BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Allah telah menciptakan segala sesuatu yang dikehendakinya. Di alam raya
ini misalnya, dapat dilihat betapa kemaha besaran Allah sebagai dzat yang
agung. Bagaimana langit ditinggikan(QS 88: 18), daratan dihamparkan(QS 88: 20),
makhluk hidup diciptakan (QS 16: 4, 5, 8), Allah menghidupkan (QS 22: 6), Allah
mengakhiri (QS 22: 1), dan sebagainya. Ada maksud penciptaan pasti terdapat
pula tujuan penciptaan, ada awal penciptaan – ada akhir dari penciptaan tersebut,
dan sebagainya.
Umat muslim memiliki
kepercayaaan (Iman) yang termaktub di dalam rukun Iman agama Islam, yaitu :
Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Rasul, Iman kepada
Kitab-kitab Allah, Iman kepada Hari Akhir, dan Iman kepada Qodlo-Qodar.
Ada dua hal pokok yang berkaitan dengan keimanan. Pertama adalah pembuktian tentang keesaan Allah. Kedua adalah pembuktian tentang hari akhir karena keimanan kepada Allah tidaklah sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari
akhir.[1]
Oleh karena itu, disini penulis tertarik untuk mengkaji ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hari akhir.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hari akhir (konteks Islam)
2. Tafsir Surat
Yasin 78-81
3. Tafsir Q. S
Al-Qiamah Ayat 1-20
4. Tafsir Q. S
Al-‘Ala ayat 16-17
5. Tafsir Q. S
Al-Anbiya Ayat 01
C.
Sistematika Penafsiran
Adapun metode penafsiran yang akan
penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah Metode Tafsir Tahlîliy
dan Metode Tafsir Ijmâliy, Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode
tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh
aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang
telah tersusun di dalam mush-haf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan
arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga
mengemukakan munâsabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan
maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas
mengenai sabab al-nuzûl (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil
yang berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabi’in, yang
kadang-kadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan
diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur
dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami
nash (teks) al-Quran tersebut.[2]
Metode Tafsir Ijmâliy adalah
suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan cara
mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan
membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mush-haf;
kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.[3]
Mufassir dengan metode ini, dalam
penyampaiannya, menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan
idiom yang mirip, bahkan sama dengan al-Quran. Sehingga pembacanya merasakan
seolah-olah al-Quran sendiri yang berbicara dengannya. Sehingga dengan demikian
dapatlah diperoleh pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna dan sampailah
kepada tujuannya dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian hari akhir (konteks
Islam)
Salah satu rukun Iman
adalah Iman kepada hari akhir (yaumul qiyamah), yaitu percaya akan datangnya
ujung dari kehidupan di dunia. Dalam al-qur’an hari akhir dinamakan al-qari’ah, terdapat pada QS. Al-Haqqah : 4 dan QS. Al-Qari’ah : 1, 2, dan 3.[4]
Firman Allah “Tahukah kamu, apakah hari kiamat itu ?” (QS. Al-Qari’ah : 3). Menurut Ar-Razi, ayat tersebut mununjukan bahwa manusia tidak tahu sama
sekali tentang hari kiamat, manusia hanya memahami bahwa hal tersebut merupakan
peristiwa yang luar biasa.
Hari akhir atau kiamat
(qiyamat/qiyamah) juga dijelaskan dengan pengertian, hari kiamat adalah hari
dihancurkannya secara total kehidupan manusia di dunia dengan ditiupkannya
sangkakala pertama oleh malaikat Israfil (dalam masa tersebut tiada lagi
kehidupan). Kemudian ditiupkan kembali sangkakala untuk kali kedua yaitu untuk menghidupkan umat manusia
sejak Nabi Adam as. hingga umat terakhir, untuk menerima pengadilan Allah.[5]
Hari akhir sering pula disebut sebagai hari
kiamat, yaitu hari pembalasan yang hakiki terhadap semua makhluk hidup di dunia
yang fana ini.
B.
Tafsir Surat
Yasin 78-81
1.
Ayat
z>uÑur $oYs9 WxsWtB zÓŤtRur ¼çms)ù=yz ( tA$s% `tB ÄÓ÷Õã zN»sàÏèø9$# }Édur ÒOÏBu ÇÐÑÈ ö@è% $pkÍósã üÏ%©!$# !$ydr't±Sr& tA¨rr& ;o§tB ( uqèdur Èe@ä3Î/ @,ù=yz íOÎ=tæ ÇÐÒÈ Ï%©!$# @yèy_ /ä3s9 z`ÏiB Ìyf¤±9$# Î|Ø÷zF{$# #Y$tR !#sÎ*sù OçFRr& çm÷ZÏiB tbrßÏ%qè? ÇÑÉÈ }§øs9urr& Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur AÏ»s)Î/ #n?tã br& t,è=øs Oßgn=÷WÏB 4 4n?t/ uqèdur ß,»¯=yø9$# ÞOÎ=yèø9$# ÇÑÊÈ
2.
Terjemahan
78. dan ia membuat perumpamaan bagi
kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat
menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"
79. Katakanlah: "Ia akan
dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan Dia Maha
mengetahui tentang segala makhluk.
80. Yaitu Tuhan yang menjadikan
untukmu api dari kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu
itu".
81. dan tidaklah Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu?
benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha mengetahui.
3.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
beberapa orang dari kalangan kaum musyrik antara lain Ubay bin Khalaf dan
al-‘As bin Wa’il as-Sahmi, datang pada Rasulullah, dan mereka membawa sepotong
tulang yang sudah lapuk. Lalu seorang di antara mereka berkata kepada
Rasulullah dengan sikap menantang, “hai Muhammad, apakah engkau berpendapat
bahwa Allah dapat menghidupkan kembali
tulang yang telah lapuk ini?”Rasulullah menjawab “tentu, Allah akan
membangkitkanmu kembali, dan akan memasukkanmu ke neraka.”
