Latest Updates

MAKALAH TAFSIR IBADAH



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.
Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya?
Kekeliruan dalam praktik atau objek aktvitas ibadah yang dilakukan manusia muncul karena mereka tidak menggunakan akal yang jernih sehingga hal itu menjadi sesuatu yang sangat riskan. Penyembahan berhala dan sebagainya, tidak lain karena mereka mengikuti perasaan yang asasi pada dirinya tanpa disertai dengan pemikiran yang jernih.
Jadi walaupun manusia dicipatakan untuk beribadah, realitasnya mereka tidak sedikit yang yang melakukan ibadah yang tidak sesuai dengan tujuan awal penciptaan mereka, maka dalam makalah ini, dianggap perlu untuk menjelaskan tentang bagaiman ibadah yang sebenarnya dan apa status ibadah bagi mereka


B.       Rumusan Masalah
1.      Tafsir Q. S Yasin Ayat 60-62
2.      Tafsir Q. S An-Nahl Ayat 36
3.      Tafsir Q. S Az-Zumar Ayat 2-3
4.      Tafsir Q. S Al-Mukmin Ayat 32
5.      Tafsir Q. S Maryam Ayat 65
6.      Tafsir Q. S Al-Kahf Ayat 110

C.      Sistem Penafsiran (Metode Tafsir)
1.    Metode Tafsir Tahliliy
Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mush-haf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munâsabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas mengenai sabab al-nuzûl (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash (teks) al-Quran tersebut.[1]
2.    Metode Tafsir Ijmâliy
Metode Tafsir Ijmâliy adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan cara mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mush-haf; kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.[2]
Mufassir dengan metode ini, dalam penyampaiannya, menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan idiom yang mirip, bahkan sama dengan al-Quran. Sehingga pembacanya merasakan seolah-olah al-Quran sendiri yang berbicara dengannya. Sehingga dengan demikian dapatlah diperoleh pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna dan sampailah kepada tujuannya dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan metode ini, mufassir juga meneliti, mengkaji dan menyajikan asbâb al-nuzûl atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti Hadis-Hadis yang berhubungan dengannya.
3.      Metode Tafsir Maudhû’iy
Metode tafsir maudhû’iy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.
Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhû’iy, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.[3]
Adapun metode penafsiran yang akan penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah Metode Tafsir Tahlîliy dan Metode Tafsir Ijmâliy.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tafsir Q. S Yasin Ayat 60-62
1.      Ayat
óOs9r& ôygôãr& öNä3ös9Î) ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä cr& žw (#rßç7÷ès? z`»sÜø¤±9$# ( ¼çm¯RÎ) ö/ä3s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇÏÉÈ  Èbr&ur ÎTrßç6ôã$# 4 #x»yd ÔÞºuŽÅÀ ÒOŠÉ)tGó¡B ÇÏÊÈ ôs)s9ur ¨@|Êr& óOä3ZÏB yxÎ7Å_ #·ŽÏWx. ( öNn=sùr& (#qçRqä3s? tbqè=É)÷ès? ÇÏËÈ  
2.      Makna Ayat
60.  Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",
61. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.
62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka Apakah kamu tidak memikirkan[4] ?.
3.      Tafsir Ayat
60. Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam Perjanjian Fitrah, agar kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan hijab keragaman, dan mengikuti ajakan imajinasi
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.
61.  Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak  maqom Tauhid.
62. Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.[5]

B.     Tafsir Q. S An-Nahl Ayat 36
1.      Ayat
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( Nßg÷YÏJsù ô`¨B yyd ª!$# Nßg÷YÏBur ïƨB ôM¤)ym Ïmøn=tã ä's#»n=žÒ9$# 4 (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÌÏÈ  
2.      Makna Ayat
36. dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

