Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar dan salah,
tetapi mencakup proses pembiasaan (habituation)
tentang perilaku yang baik sehingga siswa dapat memahami, merasakan, dan
mau berperilaku baik. Sehingga tebentuklah tabi’at yang baik. Menurut ajaran Islam, pendidikan
karakter identik dengan pendidikan ahlak. Walaupun pendidikan ahlak sering
disebut tidak ilmiah karena terkesan bukan sekuler, namun sesungguhnya antara
karakter dengan spiritualitas memiliki keterkaitan yang erat. Dalam prakteknya,
pendidikan akhlak berkenaan dengan kriteria ideal dan sumber karakter yang baik
dan buruk, sedangkan pendidikan karakter berkaitan dengan metode, strategi, dan
teknik pengajaran secara operasional.
Unsur-unsur ideal dalam pendidikan karakter berkenaan dengan moral knowing, moral loving dan moral doing
(acting). Moral knowing berkenaan dengan kesadaran (awareness), nilai-nilai (values),
sudut pandang (perspective taking),
logika (reasoning), menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral loving berkenaan
dengan kepercayaan diri (self esteem),
kepekaan terhadap orang lain (emphaty),
mencintai kebenaran (loving the good),
pengendalian diri (self control), dan
kerendahan hati (humility). Moral doing berkenaan dengan perwujudan
dari moral knowing dan moral loving yang berbentuk tabi’at
reflektif dalam perilaku keseharian.
Prinsip-prinisip dalam penerapan pendidikan karakter sebagaimana
diungkapkan dalam Character Education
Quality Standards merekomendasikan
sebelas prinsip untuk dijadikan panduan masyarakat dunia untuk dijadikan
landasan pendidikan karakter yang efektif. Unsur-unsur dan prinsip-prinsip tersebut sebetulnya dalam
ajaran Islam berkenaan dengan nilai-nilai dan moral mengenai mukasyafah, musyahadah, dan muqarabah,
dalam bentuk tahaqquq, ta’alluq, dan takhalluq. Jadi, tidak ada bedanya
dengan konsep dan teori yang dikembangkan di dunia barat. Mengapa kita tidak
kembali ke nilai-nilai dan moral yang diajarkan agama? Bukankah ajaran agama
sudah tidak diragukan lagi kebenarannya?
Untuk sampai kepada bentuk karakter reflektif diperlukan strategi manajemen
pembelajaran yang logis dan sistematis. Berdasarkan pengamatan saya pada
sekolah terdapat dua pendekatan dalam proses pendidikan karakter, sekolah
berbasis akhlak, yaitu: (1) Akhlak yang diposisikan sebagai mata pelajaran
tersendiri; dan (2) Akhlak yang built-in dalam setiap mata pelajaran. Sampai saat ini,
pendekatan pertama ternyata lebih efektivitas dibandingkan pendekatan kedua.
Salah satu alasan pendekatan kedua kurang efektif, karena para guru mengajarkan
masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah metodologi dan
aplikasinya dalam kehidupan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran
mencakup aspek konsep, teori, metode dan aplikasi. Sama halnya dalam pengajaran
dalam ajaran Islam yang mensyaratkan unttuk memahami hakekat, syare’at,
tharekat, dan ma’rifat dari setiap aspek yang dipelajarinya. Atau dalam
pandangan nilai dan moral tentang kepribadian harus memahami zat, sifat, asma
dan af’al-nya. Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara komprehensif
melalui konsep, teori, metodologi dan aplikasi setiap mata pelajaran atau
bidang studi, maka kebermaknaan yang diajarkannya akan lebih efektifi dalam
menunjang pendidikan karakter.
Kerangka pembelajaran dalam pendidikan karakter dapat dilakukan dengan tiga
langkah, yaitu: membekali siswa dengan alat dan media untuk memiliki
pengetahuan, kemauan dan keterampilan; membekali siswa pemahaman tentang
berbagai kompetensi tentang nilai dan moral;
dan membiasakan siswa untuk
selalu melakukan keterampilan-keterampilan berperilaku baik.
