Tentang Imam Al-Bushiri
Di dalam kitab “Jamharatul Auliyaai wa A’laami Ahlit Tashauwufi ” , karangan ‘Aalimul Jalil as Sayyid Machmud Abul Faidl al Manufi al- Husaini, di jelaskan sebagai berikut :
“ Beliau seorang ustadz yang tegas, yang ‘arif sempurna, surya agama, tanda kebenaran ummat, guru (syaikh) orang – orang yang ahli hakikat : Abu ‘Abdillah Syarafuddin Muhammad bin Sa’id bin Hammad bin Muhsin bin ‘Abdullah bin Shanhaj bin Hilal As Shanhaji Al Bushiri.
Dilahirkan di Dalaash pada awal bulan Syawal hari Selasa tahun 608 H/1211 M. kedua orang tuanya dari Maghrib, kemudian menetap di Dalaash namun beliau besar di Bushir, sehingga kemudian lebih dikenal dengan Imam Al Bushiri.
Al Bushiri sebenarnya tak hanya terkenal dengan Burdah-nya. Ia juga dikenal sebagai Ahli Fiqih dan Ilmu Kalam. Namun nama Burdah telah menenggelamkan ketenarannya sebagai seorang sufi yang besar yang memiliki banyak murid. Dalam kaitannya dengan alam kesufian ini Beliau adalah pengikut Tarekat Syaziliyah dan merupakan murid dari Syeich Abul Abbas Al Mursi. dimana Syeich Abul Abbas Al Mursi sendiri adalah murid langsung dari Sayyidina Syeich Abul Hasan As Syazili (Pendiri Tarekat Syaziliyah). Tercatat bahwa Al Bushiri dan Syeich Abdullah bin Ahmad Athaillah (Pengarang Kitab Al Hikam) merupakan murid kesayangan dari Syeich Abul Abbas Al Mursi. Namun karya Burdah-nya dipandang sebagai puncak karya sastra dalam memuji Rasulullah SAW, Al Bushiri diberi gelar sebagai Sayyidul Muddah yang berarti “Pemimpin para pemuji Rasulullah SAW”.
Sayyid Mahmud Faidh Al Manufi menulis dalam bukunya, Jawharat al Awliya, bahwa Al Bushiri tetap istiqamah dalam hidupnya sebagai seorang sufi sampai akhir hayatnya. Beliau wafat pada tahun 696 H dan dimakamkan di Iskandaria, Mesir, sampai sekarang masih dijadikan tempat ziarah yang berdampingan dengan makam gurunya, Syeich Abul Abbas Al Mursi.
Dan setelah 2 (dua) tahun dari kewafatannya lahirlah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad yang dikenal dengan Ibnu Jaabir Al Andalusi. Ia terpesona dengan qasidah Burdah, yang dikemudian hari hal ini mengilhaminya untuk membuat suatu qasidah dalam memuji Rasul SAW. Ibnu Jaabir Al Andalusi wafat pada bulan Jumadil Akhir 780 H, dimakamkan di Birroh, Andalusi.
Imam Ibnu Hajar mengatakan, “Al Bushiri adalah keajaiban yang ditampakkan Allah SWT dalam hal susunan prosa dan syair. Andaikan ia tidak memiliki karya kecuali qasidahnya yang terkenal dengan nama Al Burdah tersebut, itu sudah cukup mengangkat kemegahannya. Begitu pula qasidah hamziyah nya (qasidah yang diakhiri dengan hurup hamzah) yang memukau.”
Latar Belakang Munculnya Burdah
DR. Zakki Mubarak menyatakan : Al Bushiri mengemukakan kepada kita mengapa ia menulis Burdah, katanya : “Aku menyusun qasidah–qasidah ini untuk memuji Rasulullah SAW. Disamping itu temanku yang bernama Zainauddin Ya’qub bin Az Zubair meminta kepadaku untuk membuat suatu bentuk syair. Bertepatan kemudian peristiwa yang menimpa daku yaitu sakit lumpuh separo badanku, kemudian terpikir oleh daku untuk menyusun qasidahku ini dan aku pun mengerjakannya, dan aku mengharapkan syafa’at dengan qasidah itu kepada Allah SWT, agar Allah Ta’ala menyembuhkan daku, dan aku ulangi melagukannya, aku berdo’a, dan aku bertawassul dan aku pun tidur kemudian aku bermimpi melihat Nabi SAW.
Kemudian Nabi SAW mengusapku dengan tangannya yang berkat itu, dan memberikan kepadaku Burdah. Akupun tersentak, lalu terbangun, aku pun berdiri dan keluar dari rumahku, dan aku tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada seorang pun sampai kemudian sebagian orang – orang fakir menemui daku dan berkata kepadaku : “ Aku mengharapkan engkau memberikan kepadaku qasidah yang engkau buat memuji Rasulullah SAW”, kemudian aku berkata : yang mana? Sang Fakir berkata : ialah yang engkau karang waktu engkau sakit dan kemudian ia menyebut permulaannya, dan kemudian sang fakir berkata : “Demi Allah sungguh aku mendengarnya kemarin ketika disenandungkan disamping Rasulullah SAW dan Beliau bergerak – gerak dan hal itu mengherankan daku, kemudian Nabi SAW memberikan Burdah (selendang) kepada orang yang mensenandungkan
nya.
