BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ibadah adalah tindakan
untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain
ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya
tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh
tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta
yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan
mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena
itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Diantaranya ada
golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan
seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan
tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan
ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.
Akhir-akhir ini marak
para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh
kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar
menyikapinya?
Kekeliruan dalam praktik atau objek aktvitas ibadah yang dilakukan manusia
muncul karena mereka tidak menggunakan akal yang jernih sehingga hal itu
menjadi sesuatu yang sangat riskan. Penyembahan berhala dan sebagainya, tidak lain karena mereka mengikuti
perasaan yang asasi pada dirinya tanpa disertai dengan pemikiran yang jernih.
Jadi walaupun manusia dicipatakan untuk beribadah, realitasnya mereka tidak
sedikit yang yang melakukan ibadah yang tidak sesuai dengan tujuan awal
penciptaan mereka, maka dalam makalah ini, dianggap perlu untuk menjelaskan
tentang bagaiman ibadah yang sebenarnya dan apa status ibadah bagi mereka
B. Rumusan Masalah
1. Tafsir Q. S Yasin
Ayat 60-62
2. Tafsir Q. S An-Nahl
Ayat 36
3. Tafsir Q. S Az-Zumar
Ayat 2-3
4. Tafsir Q. S Al-Mukmin
Ayat 32
5. Tafsir Q. S
Maryam Ayat 65
6. Tafsir Q. S
Al-Kahf Ayat 110
C. Sistem Penafsiran (Metode Tafsir)
1.
Metode Tafsir Tahliliy
Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode tafsir
yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya.
Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah
tersusun di dalam mush-haf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti
kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga
mengemukakan munâsabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan
maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas
mengenai sabab al-nuzûl (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil
yang berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabi’in, yang
kadang-kadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan
diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur
dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami
nash (teks) al-Quran tersebut.[1]
2. Metode Tafsir Ijmâliy
Metode Tafsir Ijmâliy adalah suatu metode tafsir
yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan cara mengemukakan makna global. Di
dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai
dengan susunan yang ada di dalam mush-haf; kemudian mengemukakan makna global
yang dimaksud oleh ayat tersebut.[2]
Mufassir dengan metode ini, dalam penyampaiannya, menggunakan
bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan idiom yang mirip, bahkan
sama dengan al-Quran. Sehingga pembacanya merasakan seolah-olah al-Quran
sendiri yang berbicara dengannya. Sehingga dengan demikian dapatlah diperoleh
pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna dan sampailah kepada tujuannya
dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan metode ini,
mufassir juga meneliti, mengkaji dan menyajikan asbâb al-nuzûl atau
peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti
Hadis-Hadis yang berhubungan dengannya.
3. Metode Tafsir Maudhû’iy
Metode tafsir maudhû’iy juga disebut dengan dengan
metode tematik yaitu menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang
sama, dalam arti, sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya
berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.
Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan
serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya
ini dengan metode maudhû’iy, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari
seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang
digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat
memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya,
sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat
menolak segala kritik.[3]
Adapun metode penafsiran yang akan penulis gunakan dalam
pembuatan makalah ini adalah Metode Tafsir Tahlîliy dan Metode Tafsir
Ijmâliy.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tafsir Q. S Yasin Ayat 60-62
1.
Ayat
óOs9r&
ôygôãr&
öNä3ös9Î)
ûÓÍ_t6»t
tPy#uä
cr&
w
(#rßç7÷ès?
z`»sÜø¤±9$#
(
¼çm¯RÎ)
ö/ä3s9
Arßtã
×ûüÎ7B
ÇÏÉÈ Èbr&ur
ÎTrßç6ôã$#
4
#x»yd
ÔÞºuÅÀ
ÒOÉ)tGó¡B
ÇÏÊÈ
ôs)s9ur
¨@|Êr&
óOä3ZÏB
yxÎ7Å_
#·ÏWx.
(
öNn=sùr&
(#qçRqä3s?
tbqè=É)÷ès?
ÇÏËÈ
2.
Makna
Ayat
60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai
Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi kamu",
61. Dan
hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.
62. Sesungguhnya syaitan itu telah
menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka Apakah kamu tidak memikirkan[4] ?.
3.
