaannya : “Yang ketujuh?”
Ketujuh, :
Ketika kupandangi makhluk yang ada di dunia ini aku melihat masing-masing orang mencari sepotong dari dunia ini. Lalu ia menghinakan diri padanya dan memasuki sebagian-nya yang dilarang kemudian kuperhatikan firman Allah Swt,-

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan ALLAH lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya . Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata .” [QS.Huud :6]
Maka dari itu kukerjakan apa yang menjadi hak Alloh ta’ala pada diriku, dan kutinggalkan apa yang menjadi hak Allah ta’ala pada diriku,
Yang terakhir, :
Kupandangi makhluk yang ada di dunia ini, aku melihat masing-masing orang menggantungkan diri pada makhluk lain. Yang satu pada benda yang dicintainya, yang lain pada perniagaan-nya, perusahaan-nya, atau pada kesehatan tubuh-nya. Masing-masing bergantung pada benda. Lalu aku kembali pada firman Allah Swt,-

“..Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya. Sesungguh-nya Alloh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguh-nya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”
[QS. Ath Thalaq :3]

Maka dari itu akupun bertawakkal kepada Allah, ternyata Allah mencukupi keperluanku.
“Hatim, semoga Allah Swt,- melimpahkan karunia-Nya kepadamu”, ujar Syaqiq sang guru.
Sumber: Ihyaa Ulumud Din, Juz: I Bab Keutamaan Ilmu