Ketika menyusun qasidah ini dan melihat Nabi SAW di dalam tidurnya, kemudian Al Bushiri melagukan di sisi Nabi SAW, dan seolah – olah Nabi SAW bergerak seperti halnya cabang – cabang pohon bergerak, setelah Al Bushiri sampai kepada kata – katanya
( ﻓـﻤﺒـﻠﻎ ﺍﻟﻌـﻠﻢ ﻓـﻴﻪ ﺃﻧـﻪ ﺑـﺸــﺮ ) ia tidak bisa menyempurnakannya, kemudian Rasulullah SAW berkata kepadanya : bacalah. Jawab Al Bushiri : saya tidak bisa membuat mishra’ (suatu ‘ajz, atau rangkaian kedua dari satu bait) terhadap mishra’nya yang pertama. Lalu Rasulullah SAW berkata : ( ﻭﺃﻧـﻪ ﺧـﻴـﺮﺧـﻠـﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﻠﻬـﻢ )karena itu Al Bushiri memasukkan mishra’ ini ke dalam baitnya tersebut, tepat seperti yang dikatakan oleh Nabi SAW, dan Al Bushiri menjadikan shalawat yang dibaca berulang – ulang setiap selesai membaca satu bait – bait Burdah, karena kecintaannya kepada lafadzh Nabi SAW.
Pada dasarnya Burdah itu sendiri tidak bisa menyebabkan kekeramatan bagi setiap orang, dan tidak lain hal itu bisa terjadi hanya karena mempercayainya dengan kesungguhan dan keikhlasan, sehingga tergambarlah keistimewaan, dan keajaiban – keajaiban, dan memang demikianlah Burdah itu bagi sebagian orang diamalkan untuk mengharapkan perjumpaan dirinya dengan Rasullullah SAW.
Secara umum Burdah memberikan pengaruh dalam hal antara lain :
a. Pengaruhnya di dalam kelompok – kelompok yang terkenal
Tidak ada yang menghafalkan qasidah yang panjang sebagaimana halnya mereka menghafalkan Burdah itu bahkan menjadikannya sebagai wirid : dibaca di waktu pagi dan sore, bahkan ada yang membaca di suatu makam yang bagus sesudah shalat fajar tiap hari Jum’at. Banyak pula orang – orang yang mengumpulkan anak – anak kecil untuk membaca Burdah di samping jenazah.
b. Di dalam karang – mengarang
Adapun pengaruhnya dalam dunia karang mengarang lahirlah banyak pengarang dan pensyarah terhadap burdah sehingga timbul bermacam-macam syarah (komentar). Dalam hal ini yang sudah memberi komentar antara lain ialah, Ibnu Sho-ight yang wafat tahun 776, Ali bin Muhammad al Qolasha wafat pada tahun 891, Syihabuddin ibn al-Imaad yang wafat pada tahun 808, Asyaikh Khalid al Azhary yang wafat tahun 905, Jalaludin al Machali, Muhammad bin Achmad al Marzuqiy, Muhammad al Mishry, Zakariya al Anshory
.
c. Di dalam pengajaran
Mengenai pengaruhnya di dalam pengajaran, hal ini di lakukan misalnya oleh ulama – ulama Al Azhar pada setiap hari kamis dan jum’at dengan mengajar Chassiyah Al Bajury ‘Alal Burdah.dan pengajaran ini banyak diikuti oleh pelajar dan mahasiswa.
d. Di dalam puisi
Pengaruh burdah dalam dunia atau dilingkungan syi’ir (sajak dan sastra) dan para sastrawan sangat besar sekali dan mereka memuatnya dalam sajak – sajaknya. Mensyatharnya (istilah syi’ir arab), melimakannya, mentujuhkannya, mensepuluhkannya, dan mengarudlkannya (membuat perumpamaan atau sajak yang menyerupainya).
Pengertian Burdah
Ibnu Saiyidih berkata : kata Burdah itu berasal dari Al Burdu yaitu baju yang bergaris – garis dan orang Arab mengkhususkannya untuk hiasan, jama’nya : abradun, abrudun dan burudun. Sedang Al Burdatu yaitu kain yang digunakan sebagai selimut. Ada yang mengatakan apabila terbuat dari bulu berumbai – rumbai dinamakan Burdah. Syamir mengungkapkan orang Arab Khuzaimiyah kerap kali menggunakan semacam sapu tangan/kain yang terbuat dari bulu yang ia gunakan bersarung, akupun menanyakannya : apakah namanya ini? Ia menjawab : ini adalah Burdah selubung yang bergaris. Burdah adalah kain persegi empat yang ada hitamnya. Burdah lebih mirip dengan selendang karena kasar atau halusnya.
a. Burdah atas nama Ka’ab bin Zuhair
Bânat Su’âd, itulah nama sebuah syair pujian yang sangat masyhur. Syair ini merupakan karya Ka’ab bin Zuhair yang memiliki saudara yang bernama Bujair yang terlebih dulu masuk Islam, ketika mengetahui Bujair masuk Islam Ka’ab marah dan saat itu timbul kebenciannya kepada Islam dan Rasulullah SAW . Beberapa kali Ka’ab mengejek Rasulullah SAW.
