Latest Updates

Makalah Tafsir Kiamat



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Allah telah menciptakan segala sesuatu yang dikehendakinya. Di alam raya ini misalnya, dapat dilihat betapa kemaha besaran Allah sebagai dzat yang agung. Bagaimana langit ditinggikan(QS 88: 18), daratan dihamparkan(QS 88: 20), makhluk hidup diciptakan (QS 16: 4, 5, 8), Allah menghidupkan (QS 22: 6), Allah mengakhiri (QS 22: 1), dan sebagainya. Ada maksud penciptaan pasti terdapat pula tujuan penciptaan, ada awal penciptaan – ada akhir dari penciptaan tersebut, dan sebagainya.
Umat muslim memiliki kepercayaaan (Iman) yang termaktub di dalam rukun Iman agama Islam, yaitu : Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Rasul, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada Hari Akhir, dan Iman kepada Qodlo-Qodar.
Ada dua hal pokok yang berkaitan dengan keimanan. Pertama adalah pembuktian tentang keesaan Allah. Kedua adalah pembuktian tentang hari akhir karena keimanan kepada Allah tidaklah sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir.[1]
Oleh karena itu, disini penulis tertarik untuk mengkaji ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hari akhir.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hari akhir (konteks Islam)
2.      Tafsir Surat Yasin 78-81
3.      Tafsir Q. S Al-Qiamah Ayat 1-20
4.      Tafsir Q. S Al-‘Ala ayat 16-17
5.      Tafsir Q. S Al-Anbiya Ayat 01

C.      Sistematika Penafsiran
Adapun metode penafsiran yang akan penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah Metode Tafsir Tahlîliy dan Metode Tafsir Ijmâliy, Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mush-haf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munâsabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas mengenai sabab al-nuzûl (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash (teks) al-Quran tersebut.[2]
Metode Tafsir Ijmâliy adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan cara mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mush-haf; kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.[3]
Mufassir dengan metode ini, dalam penyampaiannya, menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan idiom yang mirip, bahkan sama dengan al-Quran. Sehingga pembacanya merasakan seolah-olah al-Quran sendiri yang berbicara dengannya. Sehingga dengan demikian dapatlah diperoleh pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna dan sampailah kepada tujuannya dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian hari akhir (konteks Islam)
Salah satu rukun Iman adalah Iman kepada hari akhir (yaumul qiyamah), yaitu percaya akan datangnya ujung dari kehidupan di dunia. Dalam al-qur’an hari akhir dinamakan al-qari’ah, terdapat pada QS. Al-Haqqah : 4 dan QS. Al-Qari’ah : 1, 2, dan 3.[4]
Firman Allah Tahukah kamu, apakah hari kiamat itu ?” (QS. Al-Qari’ah : 3). Menurut Ar-Razi, ayat tersebut mununjukan bahwa manusia tidak tahu sama sekali tentang hari kiamat, manusia hanya memahami bahwa hal tersebut merupakan peristiwa yang luar biasa.
Hari akhir atau kiamat (qiyamat/qiyamah) juga dijelaskan dengan pengertian, hari kiamat adalah hari dihancurkannya secara total kehidupan manusia di dunia dengan ditiupkannya sangkakala pertama oleh malaikat Israfil (dalam masa tersebut tiada lagi kehidupan). Kemudian ditiupkan kembali sangkakala untuk kali kedua yaitu untuk menghidupkan umat manusia sejak Nabi Adam as. hingga umat terakhir, untuk menerima pengadilan Allah.[5]
Hari akhir sering pula disebut sebagai hari kiamat, yaitu hari pembalasan yang hakiki terhadap semua makhluk hidup di dunia yang fana ini.

B.       Tafsir Surat Yasin 78-81
1.      Ayat
z>uŽŸÑur $oYs9 WxsWtB zÓŤtRur ¼çms)ù=yz ( tA$s% `tB ÄÓ÷ÕムzN»sàÏèø9$# }Édur ÒOŠÏBu ÇÐÑÈ   ö@è% $pkŽÍósムüÏ%©!$# !$ydr't±Sr& tA¨rr& ;o§tB ( uqèdur Èe@ä3Î/ @,ù=yz íOŠÎ=tæ ÇÐÒÈ   Ï%©!$# Ÿ@yèy_ /ä3s9 z`ÏiB ̍yf¤±9$# ÎŽ|Ø÷zF{$# #Y$tR !#sŒÎ*sù OçFRr& çm÷ZÏiB tbrßÏ%qè? ÇÑÉÈ   }§øŠs9urr& Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur AÏ»s)Î/ #n?tã br& t,è=øƒs Oßgn=÷WÏB 4 4n?t/ uqèdur ß,»¯=yø9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇÑÊÈ  
2.      Terjemahan
78. dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"
79. Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.
80. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu".
81. dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui.
3.      Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa beberapa orang dari kalangan kaum musyrik antara lain Ubay bin Khalaf dan al-‘As bin Wa’il as-Sahmi, datang pada Rasulullah, dan mereka membawa sepotong tulang yang sudah lapuk. Lalu seorang di antara mereka berkata kepada Rasulullah dengan sikap menantang, “hai Muhammad, apakah engkau berpendapat bahwa  Allah dapat menghidupkan kembali tulang yang telah lapuk ini?”Rasulullah menjawab “tentu, Allah akan membangkitkanmu kembali, dan akan memasukkanmu ke neraka.”
Maka turunlah ayat yang menyebut bahwa orang musyrik yang berkata pada Rasulullah itu telah mengemukakan sesuatu yang menurut pendapatnya merupakan sesuatu yang tidak akan dapat dijawab oleh Rasulullah, karena tulang-belulang yang telah lapuk itu tak mungkin lagi menjadi manusia yang hidup dan utuh. Sebab itu ia mengemukakan pertanyaan, “siapakah yang dapat menghidupkan kembali tulang yang sudah lapuk ini?.[6]