Tafsir
Ayat
60. Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam
Perjanjian Fitrah, agar kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah
kegelapan hijab keragaman, dan mengikuti ajakan imajinasi
Syetan
adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan
lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah
ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.
61. Jalan yang lurus adalah Jalan
Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak
maqom Tauhid.
62. Penyesatan syetan dari satu generasi
ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab
kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari
akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik
makhluk.
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.[5]
Akal sehat adalah wujud matahati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.[5]
B.
Tafsir Q. S An-Nahl Ayat 36
1.
Ayat
ôs)s9ur
$uZ÷Wyèt/
Îû
Èe@à2
7p¨Bé&
»wqߧ
Âcr&
(#rßç6ôã$#
©!$#
(#qç7Ï^tGô_$#ur
|Nqäó»©Ü9$#
(
Nßg÷YÏJsù
ô`¨B
yyd
ª!$#
Nßg÷YÏBur
ïƨB
ôM¤)ym
Ïmøn=tã
ä's#»n=Ò9$#
4
(#rçÅ¡sù
Îû
ÇÚöF{$#
(#rãÝàR$$sù
y#øx.
c%x.
èpt7É)»tã
úüÎ/Éjs3ßJø9$#
ÇÌÏÈ
2.
Makna
Ayat
36. dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu",
Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul).
3. Munasabah
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah SWT menjelaskan bahwa tindakan yang tepat bagi
orang-orang yang musyrik ialah menjatuhkan azab yang membinasakan mereka,
seperti dialami oleh orang-orang musyrik sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW.
Mereka tidak dapat memberikan alasan apapun karena Allah SWT telah memberikan
bimbingan-Nya melalui rasul. Mereka lebih sering mengikuti ajaran nenek moyang
mereka daripada mengikuti wahyu yang membimbing mereka kepada kebenaran. Dalam
ayat-ayat berikut Allah menjelaskan bahwa ia telah mengutus kepada tiap-tiap
umat seorang rasul untuk memberikan bimbingan wahyu kepada mereka.[6]
4. Pengertian Global
Dalam Surat An-Nahl Ayat 36, ayat ini menghibur nabi muhammad SAW, dalam
menghadapi para pembangkang dari kaum beliau, seakan-akan ayat ini menyatakan:
Allah pun telah mengutusmu, maka ada diantara umatmu yang menerima baik ajakanmu
dan ada juga yang membangkang.
Kata (الْطَّـغُوتَ) thaghut terambil dari kata (طغى) thagha
yang pada mulanya berarti melampaui batas. Ia biasa juga dipahami dalam arti
berhala-berhala, karana penyembahan berhala adalah sesuatau yang sangat buruk
dan melampui batas. Dalam arti yang lebih umum, kata tersebut mencakup segala
sikap dan perbuatan yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan,
pelanggaran, dan sewenang-wenangan terhadap manusia.[7]
Allah mengabarkan kepada kita untuk meneliti sejarah umat terdahulu, baik umat
yang memperoleh dan mendapat petunjuk dari Allah Swt. ataupun ummat yang
membangkang karena didalamnya terdapat pelajaran yang berharga bagi manusia dan
menjadi bekal agar manusia tidak terjerumus kedalam lubang yang sama untuk
kesekian kalinya.
Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari ayat ini yaitu:
1. Perintah untuk tidak beribadah selain kepada Allah dan tidak
mengingkarinya/kafir.
2. Perintah untuk menjauhi syaitan dan sekutunya.
3. Dapat mengambil pelajaran pada setiap kesalahan yang pernah diperbuat oleh
ummat terdahulu dan tidak mengulanginya kembali.[8]
7. Tafsir Ayat
Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu diutus sesuai
dengan Sunatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah
pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu diterima oleh
orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan menyampaikan mereka kepada
kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-orang yang bergelimang
dalam kemusyrikan dan jiwanya dikotori oleh noda noda kemaksiatan tidaklah mau
menerima bimbingan Rasul itu.
Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus beberapa utusan kepada tiap-tiap
umat yang terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad saw kepada umat
manusia seluruhnya. Oleh sebab itu manusia hendaklah mengikuti seruannya, yaitu
beribadat hanya kepada Allah SWT yang tidak mempunyai serikat dan larangan
mengingkari seruannya, yaitu tidak boleh mengikuti tipu daya setan yang
selalu-menghalang-halangi manusia mengikuti jalan yang benar. Setan-setan itu
selalu mencari-cari kesempatan untuk menyesatkan manusia.