Sepulang Rasulullah SAW dari Perang Thâif, Bujair menulis surat kepada saudaranya untuk memeluk Islam dan mengingatkan kabar buruk jika ia menolak. Bujair menyarankan Ka’ab untuk bertaubat dan memeluk Islam.
Ka’ab mendatangi Rasulullah SAW di Madinah untuk bertaubat dan meminta perlindangan namun para sahabat ketika mendengar bahwa ia adalah Ka’ab langsung meminta izin kepada Rasulullah untuk memenggal kepalanya karena kelakuannya yang selalu menghina Nabi SAW. Saat itu Kaab bin Zuhair sudah berusia 100 tahun. Namun Nabi melarang para sahabat dan memaafkan Ka’ab yang telah bertaubat. Kaab bin Zuhair adalah salah satu penyair terkenal di kalangan Jahiliah dengan nama panggilan Ibnu Abi Salma.
Maha Suci Allah, Ka’ab langsung berubah dan menjadi sangat mencintai Rasulullah SAW, secara spontan Ka’ab melantunkan sebuah syair pujian untuk Rasulullah SAW yang terkanal dengan sebutan Banaat Su’aad (Putri-putri Su’ad) terdiri dari 59 bait puisi. Atas dasar itu Nabi SAW memberikan Burdah (jubah) yang dipakainya kepada Kaab bin Zuhair. Jubah yang menjadi milik keluarga Ka’ab tersebut akhirnya dibeli oleh Mu’awiyyah bin Abu Sufyan seharga (20.000) dua puluh ribu dirham, kemudian burdah tersebut dibeli lagi oleh Abu Ja’far Al Manshur dari Dinasti Abbasiyah dengan harga (40.000) empat puluh ribu dirham. Burdah itu hanya dipakai sekali olehnya pada waktu shalat ‘Id dan diteruskan secara turun – menurun.
b. Burdah atas nama Imam Al-Bushiri
Sedangkan qasidah Burdah yang disusun oleh Al Bushiri nama aslinya adalah Al-Kawakib Ad-Durriyyah fi Madhi Khair Al-Bariyyah (Bintang – bintang Gemerlap tentang Pujian terhadap Sang Manusia Terbaik). Namun lebih dikenal dengan nama Burdah Al-Madih Al-Mubarakah atau Burdah saja. Ia menulis burdah ini semata-mata untuk memuji Nabi SAW dan tidak mengharapkan sesuatu berupa harta benda seperti yang terjadi pada Ka’ab bin Zuhair sebagaimana tersebut diatas.
Al Bushiri hidup pada masa transisi yakni kekuasaan Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamalik Bahriyah. Dimana pergolakan politik terus berlangsung, akhlak masyarakat merosot, para pejabat pemerintah mengejar kedudukan dan kemewahan.
Munculnya qasidah Burdah itu juga merupakan reaksi terhadap situasi politik, _sosial dan kultur pada masa itu agar mereka senantiasa mencontoh kehidupan Nabi SAW.
Bacaan – bacaan Burdah
Ibrahim Al Bajuri menyatakan bait Burdah yang diawali dengan Alhamdulillah tidaklah termasuk rangkaian Burdah yang disusun oleh Imam Al Bushiri. Walaupun indah, menurut sastrawan Arab tidaklah tepat kalau Burdah yang disusun Al Bushiri dimulai dengan bait itu, karena kebiasaan sastrawan Arab di dalam memulai syairnya selalu didahului dengan menyebut maksud dan tujuan syairnya. Dalam hal ini karena Burdah dimaksud untuk memuji Nabi Muhammad SAW, keasyikan pengarang terhadap Nabi, jadi haruslah dimulai dengan menyebut tujuan keasyikan, kerinduan dan sebagainya.
Itu pula sebabnya penyair – penyair Arab tidak pernah memulai syairnya dengan “Bismillah” atau “Alhamdulillah”, kecuali kalau memang rangkaian gubahannya itu langsung berhubungan dengan pujian terhadap Allah SWT. Burdah ini terdiri dari 160 bait syair :
a. Di mulai dengan Amintarazak
ﺍﻣﻦ ﺗـﺬ ﻛـﺮ ﺟـﻴـﺮﺍﻥ ﺑـﺬﻱ ﺳـﻠـﻢ
ﻣـﺰﺟﺖ ﺩﻣﻌﺎ ﺟـﺮﻯ ﻣﻦ ﻣﻘـﻠﺔ ﺑـﺪﻡ
Artinya :
“Adakah karena engkau mengenang seorang kawan di Dzi Salami engkau mencucurkan air mata bercampur darah cupu matamu”
“ ataukah oleh karena_angin berhembus dari arah Kadzimah atau apakah oleh karena seminar kilat di waktu gelap dari arah danau Idlami.
Penjelasan :
· “Dzi Salami”, tempat antara Makkah dan Madinah.
· “Kadzimah”, jalan menuju Makkah.
· “Idlami”, sebuah oase (waduk, serupa danau) di dekat Madinah.