3.      Munasabah
            Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah SWT menjelaskan bahwa tindakan yang tepat bagi orang-orang yang musyrik ialah menjatuhkan azab yang membinasakan mereka, seperti dialami oleh orang-orang musyrik sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Mereka tidak dapat memberikan alasan apapun karena Allah SWT telah memberikan bimbingan-Nya melalui rasul. Mereka lebih sering mengikuti ajaran nenek moyang mereka daripada mengikuti wahyu yang membimbing mereka kepada kebenaran. Dalam ayat-ayat berikut Allah menjelaskan bahwa ia telah mengutus kepada tiap-tiap umat seorang rasul untuk memberikan bimbingan wahyu kepada mereka.[6]
4.      Pengertian Global
            Dalam Surat An-Nahl Ayat 36, ayat ini menghibur nabi muhammad SAW, dalam menghadapi para pembangkang dari kaum beliau, seakan-akan ayat ini menyatakan: Allah pun telah mengutusmu, maka ada diantara umatmu yang menerima baik ajakanmu dan ada juga yang membangkang.
            Kata (الْطَّـغُوتَ) thaghut terambil dari kata (طغى) thagha yang pada mulanya berarti melampaui batas. Ia biasa juga dipahami dalam arti berhala-berhala, karana penyembahan berhala adalah sesuatau yang sangat buruk dan melampui batas. Dalam arti yang lebih umum, kata tersebut mencakup segala sikap dan perbuatan yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran, dan sewenang-wenangan terhadap manusia.[7]
            Allah mengabarkan kepada kita untuk meneliti sejarah umat terdahulu, baik umat yang memperoleh dan mendapat petunjuk dari Allah Swt. ataupun ummat yang membangkang karena didalamnya terdapat pelajaran yang berharga bagi manusia dan menjadi bekal agar manusia tidak terjerumus kedalam lubang yang sama untuk kesekian kalinya.
            Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari ayat ini yaitu:
1.      Perintah untuk tidak beribadah selain kepada Allah dan tidak mengingkarinya/kafir.
2.      Perintah untuk menjauhi syaitan dan sekutunya.
3.      Dapat mengambil pelajaran pada setiap kesalahan yang pernah diperbuat oleh ummat terdahulu dan tidak mengulanginya kembali.[8]
7.      Tafsir Ayat
            Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu diutus sesuai dengan Sunatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu diterima oleh orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan menyampaikan mereka kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-orang yang bergelimang dalam kemusyrikan dan jiwanya dikotori oleh noda noda kemaksiatan tidaklah mau menerima bimbingan Rasul itu.
            Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus beberapa utusan kepada tiap-tiap umat yang terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad saw kepada umat manusia seluruhnya. Oleh sebab itu manusia hendaklah mengikuti seruannya, yaitu beribadat hanya kepada Allah SWT yang tidak mempunyai serikat dan larangan mengingkari seruannya, yaitu tidak boleh mengikuti tipu daya setan yang selalu-menghalang-halangi manusia mengikuti jalan yang benar. Setan-setan itu selalu mencari-cari kesempatan untuk menyesatkan manusia.
            Allah SWT berfirman Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”  (Q.S Al Anbiya': 25)
            Dan firman Nya lagi Artinya: Dan tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukun Tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?". (Q.S Az Zukhruf: 45)
            Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa secara yuridis Allah tidak menghendaki hamba Nya menjadi kafir, karena Allah SWT telah melarang mereka itu mengingkari Allah. Larangan itu telah disampaikan melalui Rasul-Nya. Akan tetapi apabila ditinjau dari tabiatnya, maka di antara hamba Nya mungkin saja mengingkari Allah, karena manusia telah diberi pikiran dan diberi kebebasan memilih sesuai dengan kehendaknya. Maka takdir Allah berlaku menurut pilihan mereka itu. Maka apabila ada di antara hamba Nya yang tetap bergelimang dalam kekafiran dan dimasukkan ke neraka Jahanam bersama sama dengan setan-setan mereka, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk membantah, karena Allah telah cukup memberikan akal pikiran serta memberikan pula kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap jalan mana yang harus mereka tempuh. Sedang Allah sendiri tidak menghendaki apabila hamba Nya itu menjadi orang-orang yang kafir.
            Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Allah telah memperingatkan sikap hamba Nya yang mendustakan kebenaran Rasul. Dengan mengancam mereka akan memberikan hukuman di dunia apabila setelah datang peringatan dari Rasul, mereka tidak mau mengubah pendiriannya. Allah SWT menjelaskan bahwa setelah mereka kedatangan Rasul ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan diberi taufik karena mereka telah mempercayai Rasul, menerima petunjuk-petunjuk yang dibawanya serta suka mengamalkan petunjuk-petunjuk itu. Mereka inilah orang-orang yang berbahagia dan selamat dari siksaan Allah. Akan tetapi di antara mereka ada pula yang benar-benar menyimpang tidak mau mengikuti petunjuk Rasul Nya, dan mengikuti tipu daya setan-setan, maka Allah membinasakan mereka dengan hukuman Nya yang sangat pedih. Dan Allah menurunkan pula berbagai macam bencana yang tidak dapat mereka hindari lagi.
            Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada mereka agar berkelana di muka bumi serta menyaksikan negeri-negeri yang didiami oleh orang-orang zalim. Kemudian mereka disuruh melihat bagaimana akhir kehidupan orang-orang yang mendustakan agama Allah. Di dalam ayat ini Allah SWT menyuruh manusia agar mengadakan penelitian terhadap sejarah bangsa yang lain dan membandingkan di antara bangsa-bangsa yang menaati Rasul dengan bangsa-bangsa yang mengingkari seruan Rasul agar mereka dapat membuktikan bagaimana akibat dari bangsa-bangsa itu. Hal ini tiada lain hanyalah karena Allah menginginkan agar mereka itu mau mengikuti seruan Rasul dan melaksanakan seruannya.