Allah SWT berfirman Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum
kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan
(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”
(Q.S Al Anbiya': 25)
Dan firman Nya lagi Artinya: Dan tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang
telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukun Tuhan-tuhan untuk
disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?". (Q.S Az Zukhruf: 45)
Dari uraian tersebut dapatlah dipahami bahwa secara yuridis Allah tidak
menghendaki hamba Nya menjadi kafir, karena Allah SWT telah melarang mereka itu
mengingkari Allah. Larangan itu telah disampaikan melalui Rasul-Nya. Akan
tetapi apabila ditinjau dari tabiatnya, maka di antara hamba Nya mungkin saja
mengingkari Allah, karena manusia telah diberi pikiran dan diberi kebebasan
memilih sesuai dengan kehendaknya. Maka takdir Allah berlaku menurut pilihan
mereka itu. Maka apabila ada di antara hamba Nya yang tetap bergelimang dalam
kekafiran dan dimasukkan ke neraka Jahanam bersama sama dengan setan-setan
mereka, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk membantah, karena Allah telah
cukup memberikan akal pikiran serta memberikan pula kebebasan untuk memilih dan
menentukan sikap jalan mana yang harus mereka tempuh. Sedang Allah sendiri
tidak menghendaki apabila hamba Nya itu menjadi orang-orang yang kafir.
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Allah telah memperingatkan sikap hamba Nya
yang mendustakan kebenaran Rasul. Dengan mengancam mereka akan memberikan
hukuman di dunia apabila setelah datang peringatan dari Rasul, mereka tidak mau
mengubah pendiriannya. Allah SWT menjelaskan bahwa setelah mereka kedatangan
Rasul ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan diberi taufik karena mereka telah
mempercayai Rasul, menerima petunjuk-petunjuk yang dibawanya serta suka
mengamalkan petunjuk-petunjuk itu. Mereka inilah orang-orang yang berbahagia
dan selamat dari siksaan Allah. Akan tetapi di antara mereka ada pula yang
benar-benar menyimpang tidak mau mengikuti petunjuk Rasul Nya, dan mengikuti
tipu daya setan-setan, maka Allah membinasakan mereka dengan hukuman Nya yang
sangat pedih. Dan Allah menurunkan pula berbagai macam bencana yang tidak dapat
mereka hindari lagi.
Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada mereka agar berkelana di muka bumi
serta menyaksikan negeri-negeri yang didiami oleh orang-orang zalim. Kemudian
mereka disuruh melihat bagaimana akhir kehidupan orang-orang yang mendustakan
agama Allah. Di dalam ayat ini Allah SWT menyuruh manusia agar mengadakan
penelitian terhadap sejarah bangsa yang lain dan membandingkan di antara
bangsa-bangsa yang menaati Rasul dengan bangsa-bangsa yang mengingkari seruan
Rasul agar mereka dapat membuktikan bagaimana akibat dari bangsa-bangsa itu.
Hal ini tiada lain hanyalah karena Allah menginginkan agar mereka itu mau
mengikuti seruan Rasul dan melaksanakan seruannya.
C. Tafsir
Q. S Az-Zumar Ayat 2-3
1. Ayat
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& øs9Î) |=»tFÅ6ø9$# Èd,ysø9$$Î/ Ïç7ôã$$sù ©!$# $TÁÎ=øèC çm©9 úïÏe$!$# ÇËÈ wr& ¬! ß`Ïe$!$# ßÈÏ9$sø:$# 4 úïÏ%©!$#ur (#räsªB$# ÆÏB ÿ¾ÏmÏRrß uä!$uÏ9÷rr& $tB öNèdßç6÷ètR wÎ) !$tRqç/Ìhs)ãÏ9 n<Î) «!$# #s"ø9ã ¨bÎ) ©!$# ãNä3øts óOßgoY÷t/ Îû $tB öNèd ÏmÏù cqàÿÎ=tGøs 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïôgt ô`tB uqèd Ò>É»x. Ö$¤ÿ2 ÇÌÈ
2.
Terjemahan
Ayat
2. sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran) dengan (membawa)
kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
3. Ingatlah, hanya kepunyaan
Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar.
