BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah rahmat
bagi alam semesta. Semua itu terbukti dari peraturan islam yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengatur tatacara
berhubungan yang baik antara manusia dengan pencipta (hablum minallah) tetapi islam juga mengatur hubungan baik antar
sesama manusia (hablum minannaas).
Islam mengatur agar manusia selalu berbuat baik untuk
dirinya kepada dirinya sendiri, keluarganya, dan juga orang-orang disekitarnya.
Baik orang-orang seagama ataupun berlainan agama.Perintah Allah tersebut
beralasan agar sesama makhluk ciptaan Allah di Dunia dapat hidup dengan
selaras, serasi dan seimbang, tanpa ada pihak yang merasa disakiti dan
dirugikan.
Fenomena yang terjadi, akhir-akhir ini banyak sekali
tindak kejahatan yang terjadi di Negara kita tercinta. Baik itu berupa
perampokan, pembunuhan yang disertai dengan mutilasi, pencurian yang dilakukan
oleh para oknum pejabat pemerintahan, dan tindak kejahatan lain yang tak kalah
kejamnya.
Bertolak dari itulah penulis bermaksud untuk membahas
kajian tentang Jinayat atau
hukum-hukum pidana dalam islam sebagai perbandingan dan I’tibar bagi kita untuk
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam
penulisan ini penulis memperoleh hasil yang di inginkan, maka penulis
mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah :
1. Apa Definisi Jinayat
2. Apa Ayat Tentang Qisas dan Diyat
3. Apa Hukum Jinayat
4. Apa Saja Contoh Jinayat
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Jinayat
Secara bahasa kata jinaayaat adalah
bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi
jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashbar (kata dasar),
kata jinaayah dijama’kan karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa.
Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik disengaja ataupun tidak.
Menurut istilah syar’i, kata jinaayah
berarti menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau
membayar diat.[1]
B.
Ayat Tentang Qisas dan
Diyat
Firman Allah dalam
surat An-nisa ayat 92
$tBur c%x. ?`ÏB÷sßJÏ9 br& @çFø)t $·ZÏB÷sãB wÎ) $\«sÜyz 4 `tBur @tFs% $·YÏB÷sãB $\«sÜyz ãÌóstGsù 7pt7s%u 7poYÏB÷sB ×ptÏur îpyJ¯=|¡B #n<Î) ÿ¾Ï&Î#÷dr& HwÎ) br& (#qè%£¢Át 4 bÎ*sù c%x. `ÏB BQöqs% 5irßtã öNä3©9 uqèdur ÑÆÏB÷sãB ãÌóstGsù 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( bÎ)ur c%2 `ÏB ¤Qöqs% öNà6oY÷t/ OßgoY÷t/ur ×,»sVÏiB ×ptÏsù îpyJ¯=|¡B #n<Î) ¾Ï&Î#÷dr& ãÌøtrBur 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( `yJsù öN©9 ôÉft ãP$uÅÁsù Èûøïtôgx© Èû÷üyèÎ/$tFtFãB Zpt/öqs? z`ÏiB «!$# 3 c%x.ur ª!$# $¸JÎ=tã $VJÅ6ym ÇÒËÈ
Artinya :“Dan tidak layak bagi
seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah
(Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka
(keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang
ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya,
Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk
penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
Hukum Allah tentang qishas yang tercantum dalam surat
Albaqarah ayat 194.
ãök¤¶9$# ãP#tptø:$# Ìök¤¶9$$Î/ ÏQ#tptø:$# àM»tBãçtø:$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 Ç`yJsù 3ytGôã$# öNä3øn=tæ (#rßtFôã$$sù Ïmøn=tã È@÷VÏJÎ/ $tB 3ytGôã$# öNä3øn=tæ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)FßJø9$# ÇÊÒÍÈ
Artinya :“Bulan
Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum
qishaash. oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia,
seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan
Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Hadits Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ :
الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ
لِلْجَمَاعَةِ [رواه البخاري ومسلم]
Artinya :“Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang
bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab :
Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan
agamanya berpisah dari jamaahnya.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
أَلاَ إِنَّ دِيّةَ الْخَطَأِ شِبْهِ الْعَمْدِ مَا كَانَ
بِالسَّوْطِ وَالْعَصَا مِائَةٌ مِنَ الإِبِلِ مِنْهَا أَرْبَعُوْنَ فِيْ
بُطُوْنِهَا أَوْلاَدُهَا
Artinya:
“Ketahuilah, bahwa diyat pembunuhan yang mirip dengan sengaja yaitu yang
dilakukan dengan cambuk dan tongkat adalah seratus ekor unta. Di antaranya
adalah empat puluh ekor yang sedang hamil. “
C.