Maka turunlah ayat yang menyebut bahwa
orang musyrik yang berkata pada Rasulullah itu telah mengemukakan sesuatu yang
menurut pendapatnya merupakan sesuatu yang tidak akan dapat dijawab oleh
Rasulullah, karena tulang-belulang yang telah lapuk itu tak mungkin lagi
menjadi manusia yang hidup dan utuh. Sebab itu ia mengemukakan pertanyaan,
“siapakah yang dapat menghidupkan kembali tulang yang sudah lapuk ini?.[6]
4.
Tafsir
Pada ayat 78 ini
dijelaskan tentang keraguan kaum kafir Mekah terhadap adanya hari kebangkitan.
Mereka berpendapat demikian karena telah melupakan asal kejadian masing-masing.
Mereka diingatkan bahwa Allah telah menciptakan mereka dari setetes mani,
sehingga mereka lahir berwujud manusia yang hidup dan utuh.[7] (79)
Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menjawab pertanyaan orang-orang
tersebut, dengan menegaskan bahwa yang akan menghidupkan tulang-tulang lapuk
itu kembali menjadi manusia yang hidup dan utuh adalah Allah yang dahulu telah
menciptakannya pada kali pertama, dari tidak ada menjadi ada.[8] (80)
Allah memerintahkan rasul-Nya untuk
menjelaskan kepada orang-orang musyrik tersebut yang akan menghidupkan kembali
tulang-tulang lapuk tersebut adalah Allah yang telah menciptakan untuk mereka,
api yang menyala dari kayu yang semula pohon yang basah dan hijau tetapi
kemudian kayu itu menjadi kering sehingga dapat menyalakan api.[9]
(81) Allah mengemukakan pertanyaan
kepada orang-orang yang tidak mempercayai hari kebangkitan itu bahwa jika
mereka percaya bahwa Allah kuasa menciptakan langit dan bumi ini, mengapa Allah
tidak kuasa pula menciptakan sesuatu yang serupa dengan itu. Jawabannya adalah
Allah pasti kuasa menciptakannya, karena Dia Maha Pencipta, lagi Maha
Mengetahui.[10]
5.
Munasabah
Pada ayat-ayat yang
lalu diterangkan bahwa Allah SWT telah menciptakan dan memberikan
bermacam-macam rahmat kepada manusia, antara lain ialah binatang ternak yang
mereka jadikan milik masing-masing dan mereka amabil manfaatnya untuk
bermacam-macam keperluan hidup. Tetapi sebagian manusia tidak mensyukuri rahmat
tersebut,[11]
bahkan menyembah selain kepada Allah, yaitu berupa patung yang mereka buat
sendiri, padahal patung-patung tersebut tiada membantu sedikitpun pekerjaan
mereka. Pada ayat-ayat ini Allah mengingatkan kembali asal mula kejadian
manusia, anak cucu Adam tersebut yang sebagian dari mereka memusuhi Allah dan
rasul-Nya, dan tidak percaya tentang adanya hari kebangkitan kelak di akhirat.
6.
Analisis
Sebagai manusia yang
memusuhi Allah dan Rasul-Nya karena mereka telah melupakan asal kejadian
mereka. Ayat ini diturunkan untuk menunjukkan Kuasa Allah swt, bahwa
sesungguhnya Allah dapat menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya. Kaum Yahudi
meminta Nabi Muhammad untuk Allah dapat menghidupkan tulang belulang yang telah
lapuk, dan pula menghidupkan api pada kayu yang masih hijau dan basah.
Sesungguhnya Allah jika menghendaki menciptakan sesuatu, cukuplah dengan
firman-Nya “Jadilah” maka terciptalah yang dikehendaki-Nya. Karena Allah
menguasai semua yang Ia ciptakan dan hanya kepada-Nya semua kembali.
C.
Tafsir Q. S Al-Qiamah Ayat 1-20
1.
Ayat
Iw ãNÅ¡ø%é& ÏQöquÎ/ ÏpyJ»uÉ)ø9$# ÇÊÈ Iwur ãNÅ¡ø%é& ħøÿ¨Z9$$Î/ ÏptB#§q¯=9$# ÇËÈ Ü=|¡øtsr& ß`»|¡RM}$# `©9r& yìyJøgªU ¼çmtB$sàÏã ÇÌÈ 4n?t/ tûïÍÏ»s% #n?tã br& yÈhq|¡S ¼çmtR$uZt/ ÇÍÈ ö@t/ ßÌã ß`»|¡RM}$# tàføÿuÏ9 ¼çmtB$tBr& ÇÎÈ ã@t«ó¡o tb$r& ãPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# ÇÏÈ #sÎ*sù s-Ìt/ ç|Çt7ø9$# ÇÐÈ y#|¡yzur ãyJs)ø9$# ÇÑÈ yìÏHädur ߧ÷K¤±9$# ãyJs)ø9$#ur ÇÒÈ ãAqà)t ß`»|¡RM}$# >Í´tBöqt tûøïr& xÿpRùQ$# ÇÊÉÈ xx. w uyur ÇÊÊÈ 4n<Î) y7În/u >Í´tBöqt s)tGó¡çRùQ$# ÇÊËÈ (#às¬6t^ã ß`»|¡RM}$# ¥Í´tBöqt $yJÎ/ tP£s% t¨zr&ur ÇÊÌÈ È@t/ ß`»|¡RM}$# 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ×ouÅÁt/ ÇÊÍÈ öqs9ur 4s+ø9r& ¼çntÏ$yètB ÇÊÎÈ w õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 @yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ §NèO ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmtR$ut/ ÇÊÒÈ xx. ö@t/ tbq7ÏtéB s's#Å_$yèø9$# ÇËÉÈ
2.