C.    Tafsir Q. S Az-Zumar Ayat 2-3
1.      Ayat
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& šøs9Î) |=»tFÅ6ø9$# Èd,ysø9$$Î/ Ïç7ôã$$sù ©!$# $TÁÎ=øƒèC çm©9 šúïÏe$!$# ÇËÈ   Ÿwr& ¬! ß`ƒÏe$!$# ßÈÏ9$sƒø:$# 4 šúïÏ%©!$#ur (#räsƒªB$# ÆÏB ÿ¾ÏmÏRrߊ uä!$uŠÏ9÷rr& $tB öNèdßç6÷ètR žwÎ) !$tRqç/Ìhs)ãÏ9 n<Î) «!$# #s"ø9ã ¨bÎ) ©!$# ãNä3øts óOßgoY÷t/ Îû $tB öNèd ÏmÏù šcqàÿÎ=tGøƒs 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïôgtƒ ô`tB uqèd Ò>É»x. Ö$¤ÿŸ2 ÇÌÈ  
2.      Terjemahan Ayat
2. sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
3.  Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

3.      Tafsir Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3:
(2). Allah SWT menjelaskan bahwa dia menurunkan kepada rasul-Nya kitab Al-Qur'an, dengan membawa kebenaran dan keadilan. Maksud "membawa kebenaran" dalam ayat ini ialah membawa perintah kepada seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah. Kemudian Allah menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah Allah saja, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik atau riya'.
Kebenaran yang terdapat dalam Al-Qur'an itu sesuai dengan kebenaran yang termuat dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul sebelumnya.
(3) Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih.
Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat[9]. Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'. Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :
يا رسول الله انىّ أتصدّق باالشّيء وأصنع الشّيء أريد به وجه الله وثناء النّاس. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : والّذى نفس محمّد بيده لايقبل الله شيئا شورك فيه, ثمّ تلا : ألا لله الدّين الخالص.
Artinya : bahwa seorang laki-laki berkata : "Ya Rasulallah! Sebenarnya saya akan menyedekahkan sesuatu, padahal saya berkeinginan dari perbuatan itu mendapat kerelaan Allah dan mendapat pujian dari manusia. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Demi yang jiwaku didalam kekuasaan-Nya, Allah tidak akan menerima sesuatu yang didalamnya terdapat syirik. Kemudian beliau membaca ayat ini :
ألا لله الدّين الخالض
Ibn 'Arobi berkata : Ayat ini menunjukkan kewajiban niat dalam setiap pekerjaan. Jadi pada dasarnya setiap pekerjaan itu harus didasari keikhlasan. Akan tetapi jangan sampai niat kita mengendorkan semangat kita dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, karena banyak orang yang beranggapan bahwa ketika mereka sudah berniat dengan ikhlas maka sudah cukup bagi mereka dan mereka enggan meningkatkannya. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang mereka kerjakan padahal itu belum seberapa nilainya dimata Allah SWT.
Berkaitan dengan surat Al-Baqarah ayat 21 diatas, ayat ini mengisyaratkan bahwa adanya suatu keharusan bagi setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap orang berdasarkan rasa ikhlas dan taat.
Masih berkaitan dengan keikhlasan dalam beribadah, benar dikatakan bahwa dalam melaksanakan ibadah harus didasari keikhlasan tapi juga harus difahami, ketika seseorang melakukan ibadah secara ikhlas tidak akan tercapai tanpa adanya pertolongan Allah kepada seorang hamba dalam melaksanakan ibadah tersebut. Coba kita cermati firman Allah dalam surat Al-Fatihah
ايّاك نعبد وايّاك نستعين  lafadz ايّاك نعبد  mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia?
Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah.
Jadi arti ayat ini: "kepada engkau sajalah kami tunduk dan berhina diri, dan kepada engkaulah kami memohonkan suatu pertolongan". Pertolongan yang khusus dimohonkan kepada Allah ialah tentang sesuatu yang berada diluar kemampuan dan kekuasaan manusia. " ايّاك" dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa Ibadah dan Isti'anah itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah, selain dari itu untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah, karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat dari pada perasaannya dari pada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan memakai " ايّاك" berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud menghadirkan Allah SWT dalam ingatan, seakan-akan dia berada dimuka kita, dan kepada-Nya dihadapkan pembicaraan dengan khusuk dan tawadu'. Kemudian di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, menurut mereka, mereka tidaklah menyembah pelindung itu melainkan dengan maksud supaya pelindung itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Mereka beribadah bukan karena Allah melainkan kepada sesembahanya.