Nama – nama ini disebut untuk mengenang Nabi Muhammad SAW. Bukankah beliau dilahirkan di Makkah dan wafat di Madinah? Tempat – tempat itu pernah beliau lalui. Bahkan mungkin pula beliau berhenti di sana.
b. Di akhiri dengan Maa rannahat
ﻣﺎ ﺭﻧﺤـﺖ ﻋـﺬﺑﺎﺕ ﺍﻟﺒـﺎﻥ ﺭﻳـﺢ ﺻـﺒﺎ
ﻭﺍﻃـﺮﺏ ﺍﻟﻌـﻴـﺲ ﺣﺎﺩﻯ ﺍﻟﻌـﻴـﺲ ﺑـﺎﻟـﻨـﻐـﻢ
Artinya :
“ shalawat itu oh Ya Allah, sepanjang _angin timur yang meniup ke Ka’bah menghembus menggoyangkan pohon Bani dan selama onta yang indah warnanya masih berketipak – ketipuk pelan melangkah karena gembira, dibuai oleh suara berdendang penggiring sekumpulan onta bimbingannya”.
Sampai di sini habislah Al Burdah itu berjumlah 160 bait, menurut Syaikh Kholid al Azhariy, demikian pula kata Syaikh Ibrahim Al Bajuri di dalam syarahnya sebagaimana tersebut dalam Kitab Al Khorbuti. Namun ditambahkan oleh Syeikh Ibrahim Al Bajuri, sungguhpun demikian di naskah yang lain masih ada lagi kelanjutnya yaitu mulai dari
ﺛـﻢ ﺍﻟـﺮﺿﺎ ﻋـﻦ ﺍﺑـﻲ ﺑـﻜـﺮ ﻭﻋـﻦ ﻋـﻤـﺮ
ﻭﻋـﻦ ﻋـﻠـﻲّ ﻭﻋـﻦ ﻋـﺜـﻤـﺎ ﻥ ﺫﻯ ﺍﻟــﻜــﺮﻡ
sampai
ﺍﺑـﻴـﺎﺗـﻬـﺎ ﻗـﺪ ﺍﺗـﺖ ﺳـﺘــﻴـﻦ ﻣـﻊ ﻣـﺎﺋــﺔ
ﻓــﺮﺝ ﺑـﻬـﺎ ﻛــﺮﺑـﻨـﺎ ﻳـﺎ ﻭﺍﺳــﻊ ﺍﻟــﻜـﺮﻡ
Dengan demikian berjumlah 166 bait (sebagaimana termaktub di hadapan pembaca) Penutup yang indah ini akan memberikan kesan yang positif bagi pendengar dan hati pembacanya.
c. Fasal – fasal dalam Burdah
Atas dasar bait-bait diatas, maka ada pula sebagian ulama mengelompokkan Burdah Al Bushiri menjadi (10) sepuluh fasal atau bagian yang terdiri dari yaitu :
· Kecintaan kepada Rasulullah SAW
· Peringatan dari godaan hawa nafsu
· Puji – pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
· Kelahiran Rasulullah SAW
· Mukjizat Rasulullah SAW
· Kemulian kitab suci Al Quran dan pujian atasnya
· Isra’ Mi’raj-nya beliau
· Beberapa kejadian peperangan Nabi Muhammad SAW
· Bertawasul kepada Rasulullah SAW
· Munajat dan mengahadapkan segala hajat
Maksud, Tujuan dan Manfaat Burdah
Selain Burdah masih banyak kumpulan syair pujian terhadap Nabi Muhammad SAW seperti Al Barzanji, Ad Diba’I, namun Burdah dianggap lebih istimewa karena keunikannya dalam beberapa hal.
a. Syair Burdah dianggap sebagai pelopor yang menghidupkan kembali penggubahan syair – syair pujian terhadap Nabi Muhammad SAW.
b. Memiliki sastra tingkat tinggi dan sarat dengan pesan – pesan etika.
c. Tidak sekedar menyajikan sejarah Nabi, tapi juga memberikan pendidikan, ajaran tasawuf dan pesan moral yang mendalam.
d. Sebagi wasilah atau sarana untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit.
e. Dipercaya memiliki kekuatan ghaib sehingga tidak jarang dibacakan pada saat ada hajatan tertentu.
f. Dibaca sebagai amalan khusus pada malam Jumat atau malam tertentu secara kontinyu agar mendapatkan syafaat Nabi SAW dan ampunan Allah Allah SWT.
Qashidah ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman, dan itali.
Di Hadramaut dan di daerah Yaman lainnya, diadakan pembacaan qashidah Burdah setiap shubuh hari Jumat atau ashar hari selasa. Sedangkan Ulama Al Azhar di Mesir banyak yang mengkhususkan hari kamis untuk pembacaan burdah dan mengadakan kajian serta penjelasan tentangnya. Sampai kini masih diadakan pembacaan burdah di mesjid – mesjid besar di Kota Mesir, seperti Masjid Imam Al-Husain, Masjid As-Sayyidah Zainab. Di negara Syam (Syiria), majelis –majelis qashidah Burdah juga diadakan di rumah - rumah dan di masjid - masjid yang di hadiri ulama besar. Di Maroko pun biasa diadakan majelis besar untuk pembacaan qashidah Burdah.