4.      Tafsir
Pada ayat 78 ini dijelaskan tentang keraguan kaum kafir Mekah terhadap adanya hari kebangkitan. Mereka berpendapat demikian karena telah melupakan asal kejadian masing-masing. Mereka diingatkan bahwa Allah telah menciptakan mereka dari setetes mani, sehingga mereka lahir berwujud manusia yang hidup dan utuh.[7] (79) Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menjawab pertanyaan orang-orang tersebut, dengan menegaskan bahwa yang akan menghidupkan tulang-tulang lapuk itu kembali menjadi manusia yang hidup dan utuh adalah Allah yang dahulu telah menciptakannya pada kali pertama, dari tidak ada menjadi ada.[8] (80) Allah memerintahkan  rasul-Nya untuk menjelaskan kepada orang-orang musyrik tersebut yang akan menghidupkan kembali tulang-tulang lapuk tersebut adalah Allah yang telah menciptakan untuk mereka, api yang menyala dari kayu yang semula pohon yang basah dan hijau tetapi kemudian kayu itu menjadi kering sehingga dapat menyalakan api.[9] (81)  Allah mengemukakan pertanyaan kepada orang-orang yang tidak mempercayai hari kebangkitan itu bahwa jika mereka percaya bahwa Allah kuasa menciptakan langit dan bumi ini, mengapa Allah tidak kuasa pula menciptakan sesuatu yang serupa dengan itu. Jawabannya adalah Allah pasti kuasa menciptakannya, karena Dia Maha Pencipta, lagi Maha Mengetahui.[10]
5.      Munasabah
Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan bahwa Allah SWT telah menciptakan dan memberikan bermacam-macam rahmat kepada manusia, antara lain ialah binatang ternak yang mereka jadikan milik masing-masing dan mereka amabil manfaatnya untuk bermacam-macam keperluan hidup. Tetapi sebagian manusia tidak mensyukuri rahmat tersebut,[11] bahkan menyembah selain kepada Allah, yaitu berupa patung yang mereka buat sendiri, padahal patung-patung tersebut tiada membantu sedikitpun pekerjaan mereka. Pada ayat-ayat ini Allah mengingatkan kembali asal mula kejadian manusia, anak cucu Adam tersebut yang sebagian dari mereka memusuhi Allah dan rasul-Nya, dan tidak percaya tentang adanya hari kebangkitan kelak di akhirat.
6.      Analisis
Sebagai manusia yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya karena mereka telah melupakan asal kejadian mereka. Ayat ini diturunkan untuk menunjukkan Kuasa Allah swt, bahwa sesungguhnya Allah dapat menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya. Kaum Yahudi meminta Nabi Muhammad untuk Allah dapat menghidupkan tulang belulang yang telah lapuk, dan pula menghidupkan api pada kayu yang masih hijau dan basah. Sesungguhnya Allah jika menghendaki menciptakan sesuatu, cukuplah dengan firman-Nya “Jadilah” maka terciptalah yang dikehendaki-Nya. Karena Allah menguasai semua yang Ia ciptakan dan hanya kepada-Nya semua kembali.