Terjemahan
1. aku
bersumpah demi hari kiamat,
2. dan aku
bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)[1530].
3. Apakah
manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang
belulangnya?
4. bukan
demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan
sempurna.
5. bahkan
manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
6. ia berkata:
"Bilakah hari kiamat itu?"
7. Maka apabila
mata terbelalak (ketakutan),
8. dan apabila
bulan telah hilang cahayaNya,
9. dan matahari
dan bulan dikumpulkan,
10. pada hari
itu manusia berkata: "Ke mana tempat berlari?"
11. sekali-kali
tidak! tidak ada tempat berlindung!
12. hanya
kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali.
13. pada hari
itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang
dilalaikannya.
14. bahkan
manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri[1531],
15. meskipun
Dia mengemukakan alasan-alasannya.
16. janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya[1532].
17.
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya.
18. apabila
Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
19. Kemudian,
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
20. sekali-kali
janganlah demikian. sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia,
3.
Tafsir Ayat
Dalam ayat Pertama Allah bersumpah
dengan Hari Kiamat. Maksudnya ialah Allah menyatakan dengan tegas bahwa Hari
Kiamat itu pasti datang. Karena itu hendaklah manusia bersiap-siap
menghadapinya dengan beriman dan mengerjakan amal saleh, karena hari kiamat
merupakan hari pembalasan amal.
Dalam ayat kedua Allah bersumpah
dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). Nafsul Lawwamah ialah jiwa
yang amat menyesali dirinya terhadap sikap dan tingkah lakunya pada masa lalu
yang tidak sempat lagi diisi dengan perbuatan baik. Nafsul Lawwamah juga
berarti jiwa yang menyesali dirinya karena berbuat kejahatan, kenapa masih saja
tak sanggup dihentikan? Dan pada kebaikan yang disadari manfaatnya kenapa tidak
diperbanyak atau dilipat gandakan saja? Begitu Nafsul Lawwamah berkata dan menyesali
dirinya sendiri.
Perasaan menyesal itu senantiasa ada walaupun dia berusaha keras sehabis upaya untuk mengerjakan amal saleh. Padahal semuanya pasti akan diperhitungkan kelak. Nafsul Lawwamah juga berarti jiwa yang tak bisa dikendalikan pada waktu senang maupun susah. Waktu senang bersikap boros dan royal, sedang di masa susah menyesali nasibnya dan menjauhi agama.
Perasaan menyesal itu senantiasa ada walaupun dia berusaha keras sehabis upaya untuk mengerjakan amal saleh. Padahal semuanya pasti akan diperhitungkan kelak. Nafsul Lawwamah juga berarti jiwa yang tak bisa dikendalikan pada waktu senang maupun susah. Waktu senang bersikap boros dan royal, sedang di masa susah menyesali nasibnya dan menjauhi agama.
Nafsul Lawwamah sebenarnya adalah
jiwa seorang mukmin yang belum mencapai tingkat yang lebih sempurna. Sebab
nafsu ini sering juga disebut Nafsu Syarifah (nafsu yang mulia) yang sebenarnya
tidak senang dengan jiwa yang suka memperturutkan perbuatan mendurhakai Allah.
Benteng utama dari jiwa seperti ini tetap saja menyesal karena telah melewati
hidup di atas dunia dengan kebaikan yang tidak sempurna.
Perlu disebutkan di sini bahwa Allah
bersumpah dengan Hari Kiamat dan Nafsul Lawwamah. Apa hubungannya? Sebab karena
hari kiamat itu kelak akan membeberkan tentang jiwa seseorang, apakah ia
memperoleh kebahagiaan atau sebaliknya, yaitu kecelakaan. Maka jiwa atau Nafsul
Lawwamah boleh jadi termasuk golongan yang bahagia atau termasuk golongan yang
celaka. Dari segi lain sengaja Allah menyebutkan jiwa yang menyesali dirinya
ini karena begitu besarnya persoalan jiwa dari sudut pandangan Alquran. Huruf
"La" yang terdapat pada ayat 1 dan 2 di atas adalah "La" (لا)
"zaidah" (زائدة) yang menguatkan arti perkataan sesudahnya, yaitu adanya Hari
Kiamat dan adanya Nafsu Lawwamah . Allah sendiri menjawab sumpah-Nya biarpun
dalam teks ayat tidak disebutkan. Jadi setelah bersumpah dengan Hari Kiamat dan
Nafsu Lawwamah , Allah menegaskan,"Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan
dimintai pertanggungjawabanmu".
Apakah manusia mengira, bahwa Allah
tidak akan mengumpulkan kembali tulang-belulangnya?. Artinya apakah manusia
mengerti bahwa tulangnya yang telah hancur di dalam kubur, setelah berserakan
di tempat yang terpisah-pisah tidak dapat dikumpulkan Allah kembali? Ayat yang
diungkapkan dengan nada pertanyaan ini mengandung makna agar manusia memikirkan
persoalan mati dan adanya hari berbangkit itu secara serius.
Untuk menghilangkan keragu-raguan
itu, Allah menegaskan sebenarnya Dia berkuasa menyusun (kembali) jari jemari
manusia dengan sempurna. Bahkan Allah sanggup mengumpulkan dan menyusun kembali
bagian-bagian tubuh yang hancur itu sekalipun itu adalah bahagian yang terkecil
seperti jari-jemari yang begitu banyak ruas dan bukunya, yang andai kata Allah
tiada mempunyai ilmu pengetahuan dan kekuasaan yang sempurna, tentu tiada
mungkin Ia menyusunnya kembali. Ringkasnya bagaimana tulang-belulang, jari
jemari itu tersusun dengan sempurna, maka Allah sanggup mengembalikannya lagi
seperti semula.