Pendapat Ulama’ Tentang Burdah
Burdah dapat dikatakan qasidah penting dalam pujian kepada Baginda Rasul SAW. Karena itu para ulama diseluruh dunia Islam menyambutnya dengan hangat.
Qashidah Burdah memang dikenal akan keindahan kata-katanya. Dr. De Sacy, seorang ahli Bahasa Arab di Universitas Sorbonne, Prancis, memujinya sebagai Karya puisi terbaik sepanjang masa.
Pembacaan Burdah juga merupakan suatu bentuk zikir untuk bershalawat kepada Baginda Nabi SAW. Digambarkan tidurnya Al Bushiri merupakan suatu vision, impian didalam kaum sufi sehingga karena itu suka sekali untuk membaca :
ﻣـﻮﻻﻱ ﺻـﻞّ ﻭﺳــﻠـﻢ ﺩﺍﺋـﻤـﺎ ﺍ ﺑــﺪﺍ
ﻋــﻠﻰ ﺣــﺒـﻴـﺒـﻚ ﺧــﻴـﺮﺍﻟــﺨــﻠـﻕ ﻛـﻠـﻬــﻢ
“ Oh Allah berikan shalawat dan salam sepanjang waktu atas kekasih-Mu, makhluk yang sebaik-baik makhluk ( Nabi Muhammad SAW).
Shalawat ini dibaca tiap kali sesudah membaca bait Burdah. Diceritakan bahwa Al Gharnawi membacakannya tiap malam agar bertemu dengan Nabi dalam tidurnya, tetapi tidak pernah berhasil. Lalu ia menanyakan hal tersebut kepada seorang Syeikh dan Syeik ini berkata : Barang kali engkau tidak memenuhi syaratnya. Al Gharnawi berkata : Bahwa saya ikuti dengan sempurna. Syeikh itu memeluknya kemudian berkata : sesungguhnya engkau tidak membaca shalawat sebagaimana Al Bushiri membaca shalawat atas Nabi SAW yaitu :
ﻣـﻮﻻﻱ ﺻـﻞّ ﻭﺳــﻠـﻢ ﺩﺍﺋـﻤـﺎ ﺍﺑــﺪﺍ
ﻋــﻠﻰ ﺣــﺒـﻴـﺒـﻚ ﺧــﻴـﺮﺍﻟــﺨــﻠـﻕ ﻛـﻠـﻬــﻢ
Ibnu Khaldun pernah mempersembahkan Burdah tersebut kepada Timur Lank, Pangeran Abdul Qadir Al Jazairi, dan Sang Pangeran menuliskan di benderanya satu bait Burdah saat berperang melawan Perancis yaitu :
ﻭ ﻣــﻦ ﺗــﻜـﻦ ﺑــﺮﺳــﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻧــﺼـﺮﺗــﻪ
ﺍﻥ ﺗــﻠــﻘـﻪ ﺍﻷ ﺳــﺪ ﻓـﻲ ﺍﺟـﺎﻣــﻬـﺎ ﺗــﺠـﻢ
“ Barang siapa mengharapkan pertolongan dengan keberkahan Rasulullah, jika bertemu dengan harimau dihutan tidak akan diterkamnya “.
Syeikh Hasan bin Muhammad Syaddad Ba Umar dalam kitabnya : Kaifiyat al Wushul Liru’yat Sayyidina ar Rasul Muhammad SAW, menyatakan bahwa “ Aku telah diberitahu oleh tuan dan kekasihku Sayyid Ahmad Masyhur Al Haddad, dimana sebagian para pencinta telah datang kepadanya dan meminta saran darinya, bagaimana dapat mimipi bertemu Nabi SAW. Dia menyuruh untuk membaca suatu bait dari Burdah, dimana setiap satu kali membaca bait itu, hendaklah bershalawat atas Nabi SAW 10 kali. Kemudian orang itu melaksanakan perintahnya sehingga dapat bermimpi Rasul SAW. Adapun bait Burdah yang dibaca tersebut yaitu :
ﻧــﻌـﻢ ﺳــﺮﻯ ﻃــﻴـﻒ ﻣـﻦ ﺍﻫــﻮﻯ ﻓـــﺄﺭﻗـــﻨـﻰ
ﻭﺍﻟــﺤـﺐ ﻳــﻌـﺘــﺮﺽ ﺍﻟـﻠـــﺬﺍﺕ ﺑــﺎﻷﻟــﻢ
“ Ya … datang dengan diam-diam di malam hari orang yang kucintai dan menyebabkan aku tidak dapat tidur. Dan cinta itu mengganggu kelezatan dengan kengerian “.
Demikian seklumit tulisan perkenalan tentang Burdah. Apabila di dalam tulisan ini terdapat kesalahan dan kekurangan, maka dari itu diharapkan masukan dan sarannya untuk menambah khazanah kita. Semoga dengan ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua dan bisa di amalkan sebagaimana mestinya.