C.      Tafsir Q. S Al-Qiamah Ayat 1-20
1.      Ayat
Iw ãNÅ¡ø%é& ÏQöquÎ/ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# ÇÊÈ   Iwur ãNÅ¡ø%é& ħøÿ¨Z9$$Î/ ÏptB#§q¯=9$# ÇËÈ   Ü=|¡øtsr& ß`»|¡RM}$# `©9r& yìyJøgªU ¼çmtB$sàÏã ÇÌÈ   4n?t/ tûïÍÏ»s% #n?tã br& yÈhq|¡S ¼çmtR$uZt/ ÇÍÈ   ö@t/ ߃̍ムß`»|¡RM}$# tàføÿuÏ9 ¼çmtB$tBr& ÇÎÈ   ã@t«ó¡o tb$­ƒr& ãPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# ÇÏÈ   #sŒÎ*sù s-̍t/ çŽ|Çt7ø9$# ÇÐÈ   y#|¡yzur ãyJs)ø9$# ÇÑÈ   yìÏHädur ߧ÷K¤±9$# ãyJs)ø9$#ur ÇÒÈ   ãAqà)tƒ ß`»|¡RM}$# >Í´tBöqtƒ tûøïr& xÿpRùQ$# ÇÊÉÈ   žxx. Ÿw uyur ÇÊÊÈ   4n<Î) y7În/u >Í´tBöqtƒ s)tGó¡çRùQ$# ÇÊËÈ   (#às¬6t^ムß`»|¡RM}$# ¥Í´tBöqtƒ $yJÎ/ tP£s% t¨zr&ur ÇÊÌÈ   È@t/ ß`»|¡RM}$# 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ×ouŽÅÁt/ ÇÊÍÈ   öqs9ur 4s+ø9r& ¼çntƒÏŒ$yètB ÇÊÎÈ   Ÿw õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 Ÿ@yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ   ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ   §NèO ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmtR$uŠt/ ÇÊÒÈ   žxx. ö@t/ tbq7ÏtéB s's#Å_$yèø9$# ÇËÉÈ  
2.      Terjemahan
1. aku bersumpah demi hari kiamat,
2. dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)[1530].
3. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?
4. bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.
5. bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
6. ia berkata: "Bilakah hari kiamat itu?"
7. Maka apabila mata terbelalak (ketakutan),
8. dan apabila bulan telah hilang cahayaNya,
9. dan matahari dan bulan dikumpulkan,
10. pada hari itu manusia berkata: "Ke mana tempat berlari?"
11. sekali-kali tidak! tidak ada tempat berlindung!
12. hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali.
13. pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.
14. bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri[1531],
15. meskipun Dia mengemukakan alasan-alasannya.
16. janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya[1532].
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
20. sekali-kali janganlah demikian. sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia,
3.      Tafsir Ayat
Dalam ayat Pertama Allah bersumpah dengan Hari Kiamat. Maksudnya ialah Allah menyatakan dengan tegas bahwa Hari Kiamat itu pasti datang. Karena itu hendaklah manusia bersiap-siap menghadapinya dengan beriman dan mengerjakan amal saleh, karena hari kiamat merupakan hari pembalasan amal.
Dalam ayat kedua Allah bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). Nafsul Lawwamah ialah jiwa yang amat menyesali dirinya terhadap sikap dan tingkah lakunya pada masa lalu yang tidak sempat lagi diisi dengan perbuatan baik. Nafsul Lawwamah juga berarti jiwa yang menyesali dirinya karena berbuat kejahatan, kenapa masih saja tak sanggup dihentikan? Dan pada kebaikan yang disadari manfaatnya kenapa tidak diperbanyak atau dilipat gandakan saja? Begitu Nafsul Lawwamah berkata dan menyesali dirinya sendiri.
Perasaan menyesal itu senantiasa ada walaupun dia berusaha keras sehabis upaya untuk mengerjakan amal saleh. Padahal semuanya pasti akan diperhitungkan kelak. Nafsul Lawwamah juga berarti jiwa yang tak bisa dikendalikan pada waktu senang maupun susah. Waktu senang bersikap boros dan royal, sedang di masa susah menyesali nasibnya dan menjauhi agama.
Nafsul Lawwamah sebenarnya adalah jiwa seorang mukmin yang belum mencapai tingkat yang lebih sempurna. Sebab nafsu ini sering juga disebut Nafsu Syarifah (nafsu yang mulia) yang sebenarnya tidak senang dengan jiwa yang suka memperturutkan perbuatan mendurhakai Allah. Benteng utama dari jiwa seperti ini tetap saja menyesal karena telah melewati hidup di atas dunia dengan kebaikan yang tidak sempurna.
Perlu disebutkan di sini bahwa Allah bersumpah dengan Hari Kiamat dan Nafsul Lawwamah. Apa hubungannya? Sebab karena hari kiamat itu kelak akan membeberkan tentang jiwa seseorang, apakah ia memperoleh kebahagiaan atau sebaliknya, yaitu kecelakaan. Maka jiwa atau Nafsul Lawwamah boleh jadi termasuk golongan yang bahagia atau termasuk golongan yang celaka. Dari segi lain sengaja Allah menyebutkan jiwa yang menyesali dirinya ini karena begitu besarnya persoalan jiwa dari sudut pandangan Alquran. Huruf "La" yang terdapat pada ayat 1 dan 2 di atas adalah "La" (لا) "zaidah" (زائدة) yang menguatkan arti perkataan sesudahnya, yaitu adanya Hari Kiamat dan adanya Nafsu Lawwamah . Allah sendiri menjawab sumpah-Nya biarpun dalam teks ayat tidak disebutkan. Jadi setelah bersumpah dengan Hari Kiamat dan Nafsu Lawwamah , Allah menegaskan,"Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawabanmu".
Apakah manusia mengira, bahwa Allah tidak akan mengumpulkan kembali tulang-belulangnya?. Artinya apakah manusia mengerti bahwa tulangnya yang telah hancur di dalam kubur, setelah berserakan di tempat yang terpisah-pisah tidak dapat dikumpulkan Allah kembali? Ayat yang diungkapkan dengan nada pertanyaan ini mengandung makna agar manusia memikirkan persoalan mati dan adanya hari berbangkit itu secara serius.
Untuk menghilangkan keragu-raguan itu, Allah menegaskan sebenarnya Dia berkuasa menyusun (kembali) jari jemari manusia dengan sempurna. Bahkan Allah sanggup mengumpulkan dan menyusun kembali bagian-bagian tubuh yang hancur itu sekalipun itu adalah bahagian yang terkecil seperti jari-jemari yang begitu banyak ruas dan bukunya, yang andai kata Allah tiada mempunyai ilmu pengetahuan dan kekuasaan yang sempurna, tentu tiada mungkin Ia menyusunnya kembali. Ringkasnya bagaimana tulang-belulang, jari jemari itu tersusun dengan sempurna, maka Allah sanggup mengembalikannya lagi seperti semula.
Diriwayatkan bahwa ayat ke 3 dan ke 4 ini diturunkan karena ulah dua orang yang bernama Adi bin Abi Rabi'ah bersama Akhnasy bin Syuraiq. Adi pernah menjumpai Rasulullah dengan bertanya, "Hai Muhammad, tolong ceritakan kepadaku kapan datang Hari Kiamat itu dan bagaimana keadaan manusia pada waktu itu?" Rasulullah SAW menceritakan apa adanya, Adi menjawab pula, "Demi Allah, andaikata aku melihat dengan mata kepalaku sendiri akan hari itu, aku juga tidak akan membenarkan ucapanmu itu dan aku juga tidak percaya kepadamu dan kepada Hari Kiamat itu. Apakah mungkin hai Muhammad, Allah sanggup mengumpulkan kembali tulang-belulang manusia? Kemudian turunlah ayat ke 4 di atas yang menegaskan kekuasaan Allah sebagai jawaban buat Adi dan orang-orang yang bersikap seperti dia. Karena peristiwa itu, Rasulullah SAW senantiasa berdoa:
اللهم اكفني شر جاري السوء
Artinya:"Ya Allah, jauhkanlah aku dari kejahatan tetanggaku yang (bersikap) jahat".(lihat tafsir Al Maragi, hal. 146, juz 29, jilid X)
            Dalam ayat 5 ini Allah menegaskan bahwa sebenarnya manusia dengan perkembangan pikirannya menyadari bahwa Allah sanggup berbuat begitu, namun kehendak nafsunya mempengaruhi pikirannya.
Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus menerus. Sesungguhnya tidak ada manusia yang tidak mengenal kekuasaan Tuhannya, untuk menghidupkan dan menyusun tulang belulang orang yang sudah mati. Akan tetapi mereka masih ingin bergelimang dengan berbagai laku perbuatan maksiat terus menerus, kemudian menunda-nunda tobat atau menghindari diri dari padanya.
Sesungguhnya manusia yang seperti ini kata sahabat Said ibnu Ubair suka cepat-cepat memperturutkan kehendak hati, berbuat apa saja yang diinginkan. Nafsu selalu menggodanya: "Nanti sajalah aku bertobat; nanti sajalah aku hendak beramal kebaikan," Celakanya dia belum sempat tobat dan beramal kebaikan, malaikat maut sudah lebih dahulu mencabut nyawanya. Padahal pada saat itu sedang asyik dalam perbuatan maksiat".
Boleh jadi juga maksud ayat ini adalah bahwa seseorang selalu berangan-angan: "Betapa nikmatnya kalau aku mendapat ini dan itu, mendapat mobil dan rumah mewah atau jabatan yang empuk, dan seterusnya. namun lupa mengingat mati, lupa dengan akan datangnya hari berbangkit, hari saat nasibnya diperiksa segala pekerjaannya.
Kata-kata "liyafjura" berarti cenderung kepada yang batil, suka menyimpang dari kebenaran. Orang seperti ini ingin hidup bebas seperti binatang. Tidak suka terhalang mengerjakan apa saja karena teguran akal sehat atau larangan agama yang sanggup mengekang keinginannya
Dalam ayat 6 ini Allah menggambarkan sikap orang keras kepala: Ia bertanya, "Bilakah Hari Kiamat itu?" Pertanyaan ini muncul sebagai tanda terlalu jauhnya jangkauan Hari Kiamat itu dalam pikiran si penanya dan menunjukkan ketidak percayaan akan terjadinya. Ini ada hubungannya dengan ayat sebelumnya, yakni: "Kenapa ia terus menerus ingin mengerjakan kejahatan?" Karena mereka mengingkari adanya hari berbangkit. Jadi tidak perlu memikirkan segala akibat dari kejahatan yang telah dilakukan. Banyak ayat yang lain senada dengan itu, umpamanya:
هيهات هيهات لما توعدون إن هي إلا حياتنا الدنيا نموت ونحيا وما نحن بمبعوثين
Artinya: Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu, kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. (Q.S. Al-Mu'minun: 36, 37)
Kalau disimpulkan ada dua sebab ketidak percayaan manusia kepada Hari Kiamat, yakni:
1.      Karena ragu-ragu dengan kekuasaan Allah. Misalnya pikiran yang berpendapat bahwa bahagian tubuh yang sudah hancur dan berserakan serta bercampur aduk dengan tanah, di timur maupun di barat, mungkinkah dapat disusun dan dihidupkan kembali? Bagaimana bisa tubuh manusia yang demikian kembali kepada keadaan semula?. Seperti bunyi ayat 3 dan 4:
أيحسب الإنسان ألن نجمع عظامه بلى قادرين على أن نسوي بنانه
Artinya: "Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna". (Q.S. Al-Bayyinah: 3, 4)
2.      Karena keinginan yang terus-menerus untuk menikmati kesenangan duniawi, dan tidak suka dengan kedatangan kiamat (hari berkumpul dan berhisab) yang tentu memutuskan segala bentuk kesenangan itu, seperti disebutkan dalam ayat ke 5:
بل يريد الإنسان ليفجر أمامه
Artinya:"Bahkan manusia itu sungguh hendak membuat maksiat terus-menerus". (Q.S. Al-Qiyamah: 5)
Dalam ayat-ayat 7-9 Allah menerangkan beberapa tanda kedatangan Hari Kiamat itu dalam tiga hal, yakni:
1.      Apabila mata terbelalak (karena ketakutan). Pada waktu itu tidak sanggup mata menyaksikan sesuatu hal yang sangat dahsyat. Dalam ayat lain tercantum makna yang sama, yakni:
مهطعين مقنعي رءوسهم لا يرتد إليهم طرفهم وأفئدتهم هواء
Artinya: Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong. (Q.S. Ibrahim: 43)
2.      Dan apabila bulan telah hilang cahayanya. Hilangnya cahaya bulan selama-lamanya, bukan seperti keadaan waktu gerhana bulan yang hanya berlangsung sebentar saja.
3.      Dan matahari dan bulan dikumpulkan. Artinya matahari dan bulan saling bertemu, sudah kacau-balau. Keduanya terbit dan terbenam pada tempat yang sama, menyebabkan gelapnya suasana alam semesta ini. Padahal keadaan begitu tidak pernah terjadi, masing-masing berada dalam posisi yang telah ditentukan Allah berfirman:
لا الشمس ينبغي لها أن تدرك القمر ولا الليل سابق النهار وكل في فلك يسبحون
Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Q.S. Yasin: 40)
Jelasnya bahwa di antara peristiwa yang terjadi ketika kedatangan kiamat adalah: manusia sangat ketakutan (terbelalak matanya), hilangnya cahaya bulan untuk selama-lamanya, dan bulan serta matahari dipertemukan (dihancurkan).
Pada saat itulah manusia yang kafir menyadari betapa janji Allah menjadi kenyataan. Semua orang berusaha hendak menyelamatkan diri.
Dalam ayat 10 Allah menegaskan bahwa pada hari itu manusia berkata, "Ke mana tempat lari?" Masing-masing orang berusaha mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Sebagian mengartikan: "Ke mana tempat lari menghindari api neraka? Tentulah manusia yang dimaksudkan adalah orang-orang kafir, karena pada saat itu orang-orang mukmin tidak ada yang menyangsikan kedatangan Hari Kiamat itu seperti disebutkan dalam beberapa hadis Nabi. Tetapi orang-orang kafir itu dapatkah mereka menyelamatkan diri? Tidak
Dalam ayat 11 ditegaskan bahwa sekali-kali tidak ada tempat berlindung. Tiada sesuatu perlindunganpun yang mungkin menyelamatkan mereka dari siksaan Allah. Tiada benteng maupun bukit atau senjata yang dapat dipergunakan. Demikian dalam ayat lain Allah menegaskan:
استجيبوا لربكم من قبل أن يأتي يوم لا مرد له من الله ما لكم من ملجأ يومئذ وما لكم من نكير
Artinya: Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu). (Q.S. Asy Syura: 47)