Diriwayatkan bahwa ayat ke 3 dan ke 4 ini diturunkan karena ulah dua orang yang bernama Adi bin Abi Rabi'ah bersama Akhnasy bin Syuraiq. Adi pernah menjumpai Rasulullah dengan bertanya, "Hai Muhammad, tolong ceritakan kepadaku kapan datang Hari Kiamat itu dan bagaimana keadaan manusia pada waktu itu?" Rasulullah SAW menceritakan apa adanya, Adi menjawab pula, "Demi Allah, andaikata aku melihat dengan mata kepalaku sendiri akan hari itu, aku juga tidak akan membenarkan ucapanmu itu dan aku juga tidak percaya kepadamu dan kepada Hari Kiamat itu. Apakah mungkin hai Muhammad, Allah sanggup mengumpulkan kembali tulang-belulang manusia? Kemudian turunlah ayat ke 4 di atas yang menegaskan kekuasaan Allah sebagai jawaban buat Adi dan orang-orang yang bersikap seperti dia. Karena peristiwa itu, Rasulullah SAW senantiasa berdoa:
Diriwayatkan bahwa ayat ke 3 dan ke 4 ini diturunkan karena ulah dua orang yang bernama Adi bin Abi Rabi'ah bersama Akhnasy bin Syuraiq. Adi pernah menjumpai Rasulullah dengan bertanya, "Hai Muhammad, tolong ceritakan kepadaku kapan datang Hari Kiamat itu dan bagaimana keadaan manusia pada waktu itu?" Rasulullah SAW menceritakan apa adanya, Adi menjawab pula, "Demi Allah, andaikata aku melihat dengan mata kepalaku sendiri akan hari itu, aku juga tidak akan membenarkan ucapanmu itu dan aku juga tidak percaya kepadamu dan kepada Hari Kiamat itu. Apakah mungkin hai Muhammad, Allah sanggup mengumpulkan kembali tulang-belulang manusia? Kemudian turunlah ayat ke 4 di atas yang menegaskan kekuasaan Allah sebagai jawaban buat Adi dan orang-orang yang bersikap seperti dia. Karena peristiwa itu, Rasulullah SAW senantiasa berdoa:
اللهم اكفني
شر جاري السوء
Artinya:"Ya Allah, jauhkanlah aku dari kejahatan
tetanggaku yang (bersikap) jahat".(lihat tafsir Al Maragi, hal. 146, juz
29, jilid X)
Dalam
ayat 5 ini Allah menegaskan bahwa sebenarnya manusia dengan perkembangan
pikirannya menyadari bahwa Allah sanggup berbuat begitu, namun kehendak nafsunya
mempengaruhi pikirannya.
Bahkan manusia itu hendak berbuat
maksiat terus menerus. Sesungguhnya tidak ada manusia yang tidak mengenal
kekuasaan Tuhannya, untuk menghidupkan dan menyusun tulang belulang orang yang
sudah mati. Akan tetapi mereka masih ingin bergelimang dengan berbagai laku
perbuatan maksiat terus menerus, kemudian menunda-nunda tobat atau menghindari
diri dari padanya.
Sesungguhnya manusia yang seperti ini kata sahabat Said ibnu Ubair suka cepat-cepat memperturutkan kehendak hati, berbuat apa saja yang diinginkan. Nafsu selalu menggodanya: "Nanti sajalah aku bertobat; nanti sajalah aku hendak beramal kebaikan," Celakanya dia belum sempat tobat dan beramal kebaikan, malaikat maut sudah lebih dahulu mencabut nyawanya. Padahal pada saat itu sedang asyik dalam perbuatan maksiat".
Sesungguhnya manusia yang seperti ini kata sahabat Said ibnu Ubair suka cepat-cepat memperturutkan kehendak hati, berbuat apa saja yang diinginkan. Nafsu selalu menggodanya: "Nanti sajalah aku bertobat; nanti sajalah aku hendak beramal kebaikan," Celakanya dia belum sempat tobat dan beramal kebaikan, malaikat maut sudah lebih dahulu mencabut nyawanya. Padahal pada saat itu sedang asyik dalam perbuatan maksiat".
Boleh jadi juga maksud ayat ini
adalah bahwa seseorang selalu berangan-angan: "Betapa nikmatnya kalau aku
mendapat ini dan itu, mendapat mobil dan rumah mewah atau jabatan yang empuk,
dan seterusnya. namun lupa mengingat mati, lupa dengan akan datangnya hari
berbangkit, hari saat nasibnya diperiksa segala pekerjaannya.
Kata-kata "liyafjura"
berarti cenderung kepada yang batil, suka menyimpang dari kebenaran. Orang
seperti ini ingin hidup bebas seperti binatang. Tidak suka terhalang
mengerjakan apa saja karena teguran akal sehat atau larangan agama yang sanggup
mengekang keinginannya
Dalam ayat 6 ini Allah menggambarkan
sikap orang keras kepala: Ia bertanya, "Bilakah Hari Kiamat itu?"
Pertanyaan ini muncul sebagai tanda terlalu jauhnya jangkauan Hari Kiamat itu
dalam pikiran si penanya dan menunjukkan ketidak percayaan akan terjadinya. Ini
ada hubungannya dengan ayat sebelumnya, yakni: "Kenapa ia terus menerus
ingin mengerjakan kejahatan?" Karena mereka mengingkari adanya hari
berbangkit. Jadi tidak perlu memikirkan segala akibat dari kejahatan yang telah
dilakukan. Banyak ayat yang lain senada dengan itu, umpamanya:
هيهات هيهات لما توعدون إن هي إلا حياتنا الدنيا نموت
ونحيا وما نحن بمبعوثين
Artinya: Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu
itu, kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati
dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. (Q.S. Al-Mu'minun:
36, 37)
Kalau disimpulkan ada dua sebab
ketidak percayaan manusia kepada Hari Kiamat, yakni:
1.