Di dalam kitab “Jamharatul Auliyaai wa A’laami Ahlit Tashauwufi ” , karangan ‘Aalimul Jalil as Sayyid Machmud Abul Faidl al Manufi al- Husaini, di jelaskan sebagai berikut :
“ Beliau seorang ustadz yang tegas, yang ‘arif sempurna, surya agama, tanda kebenaran ummat, guru (syaikh) orang – orang yang ahli hakikat : Abu ‘Abdillah Syarafuddin Muhammad bin Sa’id bin Hammad bin Muhsin bin ‘Abdullah bin Shanhaj bin Hilal As Shanhaji Al Bushiri.
Dilahirkan di Dalaash pada awal bulan Syawal hari Selasa tahun 608 H/1211 M. kedua orang tuanya dari Maghrib, kemudian menetap di Dalaash namun beliau besar di Bushir, sehingga kemudian lebih dikenal dengan Imam Al Bushiri.
Al Bushiri sebenarnya tak hanya terkenal dengan Burdah-nya. Ia juga dikenal sebagai Ahli Fiqih dan Ilmu Kalam. Namun nama Burdah telah menenggelamkan ketenarannya sebagai seorang sufi yang besar yang memiliki banyak murid. Dalam kaitannya dengan alam kesufian ini Beliau adalah pengikut Tarekat Syaziliyah dan merupakan murid dari Syeich Abul Abbas Al Mursi. dimana Syeich Abul Abbas Al Mursi sendiri adalah murid langsung dari Sayyidina Syeich Abul Hasan As Syazili (Pendiri Tarekat Syaziliyah). Tercatat bahwa Al Bushiri dan Syeich Abdullah bin Ahmad Athaillah (Pengarang Kitab Al Hikam) merupakan murid kesayangan dari Syeich Abul Abbas Al Mursi. Namun karya Burdah-nya dipandang sebagai puncak karya sastra dalam memuji Rasulullah SAW, Al Bushiri diberi gelar sebagai Sayyidul Muddah yang berarti “Pemimpin para pemuji Rasulullah SAW”.
Sayyid Mahmud Faidh Al Manufi menulis dalam bukunya, Jawharat al Awliya, bahwa Al Bushiri tetap istiqamah dalam hidupnya sebagai seorang sufi sampai akhir hayatnya. Beliau wafat pada tahun 696 H dan dimakamkan di Iskandaria, Mesir, sampai sekarang masih dijadikan tempat ziarah yang berdampingan dengan makam gurunya, Syeich Abul Abbas Al Mursi.
Dan setelah 2 (dua) tahun dari kewafatannya lahirlah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad yang dikenal dengan Ibnu Jaabir Al Andalusi. Ia terpesona dengan qasidah Burdah, yang dikemudian hari hal ini mengilhaminya untuk membuat suatu qasidah dalam memuji Rasul SAW. Ibnu Jaabir Al Andalusi wafat pada bulan Jumadil Akhir 780 H, dimakamkan di Birroh, Andalusi.
Imam Ibnu Hajar mengatakan, “Al Bushiri adalah keajaiban yang ditampakkan Allah SWT dalam hal susunan prosa dan syair. Andaikan ia tidak memiliki karya kecuali qasidahnya yang terkenal dengan nama Al Burdah tersebut, itu sudah cukup mengangkat kemegahannya. Begitu pula qasidah hamziyah nya (qasidah yang diakhiri dengan hurup hamzah) yang memukau.”
Latar Belakang Munculnya Burdah
DR. Zakki Mubarak menyatakan : Al Bushiri mengemukakan kepada kita mengapa ia menulis Burdah, katanya : “Aku menyusun qasidah–qasidah ini untuk memuji Rasulullah SAW. Disamping itu temanku yang bernama Zainauddin Ya’qub bin Az Zubair meminta kepadaku untuk membuat suatu bentuk syair. Bertepatan kemudian peristiwa yang menimpa daku yaitu sakit lumpuh separo badanku, kemudian terpikir oleh daku untuk menyusun qasidahku ini dan aku pun mengerjakannya, dan aku mengharapkan syafa’at dengan qasidah itu kepada Allah SWT, agar Allah Ta’ala menyembuhkan daku, dan aku ulangi melagukannya, aku berdo’a, dan aku bertawassul dan aku pun tidur kemudian aku bermimpi melihat Nabi SAW.
Kemudian Nabi SAW mengusapku dengan tangannya yang berkat itu, dan memberikan kepadaku Burdah. Akupun tersentak, lalu terbangun, aku pun berdiri dan keluar dari rumahku, dan aku tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada seorang pun sampai kemudian sebagian orang – orang fakir menemui daku dan berkata kepadaku : “ Aku mengharapkan engkau memberikan kepadaku qasidah yang engkau buat memuji Rasulullah SAW”, kemudian aku berkata : yang mana? Sang Fakir berkata : ialah yang engkau karang waktu engkau sakit dan kemudian ia menyebut permulaannya, dan kemudian sang fakir berkata : “Demi Allah sungguh aku mendengarnya kemarin ketika disenandungkan disamping Rasulullah SAW dan Beliau bergerak – gerak dan hal itu mengherankan daku, kemudian Nabi SAW memberikan Burdah (selendang) kepada orang yang mensenandungkan
nya.