D.    Tafsir Q. S Al-Mukmin Ayat 32
1.      Ayat
ÏQöqs)»tƒur þÎoTÎ) ß$%s{r& ö/ä3øn=tæ tPöqtƒ ÏŠ$uZ­F9$# ÇÌËÈ  
2.      Makna Ayat
Hai kaumku, Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil.
3.      Tafsir Ayat
Tersebut di dalam catatan al-Quran Surat al-A'raf, bahwasanya setelah binasa ummat Nabi Nuh, ditimbulkan Tuhanlah ummat yang baru, yaitu kaum `Ad dan pula kepada mereka seorang Nabi, yaitu Nabi Hud. Kedatangan Nabi ini, sebagaimana juga kedatangan setiap Nabi kepada kaumnya ialah memberi pimpinan pegangan hidup. Faham primitif yang mendewakan segala yang ganjil, menyembah segala yang bertuah, adalah dari kesalahan berfikir belaka.
Persembahan hanyalah kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Allah. Itulah yang diperingatkan oleh Nabi Hud itu sebagai tersebut dalam ayat 32 di atas. Beliau beri ingat dengan pertanyaan: "Tidakkah kamu takut?" Tidakkah kamu insafi bahwa perbuatanmu yang telah dimulai dengan kesalahan berfikir, akhir kelaknya akan membawa natijah yang salah juga ?

Setelah Sam'an memperingati siksaan duniawi terhadap kaum-kaum dahulu kala, maka dilanjutkan dengan peringatan adanya azab hari akhirat: "Wahai kaumku aku merasa khawatir kamu akan mengalami siksaan di Hari Kiamat, di mana sebagian di antaramu berteriak-teriak minta tolong kepada yang Ian, karena keadaannya begitu dahsyat dan mengerikan. Di hari itu "Ashabul A'raf" (orang-orang yang berada di tempat yang tinggi) sedang menunggu untuk masuk surga memanggil-manggil orang yang mereka kenal wajahnya yang berada di neraka. Demikian pula Ashabul Jannah memanggil pula ahli neraka bahwa mereka telah memperoleh kebahagiaan yang telah dijanjikan Tuhan, dan apakah engkau wahai ahli neraka telah mendapatkan pula dengan sebenarnya apa yang telah diancamkan Tuhan kepadamu? Mereka menjawab: "Benar". Penduduk di neraka dengan tak putus-putusnya minta tolong kepada orang yang berada di surga, agar menuangkan seteguk air bagi mereka atau memberikan apa yang telah dianugerahkan Allah. Tetapi orang yang berada di surga hanya menjawab: "Allah telah mengharamkan keduanya untuk orang-orang kafir". Di hari itu, kata laki-laki mukmin itu; kamu lari dan berpaling ke belakang karena begitu takut dan ngerinya melihat bunga api yang menjilat kian ke mari. Di waktu itu tiada seorang pun yang dapat mencari penolong untuk menyelamatkan dirinya dari azab Allah. Barang siapa yang disesatkan Allah dan tidak diberinya ilham untuk memperoleh jalan yang lurus maka tidaklah ada yang dapat memberinya hidayah yang menunjukkan jalan untuk mencapai kemenangan dan melepaskannya dari siksaan-siksaan. Lafal "dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk", mengisyaratkan bahwa laki-laki yang beriman (Sam'an) itu telah berputus asa, karena kaumnya tidak juga kunjung menerima nasihatnya. Tentang tafsir lafal "Yaumut tanad" (hari panggil memanggil), terdapat beberapa pengertian, yakni: a. Yaumut tanad adalah Hari Kiamat, dinamakan demikian karena waktu Kiamat terjadi bumi berguncang dengan hebatnya yang menimbulkan gempa yang dahsyat. Melihat keadaan yang manakutkan itu manusia berlari-lari ketakutan sambil berteriak saling panggil-memanggil minta tolong untuk menyelamatkan diri. b. Yaumut tanad adalah hari di mana orang-orang kafir dihadapkan pada neraka Jahanam, mereka lari ketakutan menghindarkan diri. Tetapi tiba-tiba malaikat mencegatnya dan menghalau mereka sampai mereka berkumpul kembali untuk diterjunkan ke dalam api neraka. c. Dinamakan Yaumut tanad karena pada waktu malaikat berada di sisi timbangan amal (mizan), bila seseorang ternyata berat timbangan kebaikannya mereka berteriak-teriak kegirangan dengan suara me lengking tinggi, si polan bahagia, si polan bahagia, tidak akan celaka selamanya. Demikian pula kalau seseorang menerima timbangan amalnya ringan dibanding timbangan kebaikannya, mereka akan meratapi hidupnya dengan penuh penyesalan. d. Dinamakan Yaumut tanad karena penduduk neraka dan surga saling panggil memangil. Imam Al-Bagawy menggabungkan semua penafsiran-penafsiran di atas dan memandang seluruh pengertian tersebut dapat diterima

