BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membahas hubungan
antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama
adalah melihat : adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu
pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya
diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide
dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat
psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif
atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Sejarah membuktikan bahwa
Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari
satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan
tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada
akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri. Dalam Al qur’an ditemukan
kata-kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali.
Disamping itu, banyak pula ayat-ayat Al qur’an yang menganjurkan untuk
menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya,
Kaitannya dengan ilmu
pengetahuan, dunia telah membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini
yang sejatinya mempunyai referensi berupa Al-Quran. Temuan tentang alam
semesta, nuklir maupun kejadian di masa kini atau jawaban atas pertanyaan
tentang masa lalu, semuanya sudah termaktub dalam Al-Quran. Penafsiran Al-Quran
sendiri seolah tidak pernah selesai, karena setiap saat bisa muncul sesuatu
yang baru, sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti
perkembangan zaman.[1]
Pendapat tersebut diperkuat oleh salah satu pemikir Islam bernama Mohammed
Arkoun yang mengatakan bahwa Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tidak
terbatas, ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi yang baru.
Mengenai fungsi
Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber ilmu, seringkali dikatakan bahwa
seandainya lautan yang ada di dunia ini dijadikan tinta untuk menuliskan
tafsiran-tafsiran ayat Quran, maka sampai lautan itu keringpun ayat-ayat
Al-Quran belum selesai ditafsirkan. Pernyataan ini sekedar menggambarkan betapa
luasnya isi kandungan kitab suci umat Islam ini. Betapa banyaknya ilmu yang
bisa diperoleh dari Al-Quran. Pernyataan ini tersurat juga dalam salah satu
ayat Al-Quran yang berbunyi:
Artinya:
Katakanlah:”kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, meskipun didatangkan tambahan (lautan) sebanyak itu (pula).” (QS.
Al-Kahfi:109)
Oleh karena hal
tersebut diatas, maka dalam kesempatan ini penyusun hendak sedikit mengulas
tentang ayat-ayat Al-Quran yang berisikan tentang ilmu pengetahuan. Semoga apa
yang penyusun sampaikan dalam makalah ini sedikit banyak membantu pembaca dalam
memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang baru.
B. Rumusan Masalah
1. Tafsir Q. Surat
Saba’ Ayat 10-11
2. Tafsir Q. S
Ar-Ra’d Ayat 12-13 dan 17
C.
Sistematika Penafsiran
Adapun metode penafsiran yang akan
penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah Metode Tafsir Tahlîliy
dan Metode Tafsir Ijmâliy, Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode
tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya.
Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah
tersusun di dalam mush-haf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti
kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga
mengemukakan munâsabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan
maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas
mengenai sabab al-nuzûl (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil
yang berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabi’in, yang
kadang-kadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan
diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur
dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami
nash (teks) al-Quran tersebut.[2]
Metode Tafsir Ijmâliy adalah
suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan cara
mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan
membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mush-haf;
kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.[3]
Mufassir dengan metode ini, dalam
penyampaiannya, menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan
idiom yang mirip, bahkan sama dengan al-Quran. Sehingga pembacanya merasakan
seolah-olah al-Quran sendiri yang berbicara dengannya. Sehingga dengan demikian
dapatlah diperoleh pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna dan sampailah
kepada tujuannya dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tafsir Q.S Saba’ Ayat 10-11
a. Teks Ayat
* ôs)s9ur $oY÷s?#uä y¼ãr#y $¨ZÏB WxôÒsù (
ãA$t7Éf»t Î1Íirr& ¼çmyètB uö©Ü9$#ur (
$¨Ys9r&ur çms9 yÏptø:$# ÇÊÉÈ Èbr& ö@uHùå$# ;M»tóÎ7»y öÏds%ur Îû Ï÷£9$# (
(#qè=yJôã$#ur $·sÎ=»|¹ (
ÎoTÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×ÅÁt/ ÇÊÊÈ
b.
Terjemahan
10. Dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari
kami. (kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah
berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
11. (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah
anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku melihat apa
yang kamu kerjakan.
c.