Nasehat Baginda Rasulullah SAW kepada Imam Ali bin Abi Thalib RA



sumber mengenai wasiat - wasiat dari Nabi Muhammad SAW, untuk Ali bin Abi Thalib ra. wasiat itu juga untuk kita semua bila mengaku sebagai umat Nabi SAW dan pecinta Ahlul Bait, Wasiat ini ini bersumber dari Imam Ja’far Ash-Shadiq dari ayahnya Imam Muhammad Al-Baqir, dari ayahnya Imam Ali Zainal Abdidin, dari ayahnya Imam Husein, dari ayahnya Ali bin Abi Thalib (ra).
Dalam wasiatnya kepada Imam Ali bin Abi Thalib (ra) Rasulullah saw bersabda:
“Wahai Ali, aku wasiatkan padamu suatu wasiat, maka jagalah wasiatku ini. Kamu akan selalu berada dalam kebaikan selama kamu menjaga wasiatku ini.”
“Wahai Ali, barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu menunaikannya, Allah akan menjamin baginya keamanan dan keimanan sehingga dengannya ia mendapat kenikmatan pada hari kiamat.”
“Wahai Ali, barangsiapa yang belum memperbaiki wasiatnya saat menjelang kematiannya, ia memiliki kekurangan dalam kehormatan dirinya (marwah) dan ia tak layak mendapat syafa'at.”
“Wahai Ali, perjuangan yang paling utama adalah orang yang tidak berduka karena kezaliman seseorang.”
“Wahai Ali, barangsiapa yang lisannya ditakuti oleh manusia, maka ia adalah penghuni neraka.”
“Wahai Ali, manusia yang paling buruk adalah orang yang dimuliakan oleh manusia karena takut pada keburukannya.”
“Wahai Ali, manusia yang paling buruk adalah orang yang menjual akhiratnya dengan dunianya. Lebih buruk lagi dari itu orang yang menjual akhiratnya dengan dunia orang lain.”
“Wahai Ali, barangsiapa yang tidak menerima alasan orang yang ingin melepaskan diri (dari dosa, pidana; ini penjelasan dalam kitab Al-Bihar), benar atau dusta, maka ia tidak akan mendapat syafaatku.”
“Wahai Ali, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla lebih mencintai dusta untuk kemaslahatan dan lebih membenci kejujuran dalam kerusakan.”
“Wahai Ali, barangsiapa yang meninggalkan khamar karena selain Allah, maka Allah akan memberinya minuman khamar yang murni. Kemudian Imam Ali (ra) bertanya: Karena selain Allah?? Rasulullah Saw menjawab: “Ya, untuk menjaga dirinya, Allah bersyukur padanya atas hal itu.”
“Wahai Ali, peminum khamar seperti penyembah berhala. Wahai Ali, orang yang minum khamar, Allah azza wa jalla tidak menerima shalatnya selama empat puluh hari. Dan jika ia mati maka matinya mati kafir”
“Wahai Ali, setiap yang memabukkan hukumnya haram, dan setiap yang memabukkan dalam kapasitas yang banyak maka seteguk pun darinya hukumnya haram.”
“Wahai Ali, semua dosa terjadinya di dalam rumah, dan kuncinya adalah minuman khamar.”
“Wahai Ali, akan datang pada peminum khamar suatu saat ia tidak mengenal Tuhannya azza wa jalla.
“Wahai Ali, memindahkan gunung-gunung yang tak bergerak lebih mudah ketimbang memindahkan kekuasaan yang saatnya berakhir, tidak kurang dari beberapa hari.”
“Wahai Ali, orang yang tidak bermanfaat agama dan dunianya, maka tidak ada kebaikan bagimu dalam majlis-majlisnya. Dan barangsiapa yang tidak menjaga hakmu, maka kamu tidak wajib menjaga haknya dan kehormatannya.”
Ali bin Abi Thalib berkata : "Bahwa Rasulullah berwasiat kepadaku dengan sabda beliau :
"Ya Ali! Aku berwasiat kepadamu dengan sesuatu wasiat, maka jagalah dia baik-baik, karena selama engkau
memelihara wasiat ini niscaya engkau akan tetap berada dalam kebaikan.
Ya Ali! Bagi orang mukmin itu ada tiga tanda :Melakukan solat, berpuasa dan berzakat. Dan bagi orang munafik
ada pula tiga tandanya : Pura-pura sayang bila berhadapan, mengumpat di belakang dan gembira bila orang lain mendapat musibah.
Bagi orang zalim ada tiga cirinya : Menggagahi orang bawahannya dengan kekerasan, orang diatasnya dengan kedurhakaan dan melahirkan kezalimannya secara terang-terangan.
Bagi orang riya' ada tiga tandanya : rajin bila di depan orang ramai, malas bila bersendirian dan ingin dipuji untuk semua perkara
Bagi orang munafik ada tiga alamat : Bohong bila berkata, mungkir bila berjanji dan khianat apabila dipercayai.
Ya Ali, bagi orang pemalas ada tiga tanda : menunda-nundakan waktu, mensia-siakan kesempatan dan melalaikannya sampai berdosa.
Dan tidak patut orang berakal menonjolkan dirinya kecuali tiga perkara : berusaha untuk penghidupan atau mencari hiburan dalam sesuatu perkara yang tidak terlarang atau mengenangkan hari akhirat.
Ya Ali! Diantara bukti orang yang percaya kepada Allah ialah tidak mencari keredhaan seseorang dengan kemurkaan Allah, tidak menyanjung seseorang atas nikmat yang diterima, dan tidak mencela sesorang bila tidak mendapat nikmat Allah. Ingatlah bahwa rezeki tidak dapat diraih oleh orang yang sangat tamak mendapatkannya dan tidak pula dapat dielak oleh orang yang tidak menyukainya. Allah telah menjadikan nikmat karunia dan kelapangan itu dalam yakin dan ridha dengan pemberian Allah dan Ia menjadikan kesusahan dan kedukaan itu dalam murka terhadap rezeki yang telah ditentukan oleh Allah
Ya Ali! Tidak ada kefakiran yang lebih hebat daripada kebodohan, tidak ada harta yang lebih berharga daripada akal, tiada kesepian yang lebih sunyi daripada ujub ( Kagum kepada diri sendiri ), tiada kekuatan yang lebih kuat daripada musyawarah, tiada iman keyakinan, tiada wara' yang lebih baik daripada menahan diri,keindahan seindah budi pekerti dan tidak ada ibadah yang melebihi tafakkur.
Ya Ali! Segala sesuatu itu ada penyakitnya. Penyakit bicara adalah bohong, penyakit ilmu lupa, penyakit ibadah adalah riya', penyakit budi pekerti adalah memuji, penyakit berani adalah agresif, penyakit pemurah adalah menyebut-nyebut pemberian, penyakit cantik adalah sombong, penyakit bangsawan adalah bangga, penyakit malu adalah lemah, penyakit mulia adalah menonjolkan diri, penyakit kaya adalah bakhil, penyakit royal (mewah) adalah berlebih-lebihan dan penyakit agama adalah hawa nafsu.
Ya Ali! Apabila engkau disanjung orang, bacalah kalimat ini : Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada apa yang mereka katakan. Ampunilah dosaku apa yang mereka tidak ketahui, dan janganlah aku disiksa tentang apa-apa yang mereka katakan.
Ya Ali! Apabila engkau puasa sampai petang, maka ucapkanlah dikala engkau berbuka : "Untuk-Mu lah aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu lah aku berbuka." Niscaya dituliskan bagimu pahala orang puasa pada hari itu dengan tidak kurang sedikit pun daripada pahala mereka Ketahuilah, bahawa bagi setiap orang yang berpuasa itu ada doa yang diperkenankan. Maka jika ia pada permulaan suapannya waktu makan mengucapkan : "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, wahai Tuhan Yang Maha Luas pengampunan-Nya, ampunilah aku." niscaya diampuni dosanya. Ketahuilah bahwa puasa itu adalah perisai yang akan menangkis bahaya api neraka.

Penjelasan al Alim al Allamah Al Muhaddith Syekh Alawi al-Maliki tentang Amalan di Malam Nisfu Sya'ban:


Sebagaimana biasanya pada malam Nisfu sya'ban, banyak kita temui di beberapa masjid masyarakat Nusantara selepas shalat maghrib berjamaah, mereka bersama-sama membaca Al-Qur'an surat Yasin 3 kali, lalu berdoa dengan doa nisfu sya'ban dengan harapan agar hajatnya dikabulkan oleh Allah dan kebaikan dunia akhirat.
Amalan seperti itu tidaklah diharamkan dalam agama, karena masuk dalam kategori bertawsshul dengan amal salih. Sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani rahimahullah dalam kitabnya yg khusus membahas tntang bulan Sya'ban berjudul " Syahru Sya'ban Maadza Fiiha ", Beliau mengatakan: Membaca surah yasin dengan niat meminta kebaikan dunia dan akhirat atau membaca al quran seluruhnya sampai khatam semua itu tidak diharamkan juga tidak dilarang.
Ada sebagian kalangan yang menganggap bahwa amalan seperti itu adalah haram, dilarang. Mereka mengatakan: Orang-orang awam apa yg mereka lakukan mulai dari membaca surah yasin 3 kali, satu kali agar niat panjang umur disertai kemampuan untuk taat. Kedua kali dengan niat agar dijaga dari keburukan dan dilapangkan rezekinya, ketiga kali dengan niat agar hati menjadi tenang tentram dan husnul khatimah. Kemudian melakukan shalat hajat disela sela doa.
Dikatakan bahwa semua itu adalah tidak ada dasarnya dan tidak sah shalat kecuali dengan niat ikhlas kepada Allah bukan semata mata tujuan tertentu.
Maka aku menjawab: sesungguhnya tuduhan seperti ini dengan sendirinya bathil (tidak benar). Dugaan seperti ini akan menutupi karunia Allah dan rahmatnya.
Dan yang benar adalah amalan seperti ini tidaklah di larang sama sekali selamanya. Mulai dari membaca Al-Quran, wirid-wirid zikir, doa-doa untuk tujuan bersifat duniawiah atau permintaan setiap orang, hajat-hajat, dan cita-cita setelah mengikhlaskan niat kepada Allah pada semua itu. Maka adapun syaratnya adalah Ikhlasnya niat melakukan karena Allah SWT. Dan niat ini memang dituntut di segala ibadah dan perbuatan mulai dari shalat, zakat, haji, berjihad, berdoa, dan membaca al quran. Maka sahnya amal harus dibarengi niat ikhlas kepada Allah SWT. Dan ini memang dituntut tidak dikhilafkan didalamnya. Bahkan jika suatu amalan tidak dibarengi ikhlas karena Allah maka ia tertolak sebagaimana firman Allah :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّين ... الآية
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS. Al bayyinah : 5)
Akan tetapi tidak ada yang melarang seseorang menambahkan pada amalnya beserta niat ikhlas kepada Allah juga permintaan-permintaan atau hajat-hajatnya yang bersifat agama dan duniawiah, materi ataupun tidak materi, yang tampak ataupun yang bathin. Dan siapa saja yg membaca surah Yasin atau lainnya dari surah-surah al quran lillah ta'aala mengharap keberkahan di dalam umurnya, keberkahan didalam hartanya, keberkahan didalam sehatnya, maka sesungguhnya semua itu tidak berdosa baginya melakukannya. Karena ia menempuh jalan kebaikan dengan syarat tidak meyakini amalan tersebut secara khusus disyariatkan. Maka ia membaca surah Yasin tiga 3 kali, 30 kali atau 300 kali, bahkan ia membaca Al-Quran sampai khatampun ikhlas karna Allah SWT. Serta mengharap hajatnya dikabulkan, keinginannya ditunaikan, kesusahannya dihilangkan, penyakitnya disembuhkan dan hutang-hutangnya dilunaskan.
Maka apa semua itu pantas dianggap berdosa sedangkan Allah menyukai hamba yang meminta-minta kepadanya segala sesuatu? Maka ia hadapkan kepada Allah dengan bacaan surah yasin atau sholawat kepada nabi SAW. Tidaklah itu melainkan hanya sebagai perantara dalam bertawassul dengan Amal amal saleh. Dan tiada seorangpun dari umat islam yang mengkhilafkan tawassul dengan amal saleh. Maka siapa saja yang ia berpuasa, sembahyang atau membaca Al-Qur’an dan bershodaqoh maka sesungguhnya ia bertawasshul dengan shalatnya, puasanya, bacaanya dan sedekahnya. Bahkan ia lebih diaharapkan dikabulakan.
Sebagaimana dalam hadits Sahih, hadits yang menceritakan tiga orang yang terjebak didalam Gua. Lalu satu orang bertawashul dengan perbuatan baiknya dengan orang tua, yang kedua bertwashul dengan menjauhi perbuatan buruk, dan yang ketiga bertwashul dengan amanahnya dengan menjaga harta orang lain dan menunaikannya dengan sempurna. Kemudian Allah mengabulkan doa mereka sehingga mereka terbeaskan dari gua tersebut. Inilah satu macam dari Tawassul yang mana oleh ibnu Taimiyah dijelaskan secara rinci dalam kitabnya " Qaa'idah jaliilah fit tawassul wal wasiilah ".
Dengan ini jelas sudah amalan nisfu sya'ban termasuk amalan yang dibolehkan bahkan dianjurkan dalam agama, bertawassul dengan amal-amal saleh.
Adapun doa yang biasanya dibaca dalam nisfu sya'ban setelah membacan Yasin 3 kali yaitu:
بسم الله الرحمن الرحيم وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
أللهم يا ذا المن ولا يمن عليه يا ذا الجلال والإكرام يا ذا الطول والإنعام لا إله إلا الله أنت ظهر اللاجئين ، وجار المستجيرين ومأمن الخائفين . أللهم إن كنت كتبتني عندك ( في أم الكتاب ) شقيا أو محرما أو مطرودا أو مقترا علي في الرزق فامح
أللهم بفضلك شقاوتي وحرماني وطردي وإقتار رزقي وأثبتني عندك غي أم الكتاب سعيدا مرزوقا موفقا للخيرات فإنك قلت وقولك الحق في كتابك المنزل على لسان نبيك المرسل : يمحو الله ما يشاء ويثبت عنده أم الكتاب (سورة الرعد : 39). إلهي بالتجلي الأعظم في ليلة النصف من شهر شعبان المكرم التي يفرق فيها كل أمر حكيم ويبرم . أسألك أن تكشف عنا من البلاء ما نعلم وما لا نعلم وما أنت به أعلم إنك أنت الأعز الأكرم . وصلى الله تعالى على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه وسلم