Hukum Jinayat
Pada dasarnya Allah sangatlah memulyakan manusia lebih dari makhluk yang
lain. Hal ini dapat terlihat dari diperintahkannya malaikat dan iblis untuk
bersujud kepada manusia, yaitu Nabi Adam. Dan juga dijadikannya manusia sebagai
kholifah atau pemimpin yang mempunyai tanggung jawab akan keseimbangan alam di
muka bumi ini.[2]
Maka dari itu, wajib untuk setiap manusia untuk senantiasa menghargai
hak-hak dirinya dan juga menghargai hak-hak orang lain. Allah SWT memberikan
perintah agar manusia selalu menjaga hak-hak dirinya pribadi dengan ayat :
وَلَا تُلْقُوا
بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Artinya : “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al-Baqarah:195)
Untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat (mengambil segala yang bermaslahat serta menolak segala yang
merusak dalam rangka menuju keridhaan Allah sesuai dengan prinsip tauhid) wajib
Bagi pemerintahan muslim meterapkannya hukum jinayat . Ditinjau dari segi
prioritas kepentingannya bagi kehidupan manusia, tujuan diterapkannya hukum
terbagi menjadi lima, yaitu:
1.
memelihara agama
2.
memelihara jiwa
3.
memelihara akal
4.
memelihara keturunan dan kehormatan
5.
memelihara harta
D.
Contoh Jinayat
Ruang lingkup jinayat
sendiri berbeda dengan pembahasan pada bab hudud. Pada bab jinayat, hal-hal
yang dibahas adalah seputar pembunuhan, qishosh, dan diyat. Sedangkan pada
hudud adalah tindak kejahatan yang lain[3].
1. Pembunuhan
Hukuman yang Allah
tentukan untuk pembunuhan tergantung dari pembunuhan itu sendiri. Karena
pembunuhan dibagi menjadi :
a. Qotlu ‘Amdin
(pembunuhan yang disengaja)
Yaitu pembunuhan yang terjadi secara sengaja terhadap
orang yang diharamkan darahnya (tidak boleh dibunuh) disertai alat yang dapat
mematikan. Baik pembunuhan itu direncanakan sebelumnya, atau pembunuhan secara
spontan tanpa perencanaan sebelumnya. Bila pembunuhan seperti ini terjadi, maka
pembunuh tersebut akan mendapatkan sangsi-sangsi sebagai berikut :
-
Dosa
-
Diharamkan dari waris
dan wasiyat apabila pembunuhnya adalah ahli waris dari korban
-
Maaf atau qishos
Bila ahli waris dari korban memaafkan pembunuh
tersebut, maka ia tidak perlu di qishosh.melainkan harus membayar diyat
mugholadzoh pada saat itu juga. Dan diyat ini akan dibahas pada point
berikutnya.
Sayid sabiq menambahkan dalam
kitabnya fiqih sunnah sangsi berikutnya yang harus di terima oleh
pembunuh yang mendapatkan maaf dari ahli waris korban adalah Kifarat. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat Annisa ayat 92 diatas.