Karena ragu-ragu dengan kekuasaan
Allah. Misalnya pikiran yang berpendapat bahwa bahagian tubuh yang sudah hancur
dan berserakan serta bercampur aduk dengan tanah, di timur maupun di barat,
mungkinkah dapat disusun dan dihidupkan kembali? Bagaimana bisa tubuh manusia
yang demikian kembali kepada keadaan semula?. Seperti bunyi ayat 3 dan 4:
أيحسب
الإنسان ألن نجمع عظامه بلى قادرين على أن نسوي بنانه
Artinya: "Apakah
manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali)
tulang-belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna". (Q.S. Al-Bayyinah: 3, 4)
2.
Karena keinginan yang terus-menerus
untuk menikmati kesenangan duniawi, dan tidak suka dengan kedatangan kiamat
(hari berkumpul dan berhisab) yang tentu memutuskan segala bentuk kesenangan
itu, seperti disebutkan dalam ayat ke 5:
بل يريد
الإنسان ليفجر أمامه
Artinya:"Bahkan manusia itu sungguh hendak membuat
maksiat terus-menerus". (Q.S. Al-Qiyamah: 5)
Dalam ayat-ayat 7-9 Allah
menerangkan beberapa tanda kedatangan Hari Kiamat itu dalam tiga hal, yakni:
1.
Apabila mata terbelalak (karena
ketakutan). Pada waktu itu tidak sanggup mata menyaksikan sesuatu hal yang
sangat dahsyat. Dalam ayat lain tercantum makna yang sama, yakni:
مهطعين مقنعي
رءوسهم لا يرتد إليهم طرفهم وأفئدتهم هواء
Artinya: Mereka
datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang
mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong. (Q.S. Ibrahim: 43)
2.
Dan apabila bulan telah hilang
cahayanya. Hilangnya cahaya bulan selama-lamanya, bukan seperti keadaan waktu
gerhana bulan yang hanya berlangsung sebentar saja.
3.
Dan matahari dan bulan dikumpulkan.
Artinya matahari dan bulan saling bertemu, sudah kacau-balau. Keduanya terbit
dan terbenam pada tempat yang sama, menyebabkan gelapnya suasana alam semesta
ini. Padahal keadaan begitu tidak pernah terjadi, masing-masing berada dalam
posisi yang telah ditentukan Allah berfirman:
لا الشمس
ينبغي لها أن تدرك القمر ولا الليل سابق النهار وكل في فلك يسبحون
Artinya: Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului
siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Q.S. Yasin: 40)
Jelasnya bahwa di antara peristiwa
yang terjadi ketika kedatangan kiamat adalah: manusia sangat ketakutan
(terbelalak matanya), hilangnya cahaya bulan untuk selama-lamanya, dan bulan
serta matahari dipertemukan (dihancurkan).
Pada saat itulah manusia yang kafir menyadari betapa janji Allah menjadi kenyataan. Semua orang berusaha hendak menyelamatkan diri.
Pada saat itulah manusia yang kafir menyadari betapa janji Allah menjadi kenyataan. Semua orang berusaha hendak menyelamatkan diri.
Dalam ayat 10 Allah menegaskan bahwa
pada hari itu manusia berkata, "Ke mana tempat lari?" Masing-masing
orang berusaha mencari jalan untuk menyelamatkan diri. Sebagian mengartikan:
"Ke mana tempat lari menghindari api neraka? Tentulah manusia yang
dimaksudkan adalah orang-orang kafir, karena pada saat itu orang-orang mukmin
tidak ada yang menyangsikan kedatangan Hari Kiamat itu seperti disebutkan dalam
beberapa hadis Nabi. Tetapi orang-orang kafir itu dapatkah mereka menyelamatkan
diri? Tidak
Dalam ayat 11 ditegaskan bahwa sekali-kali
tidak ada tempat berlindung. Tiada sesuatu perlindunganpun yang mungkin
menyelamatkan mereka dari siksaan Allah. Tiada benteng maupun bukit atau
senjata yang dapat dipergunakan. Demikian dalam ayat lain Allah menegaskan:
استجيبوا لربكم من قبل أن يأتي يوم لا مرد له من الله ما
لكم من ملجأ يومئذ وما لكم من نكير
Artinya: Patuhilah
seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak
kedatangannya. Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak
(pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu). (Q.S. Asy Syura: 47)
Kemudian dalam ayat 12 diterangkan
keadaan yang sebenarnya dan ke mana manusia hendak dikumpulkan. Hanya kepada
Tuhanmu sajalah di hari itu tempat manusia kembali. Di tempat yang celaka penuh
kesengsaraan atau di tempat yang penuh nikmat penuh kebahagiaan. Semuanya
tergantung kepada kehendak Allah belaka, Dia Penguasa Tunggal di hari itu.
Semua manusia kembali kepada Allah tanpa kecuali. Ke sanalah tujuan perjalanan
hidup yang terakhir. Allah berfirman:
وأن إلى ربك
المنتهى
Artinya: Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan
(segala sesuatu).
(Q.S. An Najm: 42)
(Q.S. An Najm: 42)
Ayat
13 menerangkan bahwa pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah
dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Kepada manusia diceritakan ketika
telah tiba waktunya menghisab dan menimbang amalannya. Semua akan dibeberkan
dengan jelas, mana perbuatan baik yang telah dikerjakan dan mana yang
seharusnya dikerjakan tapi tidak sempat lagi dilaksanakannya. Demikian pula
mana yang semestinya dahulu diperbuat guna menghindarkan diri dari azab Allah
dan mencapai pahala-Nya. Tiada yang luput dari pemberitaan itu, karya yang
kecil maupun yang besar, yang baru maupun yang sudah usang.