Tafsir
Ayat 10 dan 11
Di antara nikmat dan
karunia Allah yang dianugerahkan kepada Nabi Daud as., ialah suaranya yang
sangat merdu. Diriwayatkan bahwa Nabi Daud as., adalah seorang komponis
pencipta nyanyian yang bersifat keagamaan. Ketika Daud as., menyanyikan
lagu-lagu itu dengan suaranya yang merdu apalagi lagu-lagu itu menggambarkan
pula kebesaran Tuhan kemuliaan dan keagungan-Nya, maka alam sekitarnya bergema
turut mengikuti irama suaranya seakan-akan bukit-bukit, pohon-pohon,
burung-burung dan sebagainya ingat mengingat supaya mengikuti irama yang
dinyanyikan itu. Kita tidak mengetahui bagaimana alam sekitarnya bertasbih dan
bernyanyi bersama Daud sebagaimana diperintahkan Allah kepadanya.[4]
Hal itu memang tidak dapat diketahui oleh manusia sebagai tersebut dalam
firman-Nya:
تسبح له السموات السبع والأرض ومن فيهن وإن من شيء إلا يسبح بحمده ولكن لا
تفقهون تسبيحهم إنه كان حليما غفورا
Artinya. Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya,
tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun. (Q.S. Al Isra': 44)
Mengenai keindahan dan
kemerduan suara Daud as diriwayatkan dalam sebuah hadis sahih bahwa Rasulullah
saw ketika mendengar suara Abu Musa Asy'ary r.a membaca Alquran di waktu malam,
beliau berdiri mendengarkan bacaannya, Kemudian beliau berkata: "Sesungguhnya
orang ini telah dikaruniai Allah suara merdu seperti keluarga Daud.
Di antara nikmat yang
dikaruniakan Allah kepadanya ialah dia dapat menjadikan besi yang keras itu
menjadi lunak seperti lilin dapat dibentuk menurut kemauannya untuk membuat
alat-alat terutama alat peperangan tanpa dipanaskan dengan api sebagaimana yang
bisa dilaksanakan orang, karena ini adalah mukjizat dari Allah yang
dikaruniakan kepadanya.
Dalam
sebuah hadits shahih dijelaskan bahwa Rasulullah saw. mendengar suara Abu Musa al-Asy’ari
saat membaca al-Qur’an di waktu malam, lalu beliau berhenti untuk medengarkan
bacaannya. Kemudian beliau bersabda: “Sungguh dia telah diberikan salah satu
seruling, di antara seruling-seruling keluarga Dawud.”
Makna
firman Allah; awwibii, yaitu bertasbihlah. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu
‘Abbas, Mujahid dan selain keduanya. Maka gunung-gunung dan burung-burung
diiperintahkan utuk berulang-ulang (bertasbih) bersamanya dengan suara mereka.
Firman
Allah: wa alanna laHuu hadiid (“Dan Kami telah melunakkan besi untuknya.”)
al-Hasan al-Basrhri, Qatadah, al-A’masy dan selain mereka berkata: “Dia tidak
perlu memasukkannya ke dalam api dan tidak perlu ditempa dengan kapak besi,
bahkan dia cukup mengurai dengan tangan bagaikan mengurai benang.”
Untuk
itu Allah berfirman: an a’mal saabighaati (“[yaitu] buatlah beju besi yang
besar-besar.”) yaitu baju perang. Qatadah berkata: “Beliau adalah manusia
pertama yang membuatnya.” Padahal sebelumnya berbentuk lempengan besi. Wa
qaddar fis sardi (“Dan ukurlah anyamannya.”) ini adalah pengarahan dari Allah
kepada Nabi-Nya, Dawud as. mengajarkan tentang membuat baju besi.
Mujahid
berkata tentang firman Allah Wa qaddar fis sardi (“Dan ukurlah anyamannya.”):
“Janganlah engkau pukul paku itu, sehingga membengkokkan lingkaran dan jangan
kasar-kasar, sehingga menghancurkannya, dan buatlah dengan ukuran.” Demikian
yang diriwayatkan oleh Qatadah dan lainnnya.
‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas: “As-Sard adalah lingkaran besi.” Sebagian mereka berkata: “Dikatakan dir-u masrudaH (lingkarannya) jika berpaku.” Hal tersebut dibuktikan oleh parkataan seorang penyair: “Keduanya memakai baju besi yang diselesaikan oleh Dawud, dan dia pun membuat baju besi lainnya yang besar-besar.”
‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas: “As-Sard adalah lingkaran besi.” Sebagian mereka berkata: “Dikatakan dir-u masrudaH (lingkarannya) jika berpaku.” Hal tersebut dibuktikan oleh parkataan seorang penyair: “Keduanya memakai baju besi yang diselesaikan oleh Dawud, dan dia pun membuat baju besi lainnya yang besar-besar.”