Langkah ke-1,
dimaksudkan agar siswa memahami secara benar dan menyeluruh tentang potensi
diri dan peluang yang ada di lingkungan sekitarnya. Potensi diri difokuskan
kepada nilai dan moral yang dapat didayagunakan untuk belajar, berhubungan dan
berusaha. Sedangkan peluang yang ada di lingkungan dijadikan sumber motivasi
agar siswa mau melibatkan diri secara aktif dalam proses pembelajaran atau
merekayasa sendiri proses pembelajaran yang dibutuhkannya.
Potensi diri dan peluang yang ada di lingkungan sekitar meliputi segenap
nilai dan moral yang ada dan diperkirakan dapat dicapai dan didayagunakan untuk
pembelajaran dan penerapan hasil pembelajaran yang diikutinya. Berdasarkan pemahaman ini, peserta didik
difasilitasi untuk memiliki dan mengembangkan kerangka atau pola pikir yang
komprehensif tentang pendayagunaan dan pengembangan potensi diri dan peluang
yang ada di lingkungan sekitarnya bagi perilakunya kesehariannya. Dalam tahapan
ini tujuan pembelajaran di arahkan pada kompetensi dalam membedakan nilai-nilai
akhlak mulia dan akhlak tercela, memahami secara logis tentang pentingnya
akhlak mulia dan bahayanya akhlak tercela dalam kehidupan, mengenal sosok
manusia yang berakhlak mulia untuk diteladai dalam kehidupan. Kegiatan utama
guru pada tahap ini adalah:
a.
merancang proses pembelajaran yang diarahkan pada
pemahaman tentang klarifikasi nilai (value clarification), dan
b.
membekalinya berbagai alat (instrument) dan media yang
dapat digunakan secara mandiri baik secara individual ataupun kelompok.
Langkah ke-2, diarahkan
pada kepemilikan kepekaan kemampuan dalam mendayagunakan dan mengembangkan
potensi diri dan peluang yang ada di lingkungan sekitarnya. Kompetensi dalam
arti nilai-nilai dan moral yang dituntut untuk dimiliki oleh para siswa yang
sesuai dengan kondisi dan peluang yang dihadapinya. Berbagai kompetensi itu
perlu dikaji dan diapresiasi oleh para siswa sampai mereka memiliki cukup
pilihan dalam menetapkan keputusan kompetensi mana yang paling dibutuhkan
sesuai kondisi potensi dan peluang yang sedang dihadapinya. Tahapan ini
dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai
akhlak mulia. Sasarannya ialah dimensi-dimensi emosional siswa yaitu qolbu dan jiwa, sehingga tumbuh kesadaran,
keinginan, kebutuhan dan kemauan untuk memiliki dan mempraktekan nilai-nilai
akhlak tersebut. Melalui tahap ini pun siswa diharapkan mampu menilai dirinya
sendiri (muhasabah), semakin tahu kekurangan-kekurangannya. Proses pembelajaran
yang perlu dikembangkan oleh guru ialah belajar menemukan (learning discovery)
sehingga nilai-nilai dan moral yang dipelajari itu dapat dihayati. Proses
penemuan dan penghayatan itu akan membentuk kedalaman apresiasi, sehingga
nilai-nilai dan moral yang dimilikinya itu benar-benar dibutuhkan dalam
kehidupannya.
Langkah ke-3,
merupakan muara penerapan kompetensi-kompetensi yang telah dimiliki para
siswa melalui proses pembelajaran pada tahapan sebelumnya. Arah pembelajaran
pada tahap ini adalah pendampingan kemandirian siswa agar memiliki kesempatan
untuk menerapkan nilai-nilai dan moral dalam perilaku keseharian sampai
berbentuk tabi’at reflektif pribadi. Ruang lingkup nilai dan moral yang perlu
dikuasai murid pada tahap ini erat kaitannya dengan instrumen pendukung dalam
berperilaku bagi para siswa. Pendampingan terutama diarahkan untuk menguatkan
kemampuan mereka tentang nilai dan moral dalam berperilaku sehingga berdampak
positif terhadap sikap dan kemandiriannya di lingkungan hidup dan kehidupannya.
0 Response to "Langkah-langkah pendidikan karakter"
Post a Comment