Ibnu 'Abbas mengartikan ayat ini, yang diceritakan tidak hanya sekadar perbuatan buruk dan baik seseorang menjelang dia meninggal dunia, tetapi juga segala karya, pikiran dan kebiasaannya. Ringkasnya semua orang akan menyaksikan sendiri di hadapannya segala wujud amaliahnya, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain:
Ibnu 'Abbas mengartikan ayat ini, yang diceritakan tidak hanya sekadar perbuatan buruk dan baik seseorang menjelang dia meninggal dunia, tetapi juga segala karya, pikiran dan kebiasaannya. Ringkasnya semua orang akan menyaksikan sendiri di hadapannya segala wujud amaliahnya, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain:
وضع الكتاب فترى
المجرمين مشفقين مما فيه ويقولون يا ويلتنا مال هذا الكتاب لا يغادر صغيرة ولا
كبيرة إلا أحصاها ووجدوا ما عملوا حاضرا ولا يظلم ربك أحدا
Artinya: Dan
diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai
celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak
(pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang
telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang
juapun". (Q.S. Al-Kahfi: 49)
Untuk melengkapi keterangan ini
baiklah dikemukakan di sini hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:
سبع يجزى
أجرها للعبد بعد موته وهو في قبره مَنْ عَلَّمَ علما أو أجرى نهرا أو حفر بئرا أو
غرس ظلا أو بنى مسجدا أو ورَّق مصحفا أو ترك وليا يستغفر له بعد موته.
Artinya: "Tujuh
macam perbuatan yang tetap dipahalai Allah bagi seorang hamba setelah
kematiannya, ketika ia berada di kuburannya, yakni; Siapa yang mengajarkan ilmu
pengetahuan, siapa yang membuat aliran sungai (irigasi), siapa yang menggali
telaga, siapa yang menanam pohon pelindung, siapa yang mendirikan mesjid, siapa
yang menyebarluaskan kitab suci Alquran, dan siapa yang meninggalkan wali
(keturunan) yang selalu memohonkan keampunan buat dia setelah dia meninggal".
(H.R. Abu Hurairah dari Qusyairi)
Dalam ayat 14 Allah menjelaskan
bahwa diri manusia itu sendiri menjadi saksi, sehingga tak perlu orang lain
menceritakan kepadanya karena semua bagian tubuhnya menjadi saksi atas segala
yang telah dikerjakannya, dengan jujur tanpa berbohong lagi. Mana yang berbuat
jahat kena siksaan dan tak bisa menghindarinya. Demikianlah pendengaran,
penglihatan, kaki, tangan dan semuanya membeberkan segala yang telah
dikerjakannya. Akan tetapi manusia tetap saja ingin mengajukan berbagai alasan
untuk mendebat keputusan Allah.
Dalam ayat 15 dijelaskan bahwa
biarpun manusia berusaha mengajukan berbagai alasan guna menutupi segala
kesalahannya, menyembunyikan segala perbuatannya yang jelek, namun semua itu
tak akan angkat bicara menjadi saksi atas apa yang telah mereka lakukan. Dalam
ayat lain disebutkan lagi:
اقرأ كتابك كفى بنفسك اليوم عليك حسيب
Artinya:"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri
pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu". (Q.S. Al-Isra': 14)
Dari isyarat ayat di atas dapat pula
kita mengambil pelajaran (iktibar), bahwa keyakinan orang musyrik
mempersekutukan Allah dan menyembah patung/berhala, serta ketidak percayaan
mereka pada hari berbangkit, adalah kepercayaan yang salah. Hati kecil mereka
sendiri sesungguhnya tidak mengakui yang demikian. Karena itu segala alasan yang
mereka kemukakan guna menolak kebenaran, sebenarnya adalah alasan palsu. Mereka
mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak hati nurani sendiri.
Dalam ayat 16 Allah melarang
Muhammad SAW menggerakkan lidahnya untuk membaca Alquran karena hendak
cepat-cepat menguasainya. Artinya: "Janganlah engkau wahai Rasul
menggerak-gerakkan lidah dan bibirmu untuk cepat-cepat menangkap bacaan Jibril
karena takut bacaan itu luput dari ingatanmu.
Dalam hadis Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat itu mula-mulanya terlalu berat bagi beliau. Itulah sebabnya ketika Jibril menyampaikan wahyu itu Rasulullah SAW segera saja mengikuti dengan gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput dari ingatan; padahal Jibril belum selesai membaca. Hal ini terjadi ketika turunnya Surah Taha, dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat ke 16 ini tentu beliau sudah tenang dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat menangkapnya. Pada ayat lain terdapat maksud yang sama, yakni:
Dalam hadis Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat itu mula-mulanya terlalu berat bagi beliau. Itulah sebabnya ketika Jibril menyampaikan wahyu itu Rasulullah SAW segera saja mengikuti dengan gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput dari ingatan; padahal Jibril belum selesai membaca. Hal ini terjadi ketika turunnya Surah Taha, dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat ke 16 ini tentu beliau sudah tenang dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat menangkapnya. Pada ayat lain terdapat maksud yang sama, yakni:
فتعالى الله
الملك الحق ولا تعجل بالقرآن من قبل أن يقضى إليك وحيه وقل رب زدني علما
Artinya: Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". (Q.S. Thaha: 114)
Artinya: Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". (Q.S. Thaha: 114)
Jelaslah
Allah melarang Nabi SAW meniru bacaan Jibril A.S. kalimat demi kalimat sebelum
ia selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad SAW menghafal dan memahami betul-betul
ayat yang diturunkannya itu.