Yang dimaksud dengan
kifarat adalah memerdekakan hamba sahaya yang beriman dan tidak ada cacat pada
amal dan pekerjaannya. Bila ia tidak mampu, maka ia diharuskan berpuasa selama
dua bulan berturut-turut. Imam Syafi’i berpendapat, bahwa jika
ia masih tidak mampu untuk berpuasa dua bulan secara berurut-turut maka ia
diharuskan untuk memberi makan kepada 60 orang fakir miskin masing-masing satu
mud.
b. Syibhul ‘Amdi
(pembunuhan yang menyerupai unsur kesengajaan)
Yaitu kematian yang
terjadi akibat pemukulan yang disengaja dengan menggunakan alat yang tidak
dapat mematikan. Contoh : seorang guru yang sengaja memukul anak muridnya
sebagai peringatan dengan sebuah lidi kecil, tapi setelah dipukul ternyata anak
itu langsung meninggal. Maka pembunuhan tersebut termasuk pembunuhan Syibhul
‘amdi. Pada kasus seperti ini, pembunuh tersebut tidaklah harus mendapatkan
sangsi qishosh, melainkan hal-hal berikut ini :
-
Dosa
-
Diyat mugholadzoh yang
dapat dicicil selama 3 tahun
c. Qotlul Khoto’
(Pembunuhan yang salah)
Yaitu pembunuhan yang terjadi tanpa adanya unsur
kesengajaan. Pembunuhnya melakukan sesuatu hal yang dibolehkan oleh syara’,
tapi karena suatu kesalahan maka menghilangkan nyawa seseorang. Sangsi untuk
pembunuhan semacam ini adalah :
-
Diyat Mukhofafah yang
dicicil selama 3 tahun
-
Kifarat
2. Qishosh
Qishosh adalah sangsi pembalasan yang harus diterima
pelaku kejahatan atas apa yang telah ia perbuat. Pada dasarnya setiap tindak
kejahatan yang dilakukan sesorang yang dapat merugikan orang lain haruslah
mendapatkan qishosh seperti kejahatan yang dilakukannya.[4] Hal ini
sesuai dengan hukum Allah yang tercantum
dalam surat Albaqarah ayat 194.
a. Qishash untuk pembunuhan
Syarat-syarat
terjadinya Qishosh dalam pembunuhan :
-
Korban bukanlah orang
yang harus dijaga darahnya.
Dalam hal ini, korban bukanlah salah satu dari orang yang
dijelaskan dalam hadits Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ibnu Mas’ud berikut
ini :
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ
امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ
إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ
وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ [رواه البخاري ومسلم]
Artinya :“Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang
bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab :
Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan
agamanya berpisah dari jamaahnya.” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
-
Pembunuhnya adalah
orang yang telah Aqil Baligh
-
Pembunuhnya bukan orang
yang terpaksa
-
Pembunuhnya bukanlah
orang tua korban
Sesuai dengan Hadits
Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“ Tidaklah diqishosh (karena pembunuhan yang dilakukan) orang tua karena
(pembunuhan) terhadap anaknya”
-
Korbannya mempunyai
keadaan yang tidak lebih rendah dari korban.
Yang dimaksud keadaan
disini adalah agama dan kemerdekaan. Contoh : Bila korban mempunyai agama selain
islam, sedangkan pembunuhnya beragama islam, maka pembunuh tersebut tidaklah
harus mendapatkan qishosh. Dikarenakan keadaan korban lebih rendah dari
pembunuh.
Jumhur ulama
berpendapat tak ada perbedaan antara kafir Dzimmi, Mu’ahid, dan Harbi. Berbeda dengan
Imam Hanafi dan Imam Ibnu Abi Laili yang berpendapat bahwa seorang muslim tidak
mendapat qishosh bila ia membunuh kafir Harbi dan diqishosh karena Kafir Dzimmi
dan Kafir Mu’ahid.
b. Qishosh untuk anggota badan
Seseorang yang melukai atau memotong anggota badan orang
lain maka haruslah mendapatkan qishosh dari pihak korban seperti apa yang telah
ia perbuat. Dengan syarat pelaku sebagai berikut :
o Berakal
o Baligh
o Sengaja melakukannya
o Sama atau lebih rendah kedaannya dari korban
Qishosh pun dapat dilakukan
dengan syarat:
-
Anggota yang di qishosh
haruslah ditempat yang sama.
-
Anggota tubuh korban
yang dilukai tidak lebih cacat dari anggota tubuh pelaku
Begitu pula bila ada
orang yang mencaci orang lain, maka qishosh ini dapat terjadi. Dengan catatan, dibalas
dengan cacian sejenis dan tanpa berbohong atau mengada-ada.