Kemudian dalam ayat 12 diterangkan keadaan yang sebenarnya dan ke mana manusia hendak dikumpulkan. Hanya kepada Tuhanmu sajalah di hari itu tempat manusia kembali. Di tempat yang celaka penuh kesengsaraan atau di tempat yang penuh nikmat penuh kebahagiaan. Semuanya tergantung kepada kehendak Allah belaka, Dia Penguasa Tunggal di hari itu. Semua manusia kembali kepada Allah tanpa kecuali. Ke sanalah tujuan perjalanan hidup yang terakhir. Allah berfirman:
وأن إلى ربك المنتهى
Artinya: Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).
(Q.S. An Najm: 42)
            Ayat 13 menerangkan bahwa pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Kepada manusia diceritakan ketika telah tiba waktunya menghisab dan menimbang amalannya. Semua akan dibeberkan dengan jelas, mana perbuatan baik yang telah dikerjakan dan mana yang seharusnya dikerjakan tapi tidak sempat lagi dilaksanakannya. Demikian pula mana yang semestinya dahulu diperbuat guna menghindarkan diri dari azab Allah dan mencapai pahala-Nya. Tiada yang luput dari pemberitaan itu, karya yang kecil maupun yang besar, yang baru maupun yang sudah usang.
Ibnu 'Abbas mengartikan ayat ini, yang diceritakan tidak hanya sekadar perbuatan buruk dan baik seseorang menjelang dia meninggal dunia, tetapi juga segala karya, pikiran dan kebiasaannya. Ringkasnya semua orang akan menyaksikan sendiri di hadapannya segala wujud amaliahnya, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain:
وضع الكتاب فترى المجرمين مشفقين مما فيه ويقولون يا ويلتنا مال هذا الكتاب لا يغادر صغيرة ولا كبيرة إلا أحصاها ووجدوا ما عملوا حاضرا ولا يظلم ربك أحدا
Artinya: Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun". (Q.S. Al-Kahfi: 49)