Doa ini oleh sayyid Alawi al Maliki telah ditunjukkan kepada para masyaayikh guru-guru beliau dari ulama hadits dan fiqih, mereka semua memastikannya dan membenarkannya. Dalam hadits pun doa ini ditemukan dalam hadits mauquf. dalam kitab al Mushannaf libni abi Syaibah dan ibnu abu dunya dalam ad du'a :
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ ، قَالَ : مَا دَعَا قَطُّ عَبْدٌ بِهَذِهِ الدَّعَوَاتِ إِلَّا وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي مَعِيشَتِهِ : " يَا ذَا الْمَنِّ ، فَلَا يُمَنَّ عَلَيْكَ , يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ ، يَا ذَا الطَّوْلِ وَالْإِنْعَامِ ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ , ظَهْرُ اللَّاجِئِينَ وَجَارُ الْمُسْتَجِيرِينَ وَمَأْمَنُ الْخَائِفِينَ , إِنْ كُنْتَ كَتَبْتنِي عِنْدَكَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ شَقِيًّا فَامْحُ عَنِّي اسْمَ الشَّقَاءِ , وَأَثْبِتْنِي عِنْدَكَ سَعِيدًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرِ فَإِنَّكَ تَقُولُ فِي كِتَابِكَ يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ سورة الرعد آية 39
Inilah keyakinan kita, manhaj Ahlussunah wal jamaah.

WASIAT SYEKH IBNU ATHA'ILLAH TENTANG UMUR & DZIKIR


"Jika engkau telah berusia empat puluh tahun, maka segeralah untuk memperbanyak amal shaleh siang maupun malam. Sebab, waktu pertemuanmu dengan Allah 'Azza wa Jalla semakin dekat. Ibadah yang kau kerjakan saat ini tidak mampu menyamai ibadah seorang pemuda yang tidak menyia-nyiakan masa mudanya. Bukankah selama ini kau sia-siakan masa muda dan kekuatanmu. Andaikata saat ini kau ingin beramal sekuat-kuatnya, tenagamu sudah tidak mendukung lagi."
Maka, beramallah sesuai kekuatanmu. Perbaikilah masa lalumu dengan banyak berdzikir, sebab tidak ada amal yang lebih mudah dari dzikir. Dzikir dapat kamu lakukan ketika berdiri, duduk, berbaring maupun sakit. Dzikir adalah ibadah yang paling mudah.
Rasulullah saw bersabda :
وليكن لسانك رطبا بذكر اللّه 
Dan hendaklah lisanmu basah dengan berdzikir kepada Allah swt.
Bacalah secara berkesinambungan doa' dan dzikir papa pun yang mudah bagimu. Pada hakikatnya engkau dapat berdzikir kepada Allah swt adalah karena kebaikannya. Ia akan mengaruniamu…..

"Ketahuilah, sebuah umur yang awalnya disia-siakan, sayogya sisanya dimanfaatkan. Jika seorang ibu memiliki sepuluh anak dan sembilan diantaranya meninggal dunia. Tentu dia akan lebih mencintai satu-satunya anak yang masih hidup itu. Engkau telah menyia-nyiakan sebahagian besar umurmu, oleh karena itu jagalah sisa umurmu yang sangat sedikit itu.
Demi Allah, sesungguhnya umurmu bukanlah umur yang dihitung sejak engkau lahir, tetapi umurmu adalah umur yang dihitung sejak hari pertama engkau mengenal Allah swt.
"Seseorang yang telah mendekati ajalnya ( berusia lanjut ) dan ingin memperbaiki segala kekurangannya di masa lalu, hendaknya dia banyak membaca dzikir yang ringkas tetapi berpahala besar. Dzikir semacam itu akan membuat sisa umur yang pendek menjadi panjang, seperti dzikir yang berbunyi :
سبحان اللّه العظيم وبحمده عدد خلقه ورضانفسه وزنة عرشه ومداد كلماته 
Maha suci Allah yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya, ( kalimat ini kuucapkan ) sebanyak jumlah ciptaan-Nya, sesuai dengan yang ia sukai, seberat timbangan Arsy-Nya dan setara dengan jumlah kata-kata-Nya.