3. Tafsir Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3:
(2). Allah SWT menjelaskan bahwa dia menurunkan kepada
rasul-Nya kitab Al-Qur'an, dengan membawa kebenaran dan keadilan. Maksud
"membawa kebenaran" dalam ayat ini ialah membawa perintah kepada
seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah. Kemudian Allah
menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah Allah saja, dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik atau riya'.
Kebenaran yang terdapat
dalam Al-Qur'an itu sesuai dengan kebenaran yang termuat dalam kitab-kitab
Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul sebelumnya.
(3) Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat[9]. Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'. Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :
(3) Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat[9]. Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'. Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :
يا رسول الله
انىّ أتصدّق باالشّيء وأصنع الشّيء أريد به وجه الله وثناء النّاس. فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلّم : والّذى نفس محمّد بيده لايقبل الله شيئا شورك فيه, ثمّ تلا
: ألا لله الدّين الخالص.
Artinya : bahwa seorang
laki-laki berkata : "Ya Rasulallah! Sebenarnya saya akan menyedekahkan
sesuatu, padahal saya berkeinginan dari perbuatan itu mendapat kerelaan Allah
dan mendapat pujian dari manusia. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Demi
yang jiwaku didalam kekuasaan-Nya, Allah tidak akan menerima sesuatu yang
didalamnya terdapat syirik. Kemudian beliau membaca ayat ini :
ألا لله
الدّين الخالض
Ibn 'Arobi berkata :
Ayat ini menunjukkan kewajiban niat dalam setiap pekerjaan. Jadi pada dasarnya
setiap pekerjaan itu harus didasari keikhlasan. Akan tetapi jangan sampai niat
kita mengendorkan semangat kita dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, karena
banyak orang yang beranggapan bahwa ketika mereka sudah berniat dengan ikhlas
maka sudah cukup bagi mereka dan mereka enggan meningkatkannya. Mereka sudah
merasa cukup dengan apa yang mereka kerjakan padahal itu belum seberapa
nilainya dimata Allah SWT.
Berkaitan dengan surat
Al-Baqarah ayat 21 diatas, ayat ini mengisyaratkan bahwa adanya suatu keharusan
bagi setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap orang berdasarkan rasa ikhlas
dan taat.
Masih berkaitan dengan
keikhlasan dalam beribadah, benar dikatakan bahwa dalam melaksanakan ibadah
harus didasari keikhlasan tapi juga harus difahami, ketika seseorang melakukan
ibadah secara ikhlas tidak akan tercapai tanpa adanya pertolongan Allah kepada seorang
hamba dalam melaksanakan ibadah tersebut. Coba kita cermati firman Allah dalam
surat Al-Fatihah
ايّاك نعبد وايّاك نستعين lafadz ايّاك نعبد mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia? Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah.
ايّاك نعبد وايّاك نستعين lafadz ايّاك نعبد mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia? Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah.
Jadi arti ayat ini:
"kepada engkau sajalah kami tunduk dan berhina diri, dan kepada engkaulah
kami memohonkan suatu pertolongan". Pertolongan yang khusus dimohonkan
kepada Allah ialah tentang sesuatu yang berada diluar kemampuan dan kekuasaan
manusia. " ايّاك"
dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa Ibadah dan
Isti'anah itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah, selain dari itu
untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah, karena bagi
seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang
lebih nikmat dan lezat dari pada perasaannya dari pada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui
bahwa dengan memakai " ايّاك" berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan
maksud menghadirkan Allah SWT dalam ingatan, seakan-akan dia berada dimuka
kita, dan kepada-Nya dihadapkan pembicaraan dengan khusuk dan tawadu'. Kemudian
di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah, menurut mereka, mereka tidaklah menyembah pelindung itu melainkan
dengan maksud supaya pelindung itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya. Mereka beribadah bukan karena Allah melainkan kepada
sesembahanya.
D. Tafsir
Q. S Al-Mukmin Ayat 32
1. Ayat
ÏQöqs)»tur þÎoTÎ) ß$%s{r& ö/ä3øn=tæ tPöqt Ï$uZF9$# ÇÌËÈ
2.
Makna
Ayat
Hai kaumku, Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari
panggil-memanggil.
3.