Ketika menyusun qasidah ini dan melihat Nabi SAW di dalam tidurnya, kemudian Al Bushiri melagukan di sisi Nabi SAW, dan seolah – olah Nabi SAW bergerak seperti halnya cabang – cabang pohon bergerak, setelah Al Bushiri sampai kepada kata – katanya
( ﻓـﻤﺒـﻠﻎ ﺍﻟﻌـﻠﻢ ﻓـﻴﻪ ﺃﻧـﻪ ﺑـﺸــﺮ ) ia tidak bisa menyempurnakannya, kemudian Rasulullah SAW berkata kepadanya : bacalah. Jawab Al Bushiri : saya tidak bisa membuat mishra’ (suatu ‘ajz, atau rangkaian kedua dari satu bait) terhadap mishra’nya yang pertama. Lalu Rasulullah SAW berkata : ( ﻭﺃﻧـﻪ ﺧـﻴـﺮﺧـﻠـﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﻠﻬـﻢ )karena itu Al Bushiri memasukkan mishra’ ini ke dalam baitnya tersebut, tepat seperti yang dikatakan oleh Nabi SAW, dan Al Bushiri menjadikan shalawat yang dibaca berulang – ulang setiap selesai membaca satu bait – bait Burdah, karena kecintaannya kepada lafadzh Nabi SAW.
Pada dasarnya Burdah itu sendiri tidak bisa menyebabkan kekeramatan bagi setiap orang, dan tidak lain hal itu bisa terjadi hanya karena mempercayainya dengan kesungguhan dan keikhlasan, sehingga tergambarlah keistimewaan, dan keajaiban – keajaiban, dan memang demikianlah Burdah itu bagi sebagian orang diamalkan untuk mengharapkan perjumpaan dirinya dengan Rasullullah SAW.
Secara umum Burdah memberikan pengaruh dalam hal antara lain :
a. Pengaruhnya di dalam kelompok – kelompok yang terkenal
Tidak ada yang menghafalkan qasidah yang panjang sebagaimana halnya mereka menghafalkan Burdah itu bahkan menjadikannya sebagai wirid : dibaca di waktu pagi dan sore, bahkan ada yang membaca di suatu makam yang bagus sesudah shalat fajar tiap hari Jum’at. Banyak pula orang – orang yang mengumpulkan anak – anak kecil untuk membaca Burdah di samping jenazah.
b. Di dalam karang – mengarang
Adapun pengaruhnya dalam dunia karang mengarang lahirlah banyak pengarang dan pensyarah terhadap burdah sehingga timbul bermacam-macam syarah (komentar). Dalam hal ini yang sudah memberi komentar antara lain ialah, Ibnu Sho-ight yang wafat tahun 776, Ali bin Muhammad al Qolasha wafat pada tahun 891, Syihabuddin ibn al-Imaad yang wafat pada tahun 808, Asyaikh Khalid al Azhary yang wafat tahun 905, Jalaludin al Machali, Muhammad bin Achmad al Marzuqiy, Muhammad al Mishry, Zakariya al Anshory
.
c. Di dalam pengajaran
Mengenai pengaruhnya di dalam pengajaran, hal ini di lakukan misalnya oleh ulama – ulama Al Azhar pada setiap hari kamis dan jum’at dengan mengajar Chassiyah Al Bajury ‘Alal Burdah.dan pengajaran ini banyak diikuti oleh pelajar dan mahasiswa.
d. Di dalam puisi
Pengaruh burdah dalam dunia atau dilingkungan syi’ir (sajak dan sastra) dan para sastrawan sangat besar sekali dan mereka memuatnya dalam sajak – sajaknya. Mensyatharnya (istilah syi’ir arab), melimakannya, mentujuhkannya, mensepuluhkannya, dan mengarudlkannya (membuat perumpamaan atau sajak yang menyerupainya).
Pengertian Burdah
Ibnu Saiyidih berkata : kata Burdah itu berasal dari Al Burdu yaitu baju yang bergaris – garis dan orang Arab mengkhususkannya untuk hiasan, jama’nya : abradun, abrudun dan burudun. Sedang Al Burdatu yaitu kain yang digunakan sebagai selimut. Ada yang mengatakan apabila terbuat dari bulu berumbai – rumbai dinamakan Burdah. Syamir mengungkapkan orang Arab Khuzaimiyah kerap kali menggunakan semacam sapu tangan/kain yang terbuat dari bulu yang ia gunakan bersarung, akupun menanyakannya : apakah namanya ini? Ia menjawab : ini adalah Burdah selubung yang bergaris. Burdah adalah kain persegi empat yang ada hitamnya. Burdah lebih mirip dengan selendang karena kasar atau halusnya.
a. Burdah atas nama Ka’ab bin Zuhair
Bânat Su’âd, itulah nama sebuah syair pujian yang sangat masyhur. Syair ini merupakan karya Ka’ab bin Zuhair yang memiliki saudara yang bernama Bujair yang terlebih dulu masuk Islam, ketika mengetahui Bujair masuk Islam Ka’ab marah dan saat itu timbul kebenciannya kepada Islam dan Rasulullah SAW . Beberapa kali Ka’ab mengejek Rasulullah SAW.