Jika sebelumnya kau sedikit melakukan shalat dan puasa sunah, maka perbaikilah kekuranganmu dengan banyak bershalawat kepada Rasulullah saw. Andaikata sepanjang hidupmu engkau melakukan segala jenis ketaatan dan kemudian Allah swt bershalawat kepadamu sekali saja, maka satu shalawat Allah ini akan mengalahkan semua amalmu itu.
Sebab engkau bershalawat kepada Rasulullah sesuai dengan kekuatanmu, sedangkan Allah swt bershalawat kepadamu sesuai dengan kebesaran-Nya. Ini jika Allah swt bershalawat kepadamu sekali, lalu bagaimana jika Allah swt membalas setiap shalawatmu dengan sepuluh shalawat sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah Hadits Shahih, "Betapa indah hidup ini jika kau isi dengan ketaatan kepada Allah swt, dengan berdzikir kepada-Nya dan bershalawat kepada Rasulullah saw."

MENJAWAB DAKWAH SALAFI-WAHABI


Alhamdulillah…Ternyata, buku karya Mufti Agung Mesir, Prof Dr. Ali Jum’ah banyak diminati kaum terdidik. Tidak menyangka, ternyata laris manis. Saya bersyukur karena generasi Muslim kita tahu bagaimana harus belajar, dan tidak mudah terbawa hasutan kelompok lain. Buku ini memang layak menjadi rujukan bagi mereka yang haus pengetahuan agama.
Sebagai hadiah atas rasa syukur saya, berikut saya kutip penjelasan dalam buku ini tentang pemahaman konsepsi Bid’ah yang salah dari kelompok yang sering menyebut diri mereka pembela Sunnah.

Prof Dr. Ali Jum’ah menjelaskan:
“Di antara keburukan yang menggerogoti kaum ekstrem itu adalah memperluas pemahaman bid’ah sehingga mereka mengklaim adat istiadat maupun tradisi yang dilakukan kaum muslimin sebagai bid’ah dan sesat. Hal ini dikarenakan mereka menganggap segala sesuatu yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah SAW Adalah bid’ah. Maka tidak boleh dikerjakan, implikasinya ketika mereka melihat ada orang menengadahkan tangannya saat berdoa, maka mereka akan menghardiknya dan mengatakan perbuatan itu bid’ah. Alasannya, Rasulullah tidak pernah melakukan hal seperti itu. Begitu pula, ketika ada yang mengajak mereka bersalaman sehabis shalat, maka mereka akan memberitahu bahwa perbuatan itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Dan masih banyak contoh lainnya. Pertanyaannya, apakah benar perbuatan yang ditinggalkan [atau tidak dilakukan] Rasulullah SAW, itu termasuk bid’ah dan sesat?

Para ulama di seantero dunia, baik salaf ataupun khalaf, semuanya sepakat bahwa at-tarku [apa yang ditinggalkan] bukanlah salah satu metode yang bisa digunakan secara terpisah dalam perumusan hukum [istidlal]. Tetapi, metode yang bisa digunakan untuk menetapkan hukum syar’i, baik wajib, sunnah, mubah atau makruh itu adalah datang dari nash Al-Qur’an, Sunnah, ijma’ dan qiyas.
At-Tarku pada dasarnya tidak menunjukan hukum syar’i. ini sudah menjadi kesepakatan para ulama. Ada banyak dalil yang menunjukan bahwa para sahabat tidak memahami di dalam tarku-nya Rasulullah SAW, terdapat keharaman, bahkan sampai kemakruhan pun tidak. Inilah pemahaman para ulama sepanjang masa. Ibnu Hazm pernah membantah hujjah ulama Malikiyyah dan Hanafyah yang mengatakan makruh hukumnya shalat sunnah dua rakaat sebelum maghrib, karena Abu Bakar, Umar dan Usman tidak pernah melakukannya. Ibnu Hazm menjelaskan, “Sesungguhnya, meninggalkan shalat tersebut [shalat sunnah sebelum maghrib] tidak berarti apa-apa, selama mereka tidak mengatakan secara jelas mengenai kemakruhannya. Pada kenyataannya, penjelasan itu tidak pernah dinukil.”

Itulah metode Ibnu Hazm dalam menanggapi tarku – nya para sahabat dalam sebuah ibadah tertentu. Sikap yang sama juga ditunjukan ketika menanggapi tarku Rasulullah mengenai sebuah ibadah yang memang diperbolehkan, seperti ketika berbicara tentang shalat sunnah dua rakaat sebelum ashar. Ia berkata, “Hadist Ali bin Abi Thalib ra. Tidak bisa dijadikan hujjah sama sekali [dalam masalah di atas], karena yang ada dalam hadist tersebut hanyalah pemberitahuannya atas apa yang diketahui. Ia [Ali] tidak pernah melihat Rasulullah melakukan shalat tersebut. Ia memang benar dalam perkataanya, tapi ini bukan berarti mengandung makna melarang atau memakruhkan shalat tersebut. Rasulullah tidak pernah berpuasa sebulan penuh di luar Ramadhan. Namun, ini tidak berarti mengandung makna memakruhkan puasa sunnah satu bulan penuh [di luar Ramadhan].”
Di sini, Ibnu Hazm memahami tarku Rasulullah SAW atas puasa sunnah satu bulan penuh di luar Ramadhan tidak bisa menunjukan hukum haram atau makruhnya berpuasa seperti itu, sekalipun Rasulullah SAW sendiri tidak pernah melakukannya.