Firman
Allah: wa’maluu shaalihan (“Dan kerjakanlah amalan yang shalih”) yaitu karena
nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada kalian. Innii bimaa ta’maluuna
bashiirun (“Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.”) yaitu,
Mahamengawasi kalian serta Mahamelihat amal-amal dan perkataan kalian. Tidak
ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Ku.
B. Tafsir Q.S. Ar- Ra’d Ayat 12,13 dan 17
1.
Teks
Ayat
uqèd Ï%©!$# ãNà6Ìã X÷y9ø9$# $]ùöqyz $YèyJsÛur à×Å´Yãur U$ys¡¡9$# tA$s)ÏoW9$# ÇÊËÈ ßxÎm7|¡çur ßôã§9$# ¾ÍnÏôJpt¿2 èps3Í´¯»n=yJø9$#ur ô`ÏB ¾ÏmÏGxÿÅz ã@Åöãur t,Ïãºuq¢Á9$# Ü=ÅÁãsù $pkÍ5 `tB âä!$t±o öNèdur cqä9Ï»pgä Îû «!$# uqèdur ßÏx© ÉA$ysÎRùQ$# ÇÊÌÈ tAtRr& ÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ôMs9$|¡sù 8ptÏ÷rr& $ydÍys)Î/ @yJtGôm$$sù ã@ø¡¡9$# #Yt/y $\Î/#§ 4
$£JÏBur tbrßÏ%qã Ïmøn=tã Îû Í$¨Z9$# uä!$tóÏGö/$# >puù=Ïm ÷rr& 8ì»tFtB Ót/y ¼ã&é#÷WÏiB 4
y7Ï9ºxx. Ü>ÎôØo ª!$# ¨,ysø9$# @ÏÜ»t7ø9$#ur 4
$¨Br'sù ßt/¨9$# Ü=ydõusù [ä!$xÿã_ (
$¨Br&ur $tB ßìxÿZt }¨$¨Z9$# ß]ä3ôJusù Îû ÇÚöF{$# 4
y7Ï9ºxx. Ü>ÎôØo ª!$# tA$sWøBF{$# ÇÊÐÈ
2.
Terjemahan
12. Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk
menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia Mengadakan awan mendung.
13. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula)
Para Malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu
menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan
tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan yang Maha keras siksa-Nya.
17. Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka
mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih
yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat
perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat
kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan.
3.
Tafsir
Ayat 12
Dialah
Tuhan yang memperlihatkan kilat yang menimbulkan ketakutan kepada sebagian
hamba-Nya seperti orang-orang yang sedang bepergian, karena ditimpa hujan atau
disambar petir, dan menimbulkan harapan kepada orang-orang lain seperti
petani-petani yang mengharapkan turunnya hujan untuk mengairi sawah-sawah dan
ladang-ladangnya. Demikian pula segala sesuatu di dunia ini, kadang-kadang
dipandang baik karena dibutuhkan pada masa-masanya yang tertentu, dan
kadang-kadang dipandang buruk mengingat kemudaratannya yang mungkin timbul dan
Allah pula yang mengadakan awan yang mendung yang mengandung air hujan dan
karena beratnya, maka awan yang mengandung itu adanya dekat di atas permukaan
bumi.[5]
4.
Tafsir
Ayat 13
Dan guruh
itu bila mengeluarkan suaranya yang mengguntur, maka suaranya itu adalah bacaan
tasbih seraya memuji kepada Allah sebagai tanda tunduk kepada Allah, menyucikan
Allah dari persekutuan dan pernyataan kelemahan, dibandingkan dengan kekuatan
Penciptanya Yang Maha Luhur dan Maha Agung.[6]
Tiap-tiap benda yang bersuara maka suaranya itu berarti tasbih hanya saja
manusia tidak mengerti bahasanya, seperti dinyatakan dalam firman-Nya:
bÎ)ur `ÏiB >äóÓx« wÎ) ßxÎm7|¡ç ¾ÍnÏ÷Kpt¿2 `Å3»s9ur w tbqßgs)øÿs? öNßgysÎ6ó¡n@ 3
Artinya: Dan
tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak
mengetahui tasbih mereka. (Q.S. Al-Isra': 44)
Diriwayatkan
oleh Bukhari, Ahmad, Turmuzi, Nasa'i dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad saw.