Untuk melengkapi keterangan ini baiklah dikemukakan di sini hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:
سبع يجزى أجرها للعبد بعد موته وهو في قبره مَنْ عَلَّمَ علما أو أجرى نهرا أو حفر بئرا أو غرس ظلا أو بنى مسجدا أو ورَّق مصحفا أو ترك وليا يستغفر له بعد موته.
Artinya: "Tujuh macam perbuatan yang tetap dipahalai Allah bagi seorang hamba setelah kematiannya, ketika ia berada di kuburannya, yakni; Siapa yang mengajarkan ilmu pengetahuan, siapa yang membuat aliran sungai (irigasi), siapa yang menggali telaga, siapa yang menanam pohon pelindung, siapa yang mendirikan mesjid, siapa yang menyebarluaskan kitab suci Alquran, dan siapa yang meninggalkan wali (keturunan) yang selalu memohonkan keampunan buat dia setelah dia meninggal". (H.R. Abu Hurairah dari Qusyairi)

Dalam ayat 14 Allah menjelaskan bahwa diri manusia itu sendiri menjadi saksi, sehingga tak perlu orang lain menceritakan kepadanya karena semua bagian tubuhnya menjadi saksi atas segala yang telah dikerjakannya, dengan jujur tanpa berbohong lagi. Mana yang berbuat jahat kena siksaan dan tak bisa menghindarinya. Demikianlah pendengaran, penglihatan, kaki, tangan dan semuanya membeberkan segala yang telah dikerjakannya. Akan tetapi manusia tetap saja ingin mengajukan berbagai alasan untuk mendebat keputusan Allah.
Dalam ayat 15 dijelaskan bahwa biarpun manusia berusaha mengajukan berbagai alasan guna menutupi segala kesalahannya, menyembunyikan segala perbuatannya yang jelek, namun semua itu tak akan angkat bicara menjadi saksi atas apa yang telah mereka lakukan. Dalam ayat lain disebutkan lagi:
اقرأ كتابك كفى بنفسك اليوم عليك حسيب
Artinya:"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu". (Q.S. Al-Isra': 14)
Dari isyarat ayat di atas dapat pula kita mengambil pelajaran (iktibar), bahwa keyakinan orang musyrik mempersekutukan Allah dan menyembah patung/berhala, serta ketidak percayaan mereka pada hari berbangkit, adalah kepercayaan yang salah. Hati kecil mereka sendiri sesungguhnya tidak mengakui yang demikian. Karena itu segala alasan yang mereka kemukakan guna menolak kebenaran, sebenarnya adalah alasan palsu. Mereka mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak hati nurani sendiri.
Dalam ayat 16 Allah melarang Muhammad SAW menggerakkan lidahnya untuk membaca Alquran karena hendak cepat-cepat menguasainya. Artinya: "Janganlah engkau wahai Rasul menggerak-gerakkan lidah dan bibirmu untuk cepat-cepat menangkap bacaan Jibril karena takut bacaan itu luput dari ingatanmu.
Dalam hadis Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat itu mula-mulanya terlalu berat bagi beliau. Itulah sebabnya ketika Jibril menyampaikan wahyu itu Rasulullah SAW segera saja mengikuti dengan gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput dari ingatan; padahal Jibril belum selesai membaca. Hal ini terjadi ketika turunnya Surah Taha, dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat ke 16 ini tentu beliau sudah tenang dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat menangkapnya. Pada ayat lain terdapat maksud yang sama, yakni:
فتعالى الله الملك الحق ولا تعجل بالقرآن من قبل أن يقضى إليك وحيه وقل رب زدني علما
Artinya: Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". (Q.S. Thaha: 114)
Jelaslah Allah melarang Nabi SAW meniru bacaan Jibril A.S. kalimat demi kalimat sebelum ia selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad SAW menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkannya itu.
Dalam hadis Muslim dari Ibnu Jubair dan Ibnu 'Abbas, beliau menyebutkan pula sebab-sebab turun ayat ke 16 ini, bunyinya:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعالج من التنزيل شدة فكان يحرك شفتيه قال, فقال لي ابن عباس أنا أحرك شفتي كما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يحرك شفتيه فأنزل الله عز وجل لا تحرك لسانك لتعجل به
Artinya: Nabi SAW berusaha menghilangkan kepayahan ketika diturunkan wahyu dengan menggerakkan bibirnya. Maka Ibnu Abbas pun berkata kepadaku (Ibnu Jubair), "Aku menggerakkan bibirku sebagaimana Rasulullah berbuat begitu, maka ia (Ibnu Abbas) pun menggerak-gerakkan bibirnya. Lalu Allah menurunkan ayat: La tuharrik bihi lisanaka lita'jala bihi (janganlah kamu hai Muhammad menggerakkan lidahmu untuk membaca Alquran karena hendak cepat-cepat (menguasainya). (H.R. Muslim)