Rasulullah tidak pernah melakukan khotbah di atas mimbar, namun beliau melakukannya di atas pelepah kurma. Kendati demikian, para sahabat tidak mempunyai pemahaman bahwa berkhotbah di atas mimbar itu hukumnya bid’ah atau haram. Karena itu, mereka lantas membuatkan mimbar untuk Rasulullah saw. berkhotbah. Bukankah mereka ini orang-orang yang tidak pernah melakukan sesuatu yang diharamkan oleh Rasulullah SAW? Jika demikian, dapat diketahui bahwa para sahabat tidak menjadikan tarku Rasulullah SAW sebagai bid’ah.
Rasulullah SAW ketika shalat, tepatnya setelah mengangkat kepala dari rukuk, beliau tidak pernah membaca doa: “rabbana wa lakal hamdu hamdan katsiran….” dan seterusnya, seperti yang terdapat dalam sebuah hadist. Tetapi, hal ini tidak dipahami oleh seorang sahabat sebagai larangan untuk membaca doa tersebut. Jika tidak demikian, mana mungkin ia (sahabat), mau melakukan sesuatu yang diyakini keharamannya? Rasulullah SAW sendiri tidak mencelanya, karena telah membaca doa tersebut.
Dan, beliau juga tidak melarang membaca doa-doa lainnya di dalam shalat.
Hadis di atas diriwayatkan oleh Rifa’ah bin Rafi Az-Zuraqi, ia berkata, “Suatu hari, kami pernah shalat di belakang Rasulullah SAW. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau membaca, “sami’allahu liman hamidah.” Seseorang laki-laki dari belakang beliau membaca, “Rabbana walakal-hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi.” Lantas setelah shalat beliau bertanya, “Siapa yang tadi membaca doa itu?”
Lelaki itu menjawab, “Aku.”
Beliau bersabda, “Aku melihat lebih dari 30 malaikat berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya.” (HR Al-Bukhari, Abu Dawud, Nasai, Ahmad, Malik dan Al-Baihaqi)

Sahabat Bilal r.a. tidak memahami bahwa tarku Rasulullah SAW mengenai shalat sunnah dua rakaaty setelah wudhu bermakna tidak boleh melaksanakan shalat itu. Tetapi, Bilal melakukannya dan tidak pernah memberitahukan hal itu kepada Rasulullah SAW. Beliau baru mengetahuinya setelah beliau bertanya kepada Bilal.
“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan yang paling engkau harapkan (pahalanya), yang engkau kerjakan dalam Islam (setelah memeluknya). Karena, sesungguhnya aku mendengar suara langkah kedua sandalmu di dalam surga.”
Bilal menjawab, “Aku tidak mengamalkan amalan yang paling aku harapkan pahalanya, kecuali setelah aku bersuci, baik saat petang ataupun siang, lalu aku shalat yang tidak diwajibkan kepadaku dengan bersuci itu.” (HR Al-Bukhari)

Bilal r.a. sesungguhnya telah membuat “shalat sunnah” untuk dirinya sendiri pada waktu tertentu, padahal Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah mencontohkan atau memerintahkannya. Bilal baru mengabarkannya tentang rahasia amalannya tersebut setelah Nabi bertanya. Bukankah dari kisah ini dapat disimpulkan bahwa amalan tersebut tidak pernah dilakukan Nabi, lalu Bilal memberitahukan, maka akhirnya amalan ini pun diakui oleh Rasulullah. Sehingga, kita di generasi setelah Rasul menyebut bahwa shalat setelah wudhu adalah sunnah, sebagaimana yang dilakukan Bilal.
Kita mengambil dalil dari pemahaman sahabat mengenai dibolehkannya membuat doa atau shalat baru di waktu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Kami juga mengambil dalil bahwa Rasulullah SAW tidak mengingkari metode dan cara yang ditempuh sebagian sahabatnya, bahkan tidak melarang mereka untuk melakukannya di masa-masa mendatang.”
--Prof Dr. Ali Jum’ah, Mufti Agung Mesir, Al-Mutasyaddidun Manhajuhum wa Munaqqasyatu Ahammi Qadhaayaahum

TIPUAN DUNIA YANG MENGGODA


Imam Al-Ghazali mengatakan:
"Dunia cenderung menipu dan memperdaya manusia, yang mewujud dalam beragam rupa. Misalnya, dunia berpura-pura seakan-akan ia akan selalu tinggal bersamamu, padahal kenyataannya, secara perlahan ia bakal pergi menjauhimu dan berpisah darimu, layaknya suatu bayangan yang tampaknya tetap, tetapi kenyataannya selalu bergerak.