3. Diyat
Diyat adalah sejumlah harta yang harus dibayarkan oleh
pelaku kejahatan kepada pihak korban dikarenakan tindak kejahatan yang telah ia
perbuat. Diyat dilakukan bila pelaku mendapatkan maaf dari pihak korban. Jumlah
yang harus dibayarkan berbeda tergantung dari kejahatan yang dilakukan.
1. Diyat Mugholadzoh : 100 ekor unta terdiri dari 30 ekor unta Hiqqoh (berusia
3 memasuki 4 tahun), 30 ekor unta Juz’ah (berusia 4 memasuki 5 tahun) dan 40
ekor unta Kholifah (unta yang hamil)
2. Diyat Mukhofafah : 100 ekor unta yang terdiri dari 20 ekor unta Bintul
Makhodh (unta betina usia 1 memasuki 2 tahun), 20 ekor unta Ibnu Labun (unta
jantan berusia 2 memasuki 3 tahun), 20 ekor unta Bintu Labun (unta betina
berusia 2 memasuki 3 tahun), 20 unta Hiqqoh dan 20 unta Juz’ah
Imam Syafi’i berpendapat bahwa diyat mukhofafah bisa
menjadi mugholadzo apabila pembunuhan tersebut dilakukan pada :
» Tanah haram (Mekkah)
» Muhrim
» Bulan haram atau mulia (Dzulqo’dah, Dzulhijjah,
Muharram, dan Rojab)
1. Diyat satu angota badan adalah seperti diyat sebuah nyawa. Dengan
perhitungan sebagai berikut :
a. Anggota badan yang hanya berjumlah 1, harganya sama dengan diyat sebuah
nyawa, yaitu 100 ekor unta. Seperti : Hidung, lisan, dan lain-lain.
b. Anggota badan yang berpasangan bila salah satu yang di potong, maka
diyatnya setengah diyat sebuah nyawa, yaitu 50 ekor unta. Seperti : mata,
telinga, tangan, kaki, dan lain-lain.
c. Anggota badan yang jumlahnya 10, bila dipotong salah satunya, maka diyatnya
adalah seperpuluh diyat sebuah nyawa, yaitu 10 ekor unta. Contoh: Jari tangan
dan jari kaki
d. Dan begitu juga pada keseluruhan rambut, keseluruhan alis, keseluruhan bulu
mata, dan keseluruhan jenggot, yaitu sejumlah diyat sebuah nyawa.
e. Diyat sebuah gigi adalah 5 ekor unta.
2. Diyat seorang hamba sahaya adalah harganya
3. Diyat Janin orang merdeka adalah harga hamba sahaya yang tanpa aib dalam
bekerja dan berakhlaq
4. Dan diyat janin seorang hamba sahaya adalah seperpuluh harga ibunya
BAB III
SIMPULAN
A. Simpulan
Secara bahasa kata jinaayaat adalah
bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi
jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata dasar),
kata jinaayah dijama’kan karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa.
Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik disengaja ataupun tidak.
Jinayah terdiri atas dua macam,
yaitu jinayah terhadap jiwa dan jinayah terhadap badan.
Ruang lingkup jinayat
sendiri berbeda dengan pembahasan pada bab hudud. Pada bab jinayat, hal-hal
yang dibahas adalah seputar pembunuhan, qishosh, dan diyat. Sedangkan pada
hudud adalah tindak kejahatan yang lain.
B. Saran
Karena
keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah yang dapat kami sajikan, dan
tentu saja masih sangat kurang dari sisi materinya, maka itu kami mengharapkan
masukan baik itu kritik maupun saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana Dalam
Sistem Hukum Islam. (Bogor :ghalia Indonesia.),
Hal. 45
http://topanmoh.blogspot.com/2013/04/makalah-pai.html
http://belajarjadibener.blogspot.com/2014/08/makalah-jinayat-dan-hudud.html
0 Response to "MAKALAH JINAYAT"
Post a Comment