Dalam ayat 17-18 Allah menjelaskan sebab larangan mengikuti bacaan Jibril ketika dia sedang membacakannya itu, adalah karena: "Sesungguhnya atas tanggungan Allah-lah mengumpulkannya di dalam dada Muhammad dan membuatnya pandai membacanya. Allahlah yang bertanggung jawab bagaimana supaya Alquran itu tersimpan dengan baik dalam dada atau ingatan Muhammad, dan memantapkannya dalam kalbunya. Allah pula yang memberikan bimbingan kepadanya bagaimana cara membaca ayat itu dengan sempurna dan teratur, sehingga Muhammad hafal dan tidak lupa selama-lamanya.
Oleh sebab itu bila Jibril selesai membacakan ayat-ayat yang harus diturunkan, hendaklah Muhammad menuruti membacanya. Nanti Muhammad mendapatkan dirinya selalu ingat dan hafal akan ayat-ayat itu. Tegasnya pada waktu Jibril membaca, hendaklah Muhammad diam dan mendengarkan bacaannya.
Dari sudut lain ayat ini juga berarti: "Bila telah selesai dibacakan kepada Muhammad ayat-ayat Allah hendaklah ia segera mengamalkan hukum-hukum dan syariat-syariatnya.
Semenjak turunnya perintah ini Rasulullah senantiasa mengikuti dan mendengarkan dengan penuh perhatian wahyu yang dibacakan Jibril. Setelah Jibril pergi, barulah beliau membacanya dan bacaannya itu tetap tinggal dalam ingatan beliau. Demikian diterangkan dalam hadis Bukhari dari Siti 'Aisyah.
Ayat 19 menjelaskan adanya jaminan Allah bahwa sesungguhnya atas tanggungan Allah-lah penjelasannya. Maksudnya setelah Jibril selesai membacakan Alquran itu kepada Nabi Muhammad, maka Allah langsung memberikan penjelasan kepada beliau melalui ilham-ilham yang Allah tanamkan ke dalam dada Nabi SAW, sehingga pengertian ayat ini secara sempurna sebagaimana yang dikehendaki Allah dapat diketahui Nabi SAW. Allah pula yang menyampaikan kepada Nabi segala rahasia, hukum-hukum dan pengetahuan Alquran itu secara sempurna. Sehingga dengan begitu tidak dapat diragukan sedikitpun. bahwa sesungguhnya Alquran itu dari sisi Allah SWT.
Dalam ayat 20 Allah kembali mencela kehidupan orang musyrik yang sangat mencintai dunia. Allah menyerukan, "sekali-kali jangan. Sesungguhnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan akhirat". Dengan ayat ini terdapat suatu kesimpulan umum bahwa mencintai kehidupan adalah salah satu tanda watak manusia seluruhnya. Memang sebagian mengharapkan kebahagiaan akhirat, namun yang mencintai hidup dunia serta mendustai adanya hari berbangkit jauh lebih besar jumlahnya.

D.      Tafsir Q. S Al-‘Ala ayat 16-17
1.      Ayat
ö@t/ tbrãÏO÷sè? no4quŠysø9$# $u÷R9$# ÇÊÏÈ   äotÅzFy$#ur ׎öyz #s+ö/r&ur ÇÊÐÈ  
2.      Terjemahan
16. tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
17. sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
3.      Tafsir
Allah Ta’ala berfirman, “tetapi kamu memilih kehidupan duniawi.” Yaitu, kamu lebih mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat dan kamu tampakkan sikap kamu itu dalam merangkul semua yang dapat memmberikan manfaaat dan kemaslahatn di dunia ini saja. “Sedang kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal,” yaitu pahala Allah di akhirat itu lebih baik daripada dunia, dan lebih kekal karena dunia itu akan hilang, sedangkan akhirat itu akan kekal abadi.
Maka bagimanakah seseorang yang berakal lebih mementingkan sesuatu yang akan lenyap daripada sesuatu yang kekal abadi? Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu  Musa Al Asy’ari bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mencintai dunianya, dia akan menyengsarakan akhiratnya. Barang siapa yang sangat mencintai akhirat, ia akan menyengsarakan kehidupan dunianya. Maka utamakanlah yang lebih kekal daripada yang akan lenyap.” (Hadits riwayat Imam Ahmad).