bila mendengar suara guruh dan halilintar suka mendoa demikian: "Ya Allah,
janganlah Engkau membunuh kami dengan kemurkaan-Mu dan janganlah kami
dibinasakan dengan azab-Mu, dan berilah sehat walafiat kepada kami sebelum
itu." Abu Hurairah meriwayatkan pula sebuah hadis yang menyatakan bahwa
Rasulullah saw. bila ada tiupan angin yang keras, atau mendengar suara guruh
berubah warna mukanya, lalu beliau berkata kepada guruh itu: "Maha Suci
Allah, yang engkau bertasbih kepada-Nya." Dan kepada angin beliau berkata:
"Ya Allah jadikanlah angin itu pembawa rahmat dan jangan membawa
azab."
Dan
demikian pula para malaikat bertasbih karena takut kepada Allah dan memuji
kepada-Nya. Dan Allah melepaskan halilintar, lalu mengenai siapa yang Dia
kehendaki dan membinasakannya, namun mereka berbantah-bantahan juga tentang
Allah, tentang sifat-sifat-Nya yang telah diterangkan oleh Rasul-Nya, seperti
ilmu-Nya yang sempurna, kekuasaan-Nya, keesaan-Nya dan ketentuan-Nya dan
menghidupkan manusia kembali di hari kiamat untuk menghadapkan mereka pada hari
pengadilan dan pembalasan. Pada ayat ini Allah swt. menyuruh supaya berlaku sabar
atas keingkaran orang-orang musyrikin yang menuntut supaya Nabi mengemukakan
mukjizat seperti tongkat Musa, mukjizat Isa dan lain-lain padahal Alquran
sendiri adalah mukjizat yang paling besar dan kekal sepanjang masa, tidak dapat
ditiru oleh siapa pun juga. Allah menyuruh Nabi-Nya berlaku sabar itu ialah
dengan pengertian, bahwa mereka itu bukan saja mengingkari kenabianmu, dan
menuntut supaya dikemukakan berbagai mukjizat, bahkan mereka itu sudah
melampaui batas sampai mengingkari ketuhanan Allah dan keesaan-Nya, mengadakan
berbagai sekutu bagi Allah, mengatakan bahwa Allah mempunyai anak, mengingkari
adanya hari berbangkit dan pembalasan. Maka dengan cara demikian Allah swt.[7]
menenteramkan hati Nabi-Nya supaya jangan terlalu sedih dan prihatin menghadapi
semua tantangan itu, dan Dialah Tuhan Yang Maha Keras (siksa-Nya) seperti
dicantumkan dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ
الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ
Artinya: Dan
begitulah azab Tuhanmu apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat
lalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Q.S. Hud:
102)
5. Tafsir Jalalain Surah Ar Ra'd 13
وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ وَيُرْسِلُ
الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ
وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
(Dan
guruh itu bertasbih) yaitu malaikat yang diserahi tugas untuk menggiring mendung
seraya (memuji Allah) artinya ia selalu mengucapkan kalimat 'subhaanallaah wa
bihamdihi' (dan) demikian pula bertasbih (para malaikat karena takut
kepada-Nya) kepada Allah (dan Allah melepaskan halilintar) yaitu api yang
keluar dari mendung (lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki)
kemudian halilintar itu membakarnya. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan
seorang laki-laki yang Nabi saw. mengutus seseorang untuk menyerunya menyembah
Allah. Akan tetapi laki-laki itu menjawab, "Siapakah utusan Allah itu, dan
siapakah Allah itu; apakah ia dari emas atau dari perak atau dari
tembaga." Ketika itu juga turunlah halilintar menyambarnya sehingga hancur
tulang batok kepalanya (dan mereka) orang-orang kafir (berbantah-bantahan)
selalu membantah Nabi saw. (tentang Allah dan Dialah Tuhan Yang Maha Keras
siksa-Nya) Maha Kuat atau Maha Keras azab-Nya.[8]
6. Tafsir Surat 17
Allah
menurunkan air hujan dari langit yang mengandung awan, lalu mengalirkan air
hujan itu di berbagai lembah yang lebar dan yang sempit sesuai dengan
ukurannya. Arus itu akan menimbulkan banyak buih di permukaannya yang merupakan
gumpalan buih yang ikut bergerak dengan arus air dan banyak pula yang
berserak-serak di sampingnya, sehingga bila ada angin kencang yang meniup, maka
buih itu akan segera lenyap dari pandangan mata. Itulah perumpamaan yang
pertama yang dikemukakan oleh Allah swt. tentang kebenaran dan kebatilan dan