Atau, dunia menampilkan dirinya dalam rupa penyihir yang berseri-seri, tetapi tak bermoral, ia berpura-pura mencintai dan menyayangimu, namun kemudian membelot kepada musuhmu, meninggalkanmu mati merana dilanda rasa kecewa dan putus asa. Nabi Isa a.s. melihat dunia melihat dunia dalam bentuk seorang wanita tua yang buruk rupa.
Ketika Isa a.s. bertanya kepadanya tentang berapa banyak suaminya, ia menjawab bahwa jumlahnya tak terhitung. Ia bertanya lagi, apakah mereka telah mati ataukah dicerai. Si wanita itu bilang bahwa ia telah memenggal mereka semua. “Aku heran,” ujar Isa a.s. kepada wanita tua itu, “Betapa banyak orang bodoh yang masih menginginkanmu setelah apa yang kau lakukan atas banyak orang.”
Wanita tua ini menghiasi dirinya dengan busana yang indah sarat permata, menutupi mukanya dengan cadar, lalu merayu manusia. Sangat banyak dari mereka yang mengikutinya menuju kehancuran.

Rasulullah saw. menyatakan bahwa di Hari Pengadilan, dunia ini akan tampak dalam bentuk seorang nenek tua yang seram, bermata hijau gelap, dan gigi yang bertonjolan. Orang yang melihatnya akan berkata, “Ampun! Siapakah ini?” Malaikat menjawab, “Inilah dunia yang deminya kalian bertengkar dan berkelahi serta saling merusak kehidupan.” Kemudian wanita itu akan dicampakkan ke neraka seraya menjerit keras, “Oh Tuhan, di mana pencinta-pencintaku dahulu?” Tuhan pun kemudian memerintahkan para pecinta dunia juga dilemparkan mengikuti kekasih mereka itu.
Siapa saja yang mau merenungkan secara serius keabadian di masa lalu, ketika dunia ini belum ada, dan keabadian di masa datang, ketika dunia tak lagi ada, akan mengetahui bahwa kehidupan ini bagaikan sebuah perjalanan yang tahapan-tahapannya dicerminkan oleh tahun, liga-liganya (ukuran jarak, + 3 mil) oleh bulan, mil-milnya oleh hari, dan langkah-langkahnya oleh detik. Jadi, betapa bodoh orang yang berupaya menjadikan dunia sebagai tempat tinggalnya yang abadi dan menyusun rencana sepuluh tahun ke depan untuk meraih apa-apa yang bisa jadi tak pernah dibutuhkannya, padahal sepuluh hari ke depan mungkin ia telah terkubur dalam tanah.
Saat kematian datang, orang yang mengumbar nafsu tanpa batas dan tenggelam dalam kenikmatan dunia tak ubahnya seperti orang yang memenuhi perutnya dengan panganan lezat, kemudian memuntahkannya.

Kelezatannya telah hilang, tetapi mualnya tetap terasa. Makin banyak harta yang dinikmati – berupa taman-taman yang indah, budak, emas, perak, dan lain-lain – semakin berat penderitaan yang dirasakan ketika mereka dipisahkan oleh kematian. Beratnya penderitaan itu melebihi derita kematian, karena jiwa yang telah dilekati sifat tamak akan menderita di akhirat akibat nafsu yang tak terpuaskan.
Dunia menipu manusia dengan cara-cara lainnya, seperti menampakkan diri sebagai sesuatu yang remeh dan sepele, tetapi setelah dikejar ternyata ia punya cabang yang begitu banyak dan panjang sehingga seluruh waktu dan energi manusia dihabiskan untuk mengejarnya. Nabi Isa a.s. berkata, “Pecinta dunia ini seperti orang yang minum air laut; semakin banyak minum, semakin haus ia sampai akhirnya mati akibat dahaga yang tak terpuaskan.” Dan Rasulullah saw. bersabda, “Kau tak bisa bergelut dengan dunia tanpa terkotori olehnya, sebagaimana kau tak bisa menyelam tanpa menjadi basah.”
Dunia ini seperti sebuah meja yang terhampar bagi tamu-tamu yang datang dan pergi silih berganti. Di sana disediakan piring-piring emas dan perak, makanan dan wewangian yang berlimpah. Tamu yang bijaksana makan sesuai kebutuhannya, menghirup wewangian, berterima kasih kepada tuan rumah, lalu pergi. Sebaliknya, tamu yang tolol mencoba membawa beberapa piring emas dan perak hanya untuk direnggut kembali dari tangannya sehingga ia akhinya dicampakkan dalam keadaan hina dan malu.
Gambaran tentang sifat dunia yang penuh tipu daya ini akan kita tutup dengan sebuah tamsil pendek berikut ini. Katakanlah ada sebuah kapal yang hendak berlabuh di sebuah pulau berhutan lebat. Kapten kapal berkata kepada para penumpang bahwa ia akan berlabuh selama beberapa jam, dan mereka boleh berjalan-jalan di pantai, tetapi jangan terlalu lama. Akhirnya, para penumpang turun dan berjalan ke berbagai arah.
Kelompok penumpang yang bijaksana akan segera kembali setelah berjalan-jalan sebentar dan mendapati kapal itu kosong sehingga mereka dapat memilih tempat yang paling nyaman. Ada pula para penumpang yang berjalan-jalan lebih lama di pulau itu, mengagumi dedaunan, pepohonan, dan mendengarkan nyanyian burung. Saat kembali ke kapal, ternyata tempat yang paling nyaman telah terisi sehingga mereka terpaksa diam di tempat yang kurang nyaman.
Kelompok penumpang lainnya berjalan-jalan lebih lauh dan lebih lama; mereka menemukan bebatuan berwarna yang sangat indah, lalu membawanya ke kapal. Namun, mereka terpaksa mendekam di bagian paling bawah kapal itu. Batu-batu yang mereka bawa, yang kini keindahannya telah sirna, justru semakin membuat mereka merasa tidak nyaman.
Kelompok penumpang lain berjalan begitu jauh sehingga suara kapten, yang menyeru mereka untuk kembali, tak lagi terdengar. Akhirnya, kapal itu terpaksa berlayar tanpa mereka. Mereka terlunta-lunta di pulau itu tanpa harapan dan akhirnya mati kelaparan, atau menjadi mangsa binatang buas.
Kelompok pertama adalah orang beriman yang sepenuhnya menjauhkan diri dari dunia, dan kelompok terakhir adalah orang kafir yang hanya mengurusi dunia dan sama sekali tidak memedulikan kehidupan akhirat. Dua kelompok lainnya adalah orang beriman, tetapi masih disibukkan oleh dunia yang sesungguhnya tidak berharga.
Meskipun kita telah banyak bicara tentang bahaya dunia, mesti diingat bahwa ada beberapa hal di dunia ini yang tak layak dicela, seperti ilmu dan amal baik. Ilmu dan amal baik yang dibawa seseorang ke akhirat akan memengaruhi nasib dan keadaannya di sana. Terlebih lagi amal yang dibawa adalah amal ibadah yang membuatnya selalu mengingat dan mencintai Allah.