Tafsir
Ayat
Tersebut di dalam
catatan al-Quran Surat al-A'raf, bahwasanya setelah binasa ummat Nabi Nuh,
ditimbulkan Tuhanlah ummat yang baru, yaitu kaum `Ad dan pula kepada mereka
seorang Nabi, yaitu Nabi Hud. Kedatangan Nabi ini, sebagaimana juga kedatangan
setiap Nabi kepada kaumnya ialah memberi pimpinan pegangan hidup. Faham
primitif yang mendewakan segala yang ganjil, menyembah segala yang bertuah,
adalah dari kesalahan berfikir belaka.
Persembahan hanyalah
kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Allah. Itulah yang
diperingatkan oleh Nabi Hud itu sebagai tersebut dalam ayat 32 di atas. Beliau
beri ingat dengan pertanyaan: "Tidakkah kamu takut?" Tidakkah kamu
insafi bahwa perbuatanmu yang telah dimulai dengan kesalahan berfikir, akhir
kelaknya akan membawa natijah yang salah juga ?
Setelah Sam'an
memperingati siksaan duniawi terhadap kaum-kaum dahulu kala, maka dilanjutkan
dengan peringatan adanya azab hari akhirat: "Wahai kaumku aku merasa
khawatir kamu akan mengalami siksaan di Hari Kiamat, di mana sebagian di
antaramu berteriak-teriak minta tolong kepada yang Ian, karena keadaannya
begitu dahsyat dan mengerikan. Di hari itu "Ashabul A'raf"
(orang-orang yang berada di tempat yang tinggi) sedang menunggu untuk masuk
surga memanggil-manggil orang yang mereka kenal wajahnya yang berada di neraka.
Demikian pula Ashabul Jannah memanggil pula ahli neraka bahwa mereka telah
memperoleh kebahagiaan yang telah dijanjikan Tuhan, dan apakah engkau wahai
ahli neraka telah mendapatkan pula dengan sebenarnya apa yang telah diancamkan
Tuhan kepadamu? Mereka menjawab: "Benar". Penduduk di neraka dengan
tak putus-putusnya minta tolong kepada orang yang berada di surga, agar
menuangkan seteguk air bagi mereka atau memberikan apa yang telah dianugerahkan
Allah. Tetapi orang yang berada di surga hanya menjawab: "Allah telah
mengharamkan keduanya untuk orang-orang kafir". Di hari itu, kata
laki-laki mukmin itu; kamu lari dan berpaling ke belakang karena begitu takut
dan ngerinya melihat bunga api yang menjilat kian ke mari. Di waktu itu tiada
seorang pun yang dapat mencari penolong untuk menyelamatkan dirinya dari azab
Allah. Barang siapa yang disesatkan Allah dan tidak diberinya ilham untuk
memperoleh jalan yang lurus maka tidaklah ada yang dapat memberinya hidayah
yang menunjukkan jalan untuk mencapai kemenangan dan melepaskannya dari
siksaan-siksaan. Lafal "dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada
baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk", mengisyaratkan bahwa
laki-laki yang beriman (Sam'an) itu telah berputus asa, karena kaumnya tidak
juga kunjung menerima nasihatnya. Tentang tafsir lafal "Yaumut tanad"
(hari panggil memanggil), terdapat beberapa pengertian, yakni: a. Yaumut tanad
adalah Hari Kiamat, dinamakan demikian karena waktu Kiamat terjadi bumi
berguncang dengan hebatnya yang menimbulkan gempa yang dahsyat. Melihat keadaan
yang manakutkan itu manusia berlari-lari ketakutan sambil berteriak saling
panggil-memanggil minta tolong untuk menyelamatkan diri. b. Yaumut tanad adalah
hari di mana orang-orang kafir dihadapkan pada neraka Jahanam, mereka lari
ketakutan menghindarkan diri. Tetapi tiba-tiba malaikat mencegatnya dan
menghalau mereka sampai mereka berkumpul kembali untuk diterjunkan ke dalam api
neraka. c. Dinamakan Yaumut tanad karena pada waktu malaikat berada di sisi
timbangan amal (mizan), bila seseorang ternyata berat timbangan kebaikannya
mereka berteriak-teriak kegirangan dengan suara me lengking tinggi, si polan
bahagia, si polan bahagia, tidak akan celaka selamanya. Demikian pula kalau
seseorang menerima timbangan amalnya ringan dibanding timbangan kebaikannya,
mereka akan meratapi hidupnya dengan penuh penyesalan. d. Dinamakan Yaumut
tanad karena penduduk neraka dan surga saling panggil memangil. Imam Al-Bagawy
menggabungkan semua penafsiran-penafsiran di atas dan memandang seluruh
pengertian tersebut dapat diterima
E. Tafsir
Q. S Maryam Ayat 65
1.