tentang keimanan dan kekafiran.[9]
Dan
dari berbagai logam seperti emas, perak, besi, perunggu dan timah ada yang oleh
seorang ahli perhiasan dan pandai besi dilebur dalam api untuk membuat
perhiasan dan alat-alat keperluan rumah tangga, pertanian, pertukangan dan
perindustrian. Inilah perumpamaan yang kedua. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan bagi yang benar dan yang batil. Kebenaran dan kebatilan itu bila
bercampuran, misalnya seperti arus air yang campur dengan buih itu, atau seperti
logam yang dibakar yang sama-sama juga mengeluarkan buih berupa kotoran atau
karat yang semula melekat pada logam itu, kemudian terpisah karena pengaruh api
yang membakarnya. Maka sebagaimana buih yang berada di atas arus air akan
lenyap setelah ada tiupan angin, dan buih yang berada di atas logam yang sedang
dibakar akan hilang pula karena terbakar api, maka demikian pula perkara yang
batil akan hilang musnah bilamana datang hak dan kebenaran yang menimpa
kepadanya. Adapun buih itu akan hilang di pinggir lembah, atau tersangkut pada
pohon atau ditiup angin. Demikian pula kotoran atau karat yang semula melekat
pada logam itu akan habis terbakar, dan yang tinggal tetap di bumi hanya yang
memberi manfaat saja kepada manusia, yaitu airnya yang dapat diminum, digunakan
untuk mengairi tanaman yang bermanfaat bagi manusia dan binatang. Emasnya
digunakan untuk perhiasan dan logam-logam yang lainnya untuk alat rumah tangga,
pertanian dan sebagainya. Dari kedua perumpamaan itu dapat diambil pengertian,
bahwa Allah swt. telah menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad saw. kemudian
disampaikan ke dalam hati manusia yang semuanya tidak sama keadaan dan
persiapannya untuk menerima ayat-ayat Alquran itu. Masing-masing mempunyai
ukurannya tentang bacaannya, pengertiannya, hafalannya, pengamalannya, yang
ayat Alquran itu menjadi unsur kehidupan kerohanian dan kebahagiaan hidup
sebagaimana air menjadi sebab hidupnya semua makhluk.
Di
antara tanah yang ditimpa hujan itu ada yang tandus tidak dapat menumbuhkan
tanam-tanaman, hanya sekadar menyimpan air saja, yang dapat dijadikan sumber
penampungan air jernih. Ada pula tanah yang subur yang setelah disiram dengan
air hujan itu dapat menghasilkan bermacam-macam hasil bumi. Itulah air yang
manfaat bagi manusia dan binatang-binatang. Di antara logam yang dilebur dalam
api seperti emas dan perak, tembaga, perunggu dan timah ada yang dijadikan alat
rumah tangga, pertukangan, perindustrian dan sebagainya. Orang mukmin
diumpamakan seperti air dan logam yang dimanfaatkan oleh manusia dan binatang-binatang,
dan buih semula bercampur kemudian lenyap dengan tiupan angin dan buih logam
yang habis pula dibakar dengan api adalah tamsil bagi kekafiran dan kebatilan
yang akhirnya mesti hancur bila berhadapan dengan hak dan kebenaran, sesuai
dengan firman Allah:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ
الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
Artinya: Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang
batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap." (Q.S. Al-Isra': 81)
Demikianlah
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan yang indah yang dapat menjelaskan kepada
manusia apa yang masih dipandang sulit oleh mereka tentang masalah-masalah
agamanya agar supaya jelas perbedaannya antara yang hak dan yang batil, antara
keimanan dan kekafiran sehingga dapatlah ditempuh jalan petunjuk kepada
kebahagiaan dan dihindari jalan yang dimurkai Tuhan dan yang menyesatkan.
Dengan
memperhatikan perumpamaan-perumpamaan yang tepat dan baik itu niscaya umat
Islam akan menjadi sebaik-baiknya umat yang dikeluarkan untuk menjadi teladan
kepada umat yang lain. Tersebut dalam hadis Bukhari dan Muslim yang
diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asyari:
إن مثل ما بعثني الله من الهدى والعلم
كمثل غيث أصاب أرضا
Artinya: Sesungguhnya
perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus padaku adalah seperti air
hujan yang menimpa bumi.