Semua itu, sebagaimana ungkapan Alquran, termasuk “segala yang baik akan abadi”. 
Juga ada beberapa hal baik lainnya di dunia ini, seperti perkawinan, makanan, pakaian, dan lain-lain, yang dipergunakan secara bijak oleh kaum beriman sebagai sarana untuk mencapai dunia yang akan datang. Selain semua hal tersebut, terutama yang memikat pikiran dan memaksa manusia untuk bersetia kepadanya dan mengabaikan akhirat, sungguh merupakan kejahatan yang layak dikutuk, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Dunia ini terkutuk dan segala sesuatu yang terdapat di dalamnya juga terkutuk, kecuali zikir kepada Allah dan segala sesuatu yang mendukungnya.”

---Imam Al-Ghazali, kitab Kimiya As-Sa'adah.

PENTINGNYA GURU DALAM ILMU AGAMA, DAN TIDAK CUKUP BELAJAR SECARA OTODIDAK


Ilmu agama tidak bisa diperoleh dengan Hanya membaca buku atau kitab. Akan tetapi harus talaqqi, belajar secara langsung kepada para ulama yang dipercaya. Hal ini seperti yang menjadi tradisi di dunia pesantren. Al-Hafizh Abu Bakar al-Khathib al-Baghdadi berkata:
لا يؤخذ العلم إلا من أفواه العلماء
Ilmu tidak dapat diperoleh kecuali dari lidah para ulama.

Sebagian ulama salaf berkata:
الذي يأخذ الحديث من الكتب يسمى صحفيا، والذي يأخذ القرآن من المصحف يسمى مصحفيا ولا يسمى قارئا
Orang yang memperoleh hadits dari buku (tanpa berguru) disebut shahafi (pembuka buku). Orang yang mengambil al-Quran dari mushaf, disebut mushafi (pembuka mushaf), dan tidak disebut qari' (pembaca al-Quran).

Mengapa dalam ilmu agama harus belajar melalui seorang guru, dan tidak cukup secara otodidak? Hal ini didasarkan pada hadits-hadits berikut ini.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
يا أيها الناس تعلموا فإنما العلم بالتعلم والفقه بالتفقه

Wahai manusia, belajarlah ilmu. Karena sesungguhnya ilmu hanya diperoleh dengan belajar dan pengetahuan agama hanya diperoleh dengan belajar melalui guru. (Hadits hasan).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
من قال في القرآن برأيه فأصاب فقد أخطأ

Barangsiapa berpendapat mengenai al-Quran dengan pendapatnya sendiri, lalu pendapat itu benar, maka ia telah benar-benar keliru.
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
من قال في القرآن برأيه فليتبوأ مقعده من النار

Barangsiapa yang berpendapat mengenai al-Quran dengan pendapatnya, maka bersiaplah menempati tempatnya di neraka. (Hadits shahih).
Hadits-hadits di atas memberikan pengertian keharusan berguru dalam ilmu agama. Bukan dipelajari secara otodidak dari buku dan Google saja.
Berdasarkan paparan di atas, orang yang belajar ilmu agama secara otodidak atau belajar kepada kaum orientalis tidak bisa dikatakan sebagai orang yang alim, akan tetapi disebut sebagai bahits, peneliti dan pengkaji. Orang semacam ini tidak boleh menjadi rujukan dalam agama.
Membaca secara otodidak itu juga perlu sebagai tambahan, bahkan daripada membaca yang kurang manfaatnya maka lebih baik membaca hal-hal yang ada manfaatnya baik manfaat di dunia atau akhirat.
Wallahu a'lam
X-Steel - Wait