Ayat
>§ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $tBur $yJåks]÷t/ çnôç7ôã$$sù ÷É9sÜô¹$#ur ¾ÏmÏ?y»t6ÏèÏ9 4 ö@yd ÞOn=÷ès? ¼çms9 $wÏJy ÇÏÎÈ
2.
Terjemahan
Ayat
65. Tuhan (yang menguasai) langit
dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan
berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang
yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
3.
Tafsir
ayat
Dialah Yang
Menciptakan. Dialah yang mengatur semuanya dan Dia pula Yang Maha Kuasa dan
segala keputusanNya tidaklah dapat dibantah dan dirobah, janganlah mendua
hati lagi, jangan ragu dan jangan ada perasaan dalam hati bahwa ada yang kuasa
selain Dia, Ujung ayat ini pun adalah salah satu tantangan lagi. Cobalah
fikirkan baik-baik, adakah pada perkiraanmu satu kekuasaan lagi yang menyamai
kekuasaan Allah di dalam mentadbirkan semua langit dan bumi ini?
F. Tafsir
Q. S Al-Kahfi Ayat 110
1.
Ayat
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ×|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqã ¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_öt uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ wur õ8Îô³ç Íoy$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ
2.
Terjemahan
Ayat
110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
3.
Tafsir
Ayat
Katakanlah kepada mereka:
"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, mengakui bahwa
semua ilmuku tidak sebanding dengan apa yang ada pada Allah, aku mengetahui
sekadar apa yang diwahyukan Allah kepadaku, dan tidak tahu yang lainnya kecuali
apa yang Allah ajarkan kepadaku. Dan Allah telah mewahyukan kepadaku bahwa:
"Yang disembah olehku dan oleh kamu hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, yang
tidak ada sekutu bagi Nya. Oleh karena itu barangsiapa yang mengharapkan pahala
dan Allah pada hari perjumpaan dengan Nya, maka hendaklah ia tulus ikhlas dalam
ibadahnya, meng Esakan Allah dalam rububiyah dan uluhiyah Nya dan tidak
mengadakan syirik baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi seperti
ria, karena berbuat sesuatu ingin dipuji orang itu termasuk syirik yang
tersembunyi. Dan setelah membersihkan iman dari kemusyrikan itu hendaklah
mengerjakan amal saleh yang dikerjakannya semata-mata untuk mencapai keridaan
Nya.
(Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini
hanyalah seorang manusia) anak Adam (seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku,
'Bahwa sesungguhnya Rabb kalian itu adalah Tuhan Yang Esa.') huruf Anna di sini
Maktufah atau dicegah untuk beramal oleh sebab adanya Ma, sedangkan huruf Ma
masih tetap status Mashdarnya. Maksudnya; yang diwahyukan kepadaku mengenai
keesaan Tuhan (Barang siapa mengharap) bercita-cita (perjumpaan dengan Rabbnya)
setelah dibangkitkan dan menerima pembalasan (maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan di dalam beribadah kepada
Rabbnya) yakni sewaktu ia beribadah kepada-Nya, seumpamanya ia hanya ingin
pamer (dengan seorang pun").
Thabrani meriwayatkandari Amr bin Qais al-kuhfi bahwa
sesungguhnya dia mendengar Muawiyyah bin Sufyan berkata, “Inilah ayat terakhir
surat Al-kahfi.”
Allah Ta’ala berfirman kepada
muhammad saw., “katakanlah”, kepada kaum musyrik yang mendustakan kerasulanmu,
“sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu.” Barang siapa yang
menyangka aku pendusta, maka tampilkanlah perkara yang seperti aku bawa.