Di
antaranya ada sebagian bumi yang menerima air itu, lalu menumbuhkan rumput dan
tanam-tanaman dan ada pula tanah yang tandus hanya menyimpan air saja, lalu
Allah memanfaatkan air itu kepada manusia yang meminumnya dan mempergunakannya
untuk mengairi kebun-kebun tanamannya dan ladang-ladangnya, dan ada pula
sebagian tanah yang keras tidak dapat menyimpan air (karena letaknya miring)
dan tidak menyerap air, sehingga tidak menumbuhkan tanaman apa-apa. Itulah
perumpamaan bagi orang yang memahami agama Allah dan memanfaatkan ajaran agama
yang Allah mengutusku untuk menyampaikannya kepada manusia, sehingga ia
mengetahui dan mengajarkannya (kepada orang lain), dan tamsil bagi orang
(kafir) yang sama sekali tidak memperhatikan dan tidak menerima petunjuk Allah
yang mengutusku untuk menyampaikannya. Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari
Abu Hurairah:
مثلي ومثلكم كمثل رجل استوقد نارا فلما
أضاءت ما حولها جعل الفراش وهذه الدواب التي يقعن في النار يقعن فيها وجعل يحجزهن
ويغلبنه فيقتحمن فيها فذلك مثلي ومثلكم أنا آخذ بحجزكم عن النار، هلم عن النار
فتغلبوني فتقتحمون فيها
Artinya: Perumpamaanku dengan kamu adalah bagai seorang laki-laki
yang menyalakan api. Ketika api itu sudah menerangi tempat-tempat di sekelilingnya,
mulailah serangga-serangga dan binatang kecil yang beterbangan itu berjatuhan
ke dalam api, berebut menerobos ke dalamnya dan orang itu mulai menghalangi,
kemudian dikalahkan oleh serangga-serangga, masuklah serangga itu ke dalam api.
Itulah seperti perumpamaan Aku dan kamu. Aku menghalang-halangimu dari api
sedang kamu merepotkan aku dan menerobos masuk ke dalamnya.
BAB
II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan ucapan Allah Subhanahu wa Ta’la yang hendaknya
setiap manusia pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya agar
mempelajarinya dengan pemahaman yang benar, kemudian meyakininya dan
mengamalkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Di antara nikmat yang
dikaruniakan Allah kepada Nabi Daud ialah Suaranya yang sangat merdu dan dia
dapat menjadikan besi yang keras itu menjadi lunak seperti lilin dapat dibentuk
menurut kemauannya untuk membuat alat-alat terutama alat peperangan tanpa
dipanaskan dengan api sebagaimana yang bisa dilaksanakan orang, karena ini
adalah mukjizat dari Allah yang dikaruniakan kepadanya.
Surat Ar-Ra'd lebih banyak menitik beratkan pada pembuktian
kebenaran keesaan Allah, kepastian akan terjadinya hari berbangkit. Dijelaskan
pula tugas-tugas para rasul dan kebenaran dari kitab-kitab suci yang dibawa mereka.
Terhadap mereka yang ingkar dan memusuhi para nabi-nabi itu, diterangkan bahwa
mereka pasti mengalami kegagalan dan kehancuran.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996.
Ahmad
al-Shawy, Tasir al-Shawy, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II.
Al-Baidhawy,
Tafsir al-Baidhawy, Muassasah Sya’ban, Beirut, Juz. III.
Al-Jalalain,
Tafsir al-Jalalain, dicetak dalam Tasir al-Shawy, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah,
Indonesia, Juz. II.
Wisnu
Arya Wardhana, Al Quran dan Energi Nuklir, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2004.
[1] Wisnu Arya
Wardhana, Al Quran dan Energi Nuklir, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004),
hlm. 55.
[2] Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 11.
[3] Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 29
[5] Al-Jalalain,
Tafsir al-Jalalain, dicetak dalam Tasir al-Shawy, Dar Ihya al-Kutub
al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II, Hal. 268
[6] Ahmad
al-Shawy, Tasir al-Shawy, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. II,
Hal. 269
[7] Al-Baidhawy,
Tafsir al-Baidhawy, Muassasah Sya’ban, Beirut, Juz. III, Hal. 150
[9] Al-Baidhawy,
Tafsir al-Baidhawy, Muassasah Sya’ban, Beirut, Juz. III, Hal. 195
0 Response to "Makalah Tafsir tentang ilmu pengetahuan"
Post a Comment