E.     Tafsir Q. S Maryam  Ayat 65
1.      Ayat
>§ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $tBur $yJåks]÷t/ çnôç7ôã$$sù ÷ŽÉ9sÜô¹$#ur ¾ÏmÏ?y»t6ÏèÏ9 4 ö@yd ÞOn=÷ès? ¼çms9 $wŠÏJy ÇÏÎÈ  
2.      Terjemahan Ayat
65. Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
3.      Tafsir ayat
Dialah Yang Menciptakan. Dialah yang meng­atur semuanya dan Dia pula Yang Maha Kuasa dan segala keputusanNya tidaklah dapat dibantah dan dirobah, janganlah mendua hati lagi, jangan ragu dan jangan ada perasaan dalam hati bahwa ada yang kuasa selain Dia, Ujung ayat ini pun adalah salah satu tantangan lagi. Cobalah fikirkan baik-baik, adakah pada perkiraanmu satu kekuasaan lagi yang me­nyamai kekuasaan Allah di dalam mentadbirkan semua langit dan bumi ini?



F.     Tafsir Q. S Al-Kahfi  Ayat 110
1.      Ayat
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ  
2.      Terjemahan Ayat
110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

3.      Tafsir Ayat
Katakanlah kepada mereka: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, mengakui bahwa semua ilmuku tidak sebanding dengan apa yang ada pada Allah, aku mengetahui sekadar apa yang diwahyukan Allah kepadaku, dan tidak tahu yang lainnya kecuali apa yang Allah ajarkan kepadaku. Dan Allah telah mewahyukan kepadaku bahwa: "Yang disembah olehku dan oleh kamu hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi Nya. Oleh karena itu barangsiapa yang mengharapkan pahala dan Allah pada hari perjumpaan dengan Nya, maka hendaklah ia tulus ikhlas dalam ibadahnya, meng Esakan Allah dalam rububiyah dan uluhiyah Nya dan tidak mengadakan syirik baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi seperti ria, karena berbuat sesuatu ingin dipuji orang itu termasuk syirik yang tersembunyi. Dan setelah membersihkan iman dari kemusyrikan itu hendaklah mengerjakan amal saleh yang dikerjakannya semata-mata untuk mencapai keridaan Nya.
 (Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia) anak Adam (seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, 'Bahwa sesungguhnya Rabb kalian itu adalah Tuhan Yang Esa.') huruf Anna di sini Maktufah atau dicegah untuk beramal oleh sebab adanya Ma, sedangkan huruf Ma masih tetap status Mashdarnya. Maksudnya; yang diwahyukan kepadaku mengenai keesaan Tuhan (Barang siapa mengharap) bercita-cita (perjumpaan dengan Rabbnya) setelah dibangkitkan dan menerima pembalasan (maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan di dalam beribadah kepada Rabbnya) yakni sewaktu ia beribadah kepada-Nya, seumpamanya ia hanya ingin pamer (dengan seorang pun").
Thabrani  meriwayatkandari Amr bin Qais al-kuhfi bahwa sesungguhnya dia mendengar Muawiyyah bin Sufyan berkata, “Inilah ayat terakhir surat Al-kahfi.”
Allah Ta’ala berfirman kepada muhammad saw., “katakanlah”, kepada kaum musyrik yang mendustakan kerasulanmu, “sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu.” Barang siapa yang menyangka aku pendusta, maka tampilkanlah perkara yang seperti aku bawa. Sesungguhnya aku tidak mengerti perkara ghaib yang aku ceritakan kepadamu berkenaan dengan masa lalu, yaitu kisah Ash-habul Kahfi dan cerita Zulkarnain seperti yang kamu tanyakan, seandainya Allah tidak memberitahukan kepada ku. Jadi, aku hanya dapat menggambarkan kepadamu”bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang maha Esa”, tiada sekutu bagiNya. “barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan tuhannya” yakni dengan pahala dan balasan yang baik,”maka hendaklah dia mengerjkan amal shaleh”, yaitu amal yang ssesuai dengan syariat Allah,”dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada tuhannya”, yaitu amal yang di tujukan bagi zat Allah yang maha Esa yang tiada sekutu bagi-Nya. Inilah dua sendi dari amal yng makbul. Yaitu, amal tersebut harus ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syariat Rasulullah saw.,
            Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Thawus, ia menceritakan, ada seseorang yang bertanya :”Ya Rasalullah, sesungguhnya aku bersikap dengan beberapa  sikap, yang kukehendaki hanyalah keridhaan Allah, aku igin agar tempatku diperlihatkan.”maka Rasulullah SAW tidak memberikan jawaban sama sekali sehingga turun ayat ini:
)فَمَن كَانَ يَرْجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَـٰلِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ ۤ أَحَدَا(
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
            Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id Abi Fadhalah al Anshari, yang Dia termasuk salah seorang  sahabat, ia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda :
“Jika Allah telah mengumpulkan orang-orang yang hidup pertama dan orang-orang yang hidup terakhir pada hari yang tidak ada keraguan terjadinya. Lalu ada seorang(malaikat) yang berseru:”barang siapa yang dalam suatu perbuatan yang dilakukannya menyekutukan Allah dengan seseorang, maka hendaklah ia meminta pahalanya kepada selain Allah, karena Allah merupakan rabb yang tidak memerlukan sekutu.”(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
            Imam Ahmad juga meriwayatkan dari abu bakrah, ia bercerita, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang beramal  karena sum’ah(agar didengar orang lain), maka Allah akan memperlihatkan sum’ahnya dihadapan seluruh makhluk, dan barangsiapa beramal karena riya’,maka Allah akan memperlihatkan riya’nya dihadapan seluruh makhluk”[10]















BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba membutuhkan terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika demikian maka ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan bentuk ibadah. Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol. Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat dan akhlak orang yang beribadah tersebut.
Allah juga memerintahkan untuk senantiasa beribadah kepadanya karena sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang beriman adalah dapat bertemu dengan rabb-Nya. Serta tidak diperbolehkan menyekutukan Allah dengan segala seseuatu apapun.
B.     Saran
Dengan membaca isi makalah tersebut, sebagai generasi muslim diharapkan untuk dapat mengamalkan apa yang terakndung dalam Al-Quran, sehingga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beriman lagi berilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Departemen Agama RI, Al-Quran Bayan,  Jakarta: Quran Bayan , 2009.
http://alqatiry.blogspot.com/2014/02/segala-urusan-kembali-kepada-allah.html
Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-Azhim. Beriut, Dar al-ma’arif.1415H/1994M..
Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin berikut asbabun nuzul jilid 1,bandung: sinar baru al-gensindo,2004.
Kementrian agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid III juz 7,8,9, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Moh Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Vol:03, Jakarta: Pustaka Lentara hati, 2002.




[1]Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 23.

[2]Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 23.

[3]Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar..., h. 36-37.
[4] Kementrian agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid III juz 7,8,9, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010) h.720
[5] Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin berikut asbabun nuzul jilid 1,(bandung: sinar baru al-gensindo,2004)h.450

[6] Ibid,  hal: 271
[7] Moh Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Vol:03, (Jakarta: Pustaka Lentara hati, 2002), hal:224

[8] Departemen Agama RI, Al-Quran Bayan, ( Jakarta: Quran Bayan , 2009)hal: 271.
[9] http://alqatiry.blogspot.com/2014/02/segala-urusan-kembali-kepada-allah.html
[10] Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-Azhim. Beriut, Dar al-ma’arif.1415H/1994M.hal:308

0 Response to "MAKALAH TAFSIR IBADAH"

Post a Comment

X-Steel - Wait