Dalam hadis Muslim dari Ibnu Jubair dan Ibnu 'Abbas, beliau menyebutkan pula sebab-sebab turun ayat ke 16 ini, bunyinya:
Dalam hadis Muslim dari Ibnu Jubair dan Ibnu 'Abbas, beliau menyebutkan pula sebab-sebab turun ayat ke 16 ini, bunyinya:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعالج من التنزيل شدة
فكان يحرك شفتيه قال, فقال لي ابن عباس أنا أحرك شفتي كما كان رسول الله صلى الله
عليه وسلم يحرك شفتيه فأنزل الله عز وجل لا تحرك لسانك لتعجل به
Artinya: Nabi
SAW berusaha menghilangkan kepayahan ketika diturunkan wahyu dengan
menggerakkan bibirnya. Maka Ibnu Abbas pun berkata kepadaku (Ibnu Jubair),
"Aku menggerakkan bibirku sebagaimana Rasulullah berbuat begitu, maka ia
(Ibnu Abbas) pun menggerak-gerakkan bibirnya. Lalu Allah menurunkan ayat: La
tuharrik bihi lisanaka lita'jala bihi (janganlah kamu hai Muhammad menggerakkan
lidahmu untuk membaca Alquran karena hendak cepat-cepat (menguasainya). (H.R.
Muslim)
Dalam ayat 17-18 Allah menjelaskan
sebab larangan mengikuti bacaan Jibril ketika dia sedang membacakannya itu,
adalah karena: "Sesungguhnya atas tanggungan Allah-lah mengumpulkannya di
dalam dada Muhammad dan membuatnya pandai membacanya. Allahlah yang bertanggung
jawab bagaimana supaya Alquran itu tersimpan dengan baik dalam dada atau
ingatan Muhammad, dan memantapkannya dalam kalbunya. Allah pula yang memberikan
bimbingan kepadanya bagaimana cara membaca ayat itu dengan sempurna dan
teratur, sehingga Muhammad hafal dan tidak lupa selama-lamanya.
Oleh sebab itu bila Jibril selesai membacakan ayat-ayat yang harus diturunkan, hendaklah Muhammad menuruti membacanya. Nanti Muhammad mendapatkan dirinya selalu ingat dan hafal akan ayat-ayat itu. Tegasnya pada waktu Jibril membaca, hendaklah Muhammad diam dan mendengarkan bacaannya.
Dari sudut lain ayat ini juga berarti: "Bila telah selesai dibacakan kepada Muhammad ayat-ayat Allah hendaklah ia segera mengamalkan hukum-hukum dan syariat-syariatnya.
Oleh sebab itu bila Jibril selesai membacakan ayat-ayat yang harus diturunkan, hendaklah Muhammad menuruti membacanya. Nanti Muhammad mendapatkan dirinya selalu ingat dan hafal akan ayat-ayat itu. Tegasnya pada waktu Jibril membaca, hendaklah Muhammad diam dan mendengarkan bacaannya.
Dari sudut lain ayat ini juga berarti: "Bila telah selesai dibacakan kepada Muhammad ayat-ayat Allah hendaklah ia segera mengamalkan hukum-hukum dan syariat-syariatnya.
Semenjak turunnya perintah ini
Rasulullah senantiasa mengikuti dan mendengarkan dengan penuh perhatian wahyu
yang dibacakan Jibril. Setelah Jibril pergi, barulah beliau membacanya dan
bacaannya itu tetap tinggal dalam ingatan beliau. Demikian diterangkan dalam hadis
Bukhari dari Siti 'Aisyah.
Ayat 19 menjelaskan adanya jaminan
Allah bahwa sesungguhnya atas tanggungan Allah-lah penjelasannya. Maksudnya
setelah Jibril selesai membacakan Alquran itu kepada Nabi Muhammad, maka Allah
langsung memberikan penjelasan kepada beliau melalui ilham-ilham yang Allah
tanamkan ke dalam dada Nabi SAW, sehingga pengertian ayat ini secara sempurna
sebagaimana yang dikehendaki Allah dapat diketahui Nabi SAW. Allah pula yang
menyampaikan kepada Nabi segala rahasia, hukum-hukum dan pengetahuan Alquran
itu secara sempurna. Sehingga dengan begitu tidak dapat diragukan sedikitpun.
bahwa sesungguhnya Alquran itu dari sisi Allah SWT.
Dalam ayat 20 Allah kembali mencela
kehidupan orang musyrik yang sangat mencintai dunia. Allah menyerukan, "sekali-kali
jangan. Sesungguhnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan
meninggalkan kehidupan akhirat". Dengan ayat ini terdapat suatu kesimpulan
umum bahwa mencintai kehidupan adalah salah satu tanda watak manusia
seluruhnya. Memang sebagian mengharapkan kebahagiaan akhirat, namun yang
mencintai hidup dunia serta mendustai adanya hari berbangkit jauh lebih besar
jumlahnya.
D.
Tafsir Q. S
Al-‘Ala ayat 16-17
1. Ayat
ö@t/ tbrãÏO÷sè? no4quysø9$# $u÷R9$# ÇÊÏÈ äotÅzFy$#ur ×öyz #s+ö/r&ur ÇÊÐÈ
2.
Terjemahan
16. tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
17. sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
3.
Tafsir
Allah Ta’ala berfirman, “tetapi kamu memilih kehidupan duniawi.” Yaitu,
kamu lebih mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat dan kamu
tampakkan sikap kamu itu dalam merangkul semua yang dapat memmberikan manfaaat
dan kemaslahatn di dunia ini saja. “Sedang kehidupan akhirat itu adalah lebih
baik dan lebih kekal,” yaitu pahala Allah di akhirat itu lebih baik daripada
dunia, dan lebih kekal karena dunia itu akan hilang, sedangkan akhirat itu akan
kekal abadi.