E.  Tafsir Q. S Al-Anbiya Ayat 01
1.      Ayat
z>uŽtIø%$# Ĩ$¨Y=Ï9 öNßgç/$|¡Ïm öNèdur Îû 7's#øÿxî tbqàÊ̍÷èB ÇÊÈ 
2.      Terjemahan
1. Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).
3.      Tafsir
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa hari berhisab untuk manusia sudah dekat. Pada hari berhisab itu kelak akan diperhitungkan semua perbuatan yang telah mereka lakukan selagi mereka hidup di dunia. Selain itu, juga akan diperhitungkan semua nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka, baik nikmat berupa diri mereka sendiri, akal pikiran, makanan dan minuman, serta anak keturunan dan harta benda. Mereka akan ditanya, apakah yang mereka perbuat dengan nikmat itu semuanya? Apakah karunia Allah tersebut mereka gunakan untuk berbuat kebaikan dalam rangka taat kepada-Nya ataukah semuanya itu digunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang membuktikan keingkaran dan kedurhakaan mereka kepada-Nya?
Allah SWT. menegaskan bahwa manusia sesungguhnya lalai terhadap apa yang akan diperbuat Allah kelak terhadap mereka di hari kiamat. Kelalaian itulah yang menyebabkan mereka tidak mau berpikir mengenai hari-hari kiamat itu sehingga mereka tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memperoleh keselamatan diri mereka dari azab Allah.
Sudah jelas, bahwa orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kaum musyrikin. Dan sudah dimaklumi pula bahwa kaum musyrikin itu justru adalah orang-orang yang tidak beriman tentang adanya hari kiamat dan mengingkari adanya hari berbangkit dan hari berhisab. Namun demikian, memperingatkan kepada mereka bahwa hari berhisab sudah dekat. Ini adalah untuk menekankan, bahwa hari kiamat, termasuk hari berbangkit dan hari berhisab, pasti akan datang, walaupun mereka itu tidak mempercayainya; dan hari berhisab itu akan diikuti pula oleh hari-hari pembalasan terhadap amal-amal yang baik ataupun yang buruk.
Kaum musyrikin itu lalai dan tidak mau berpikir tentang nasib jelek yang akan mereka temui kelak pada hari berhisab dan hari pembalasan itu. Padahal, dengan akal sehat semata-mata, orang dapat meyakini, bahwa perbuatan yang baik sepantasnya dibalasi dengan kebaikan pula dan perbuatan yang jahat sepatutnya dibalasi pula dengan azab dan siksa. Akan tetapi karena mereka itu tidak mau memikirkan akibat jelek yang akan mereka peroleh di akhirat kelak, maka mereka senantiasa memalingkan muka menutup telinga, setiap kali mereka diperingatkan, baik dengan ayat-ayat Alquran, maupun dengan ancaman dan sebagainya.












BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dunia ini adalah kenikmatan yang sesaat, seperti halnya permainan. Akan tetapi kita tidak boleh meninggalkan dunia secara mutlak. Kita harus bisa memanfaatkan kehidupan dunia untuk meraih kehidupan akhirat, jangan sampai kita tertipu oleh kemegahan, keindahan, dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang kafir yang terkagum-kagum dengan kehidupan dunia.
Kita harus meyakini bahwasanya kita akan dibangkitkan oleh Allah setelah kita mati, meskipun tubuh kita telah hancur dan yang tersisa hanyalah tulang-belulang. Setelah kita dibangkitkan dari kubur, maka kita kan menghadap kepada Allah untuk menerima pembalasan atas apa yang telah kita lakukan di dunia. Allah SWT. menjelaskan bahwa hari berhisab untuk manusia sudah dekat. Pada hari berhisab itu kelak akan diperhitungkan semua perbuatan yang telah mereka lakukan selagi mereka hidup di dunia. Selain itu, juga akan diperhitungkan semua nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka, baik nikmat berupa diri mereka sendiri, akal pikiran, makanan dan minuman, serta anak keturunan dan harta benda.












DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, .Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Ahsin W. Al-Hafidz,Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Amzah, 2008.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),  Jilid VIII, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, cet. 2, Bandung : Mizan, 2009.





[1]M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 2009), cet. 2, hlm. 107 – 108.
[2] Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 11.

[3] Abd al-Hayy al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 29
[4] M. Quraish Shihab;dkk, Ensiklopedia AL-Qur’an, (Jakarta :Lentera Hati), cet. 1, hlm. 760.

[5] Ahsin W. Al-Hafidz,Kamus Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2008), hlm. 241.
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), , Jilid VIII, hlm. 253-254.
[7] Ibid, hlm. 254.

[8] Ibid, hlm. 255.

[9] Ibid, hlm. 255.

[10] Ibid, hlm. 256.
               
[11] Ibid, hlm. 254.

0 Response to "Makalah Tafsir Kiamat"

Post a Comment

X-Steel - Wait