Sesungguhnya aku tidak mengerti perkara ghaib yang aku ceritakan kepadamu berkenaan
dengan masa lalu, yaitu kisah Ash-habul Kahfi dan cerita Zulkarnain seperti
yang kamu tanyakan, seandainya Allah tidak memberitahukan kepada ku. Jadi, aku
hanya dapat menggambarkan kepadamu”bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang maha Esa”, tiada sekutu bagiNya. “barangsiapa yang mengharap
perjumpaan dengan tuhannya” yakni dengan pahala dan balasan yang baik,”maka
hendaklah dia mengerjkan amal shaleh”, yaitu amal yang ssesuai dengan syariat
Allah,”dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada
tuhannya”, yaitu amal yang di tujukan bagi zat Allah yang maha Esa yang tiada
sekutu bagi-Nya. Inilah dua sendi dari amal yng makbul. Yaitu, amal tersebut
harus ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syariat Rasulullah saw.,
Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Thawus, ia menceritakan, ada seseorang
yang bertanya :”Ya Rasalullah, sesungguhnya aku bersikap dengan beberapa
sikap, yang kukehendaki hanyalah keridhaan Allah, aku igin agar tempatku
diperlihatkan.”maka Rasulullah SAW tidak memberikan jawaban sama sekali
sehingga turun ayat ini:
)فَمَن كَانَ يَرْجُواْ لِقَآءَ
رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَـٰلِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ ۤ
أَحَدَا(
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id Abi Fadhalah al Anshari, yang Dia
termasuk salah seorang sahabat, ia bercerita, aku pernah mendengar
Rasulullah bersabda :
“Jika Allah telah mengumpulkan orang-orang yang hidup
pertama dan orang-orang yang hidup terakhir pada hari yang tidak ada keraguan
terjadinya. Lalu ada seorang(malaikat) yang berseru:”barang siapa yang dalam
suatu perbuatan yang dilakukannya menyekutukan Allah dengan seseorang, maka
hendaklah ia meminta pahalanya kepada selain Allah, karena Allah merupakan rabb
yang tidak memerlukan sekutu.”(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari abu bakrah, ia bercerita, Rasulullah
bersabda:
“Barang siapa yang beramal karena sum’ah(agar
didengar orang lain), maka Allah akan memperlihatkan sum’ahnya dihadapan
seluruh makhluk, dan barangsiapa beramal karena riya’,maka Allah akan
memperlihatkan riya’nya dihadapan seluruh makhluk”[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ibadah adalah suatu perintah dari
Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas.
Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba membutuhkan terhadap
rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi perlu di
ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa tulus
ikhlas kita dalam beramal.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.
Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan
hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah serta
timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika demikian maka
ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik dan yang
dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang tidak didasari
atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas memelihara
tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan bentuk ibadah.
Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol.
Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat
dan akhlak orang yang beribadah tersebut.
Allah juga memerintahkan untuk senantiasa beribadah
kepadanya karena sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang beriman adalah
dapat bertemu dengan rabb-Nya. Serta tidak diperbolehkan menyekutukan Allah
dengan segala seseuatu apapun.
B. Saran
Dengan membaca isi makalah tersebut,
sebagai generasi muslim diharapkan untuk dapat mengamalkan apa yang terakndung
dalam Al-Quran, sehingga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beriman
lagi berilmu.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd
al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Departemen Agama RI, Al-Quran
Bayan, Jakarta: Quran Bayan , 2009.
http://alqatiry.blogspot.com/2014/02/segala-urusan-kembali-kepada-allah.html
Ibnu Katsir.
Tafsir al-Qur’an al-Azhim. Beriut, Dar al-ma’arif.1415H/1994M..
Imam
Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin
berikut asbabun nuzul jilid 1,bandung: sinar baru al-gensindo,2004.
Kementrian
agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid III juz 7,8,9, Jakarta: Lentera
Abadi, 2010.
Moh Quraish Shihab.
Tafsir Al-Misbah Vol:03, Jakarta: Pustaka Lentara hati, 2002.
[1]Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 23.
[2]Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 23.
[3]Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar..., h.
36-37.
[4] Kementrian
agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid III juz 7,8,9, (Jakarta: Lentera
Abadi, 2010) h.720
[5] Imam
Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin
berikut asbabun nuzul jilid 1,(bandung: sinar baru al-gensindo,2004)h.450
[9]
http://alqatiry.blogspot.com/2014/02/segala-urusan-kembali-kepada-allah.html
0 Response to "MAKALAH TAFSIR IBADAH"
Post a Comment