Maka bagimanakah seseorang yang berakal lebih mementingkan sesuatu yang
akan lenyap daripada sesuatu yang kekal abadi? Diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dari Abu Musa Al Asy’ari bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mencintai dunianya, dia akan
menyengsarakan akhiratnya. Barang siapa yang sangat mencintai akhirat, ia akan
menyengsarakan kehidupan dunianya. Maka utamakanlah yang lebih kekal daripada
yang akan lenyap.” (Hadits riwayat Imam Ahmad).
E. Tafsir Q. S
Al-Anbiya Ayat 01
1. Ayat
z>utIø%$# Ĩ$¨Y=Ï9 öNßgç/$|¡Ïm öNèdur Îû 7's#øÿxî tbqàÊÌ÷èB ÇÊÈ
2.
Terjemahan
1. Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan
mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).
3.
Tafsir
Dalam ayat ini Allah
SWT. menjelaskan bahwa hari berhisab untuk manusia sudah dekat. Pada hari
berhisab itu kelak akan diperhitungkan semua perbuatan yang telah mereka
lakukan selagi mereka hidup di dunia. Selain itu, juga akan diperhitungkan
semua nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka, baik nikmat berupa
diri mereka sendiri, akal pikiran, makanan dan minuman, serta anak keturunan
dan harta benda. Mereka akan ditanya, apakah yang mereka perbuat dengan nikmat
itu semuanya? Apakah karunia Allah tersebut mereka gunakan untuk berbuat
kebaikan dalam rangka taat kepada-Nya ataukah semuanya itu digunakan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang membuktikan keingkaran dan kedurhakaan
mereka kepada-Nya?
Allah SWT. menegaskan bahwa manusia sesungguhnya lalai terhadap apa yang akan diperbuat Allah kelak terhadap mereka di hari kiamat. Kelalaian itulah yang menyebabkan mereka tidak mau berpikir mengenai hari-hari kiamat itu sehingga mereka tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memperoleh keselamatan diri mereka dari azab Allah.
Allah SWT. menegaskan bahwa manusia sesungguhnya lalai terhadap apa yang akan diperbuat Allah kelak terhadap mereka di hari kiamat. Kelalaian itulah yang menyebabkan mereka tidak mau berpikir mengenai hari-hari kiamat itu sehingga mereka tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memperoleh keselamatan diri mereka dari azab Allah.
Sudah jelas, bahwa
orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kaum musyrikin. Dan sudah
dimaklumi pula bahwa kaum musyrikin itu justru adalah orang-orang yang tidak
beriman tentang adanya hari kiamat dan mengingkari adanya hari berbangkit dan
hari berhisab. Namun demikian, memperingatkan kepada mereka bahwa hari berhisab
sudah dekat. Ini adalah untuk menekankan, bahwa hari kiamat, termasuk hari
berbangkit dan hari berhisab, pasti akan datang, walaupun mereka itu tidak mempercayainya;
dan hari berhisab itu akan diikuti pula oleh hari-hari pembalasan terhadap
amal-amal yang baik ataupun yang buruk.
Kaum musyrikin itu
lalai dan tidak mau berpikir tentang nasib jelek yang akan mereka temui kelak
pada hari berhisab dan hari pembalasan itu. Padahal, dengan akal sehat
semata-mata, orang dapat meyakini, bahwa perbuatan yang baik sepantasnya
dibalasi dengan kebaikan pula dan perbuatan yang jahat sepatutnya dibalasi pula
dengan azab dan siksa. Akan tetapi karena mereka itu tidak mau memikirkan
akibat jelek yang akan mereka peroleh di akhirat kelak, maka mereka senantiasa
memalingkan muka menutup telinga, setiap kali mereka diperingatkan, baik dengan
ayat-ayat Alquran, maupun dengan ancaman dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dunia
ini adalah kenikmatan yang sesaat, seperti halnya permainan. Akan tetapi kita
tidak boleh meninggalkan dunia secara mutlak. Kita harus bisa memanfaatkan
kehidupan dunia untuk meraih kehidupan akhirat, jangan sampai kita tertipu oleh
kemegahan, keindahan, dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang kafir
yang terkagum-kagum dengan kehidupan dunia.
Kita
harus meyakini bahwasanya kita akan dibangkitkan oleh Allah setelah kita mati,
meskipun tubuh kita telah hancur dan yang tersisa hanyalah tulang-belulang.
Setelah kita dibangkitkan dari kubur, maka kita kan menghadap kepada Allah
untuk menerima pembalasan atas apa yang telah kita lakukan di dunia. Allah SWT. menjelaskan bahwa hari berhisab untuk manusia sudah dekat. Pada
hari berhisab itu kelak akan diperhitungkan semua perbuatan yang telah mereka
lakukan selagi mereka hidup di dunia. Selain itu, juga akan diperhitungkan
semua nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka, baik nikmat berupa
diri mereka sendiri, akal pikiran, makanan dan minuman, serta anak keturunan
dan harta benda.
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, .Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996.
Ahsin W. Al-Hafidz,Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Amzah, 2008.
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi
yang disempurnakan), Jilid VIII, Jakarta:
Lentera Abadi, 2010.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, cet. 2, Bandung : Mizan, 2009.
[2] Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 11.
[3] Abd al-Hayy
al-Farmawiy, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 29
[6]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang
disempurnakan), (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), , Jilid VIII, hlm. 253-254.
0 Response to "Makalah Tafsir Kiamat"
Post a Comment