Sepulang Rasulullah SAW dari Perang Thâif, Bujair menulis surat kepada saudaranya untuk memeluk Islam dan mengingatkan kabar buruk jika ia menolak. Bujair menyarankan Ka’ab untuk bertaubat dan memeluk Islam.
Ka’ab mendatangi Rasulullah SAW di Madinah untuk bertaubat dan meminta perlindangan namun para sahabat ketika mendengar bahwa ia adalah Ka’ab langsung meminta izin kepada Rasulullah untuk memenggal kepalanya karena kelakuannya yang selalu menghina Nabi SAW. Saat itu Kaab bin Zuhair sudah berusia 100 tahun. Namun Nabi melarang para sahabat dan memaafkan Ka’ab yang telah bertaubat. Kaab bin Zuhair adalah salah satu penyair terkenal di kalangan Jahiliah dengan nama panggilan Ibnu Abi Salma.
Maha Suci Allah, Ka’ab langsung berubah dan menjadi sangat mencintai Rasulullah SAW, secara spontan Ka’ab melantunkan sebuah syair pujian untuk Rasulullah SAW yang terkanal dengan sebutan Banaat Su’aad (Putri-putri Su’ad) terdiri dari 59 bait puisi. Atas dasar itu Nabi SAW memberikan Burdah (jubah) yang dipakainya kepada Kaab bin Zuhair. Jubah yang menjadi milik keluarga Ka’ab tersebut akhirnya dibeli oleh Mu’awiyyah bin Abu Sufyan seharga (20.000) dua puluh ribu dirham, kemudian burdah tersebut dibeli lagi oleh Abu Ja’far Al Manshur dari Dinasti Abbasiyah dengan harga (40.000) empat puluh ribu dirham. Burdah itu hanya dipakai sekali olehnya pada waktu shalat ‘Id dan diteruskan secara turun – menurun.
b. Burdah atas nama Imam Al-Bushiri
Sedangkan qasidah Burdah yang disusun oleh Al Bushiri nama aslinya adalah Al-Kawakib Ad-Durriyyah fi Madhi Khair Al-Bariyyah (Bintang – bintang Gemerlap tentang Pujian terhadap Sang Manusia Terbaik). Namun lebih dikenal dengan nama Burdah Al-Madih Al-Mubarakah atau Burdah saja. Ia menulis burdah ini semata-mata untuk memuji Nabi SAW dan tidak mengharapkan sesuatu berupa harta benda seperti yang terjadi pada Ka’ab bin Zuhair sebagaimana tersebut diatas.
Al Bushiri hidup pada masa transisi yakni kekuasaan Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamalik Bahriyah. Dimana pergolakan politik terus berlangsung, akhlak masyarakat merosot, para pejabat pemerintah mengejar kedudukan dan kemewahan.
Munculnya qasidah Burdah itu juga merupakan reaksi terhadap situasi politik, _sosial dan kultur pada masa itu agar mereka senantiasa mencontoh kehidupan Nabi SAW.
Bacaan – bacaan Burdah
Ibrahim Al Bajuri menyatakan bait Burdah yang diawali dengan Alhamdulillah tidaklah termasuk rangkaian Burdah yang disusun oleh Imam Al Bushiri. Walaupun indah, menurut sastrawan Arab tidaklah tepat kalau Burdah yang disusun Al Bushiri dimulai dengan bait itu, karena kebiasaan sastrawan Arab di dalam memulai syairnya selalu didahului dengan menyebut maksud dan tujuan syairnya. Dalam hal ini karena Burdah dimaksud untuk memuji Nabi Muhammad SAW, keasyikan pengarang terhadap Nabi, jadi haruslah dimulai dengan menyebut tujuan keasyikan, kerinduan dan sebagainya.
Itu pula sebabnya penyair – penyair Arab tidak pernah memulai syairnya dengan “Bismillah” atau “Alhamdulillah”, kecuali kalau memang rangkaian gubahannya itu langsung berhubungan dengan pujian terhadap Allah SWT. Burdah ini terdiri dari 160 bait syair :
a. Di mulai dengan Amintarazak
ﺍﻣﻦ ﺗـﺬ ﻛـﺮ ﺟـﻴـﺮﺍﻥ ﺑـﺬﻱ ﺳـﻠـﻢ
ﻣـﺰﺟﺖ ﺩﻣﻌﺎ ﺟـﺮﻯ ﻣﻦ ﻣﻘـﻠﺔ ﺑـﺪﻡ
Artinya :
“Adakah karena engkau mengenang seorang kawan di Dzi Salami engkau mencucurkan air mata bercampur darah cupu matamu”
“ ataukah oleh karena_angin berhembus dari arah Kadzimah atau apakah oleh karena seminar kilat di waktu gelap dari arah danau Idlami.
Penjelasan :
· “Dzi Salami”, tempat antara Makkah dan Madinah.
· “Kadzimah”, jalan menuju Makkah.
· “Idlami”, sebuah oase (waduk, serupa danau) di dekat Madinah.
Nama – nama ini disebut untuk mengenang Nabi Muhammad SAW. Bukankah beliau dilahirkan di Makkah dan wafat di Madinah? Tempat – tempat itu pernah beliau lalui. Bahkan mungkin pula beliau berhenti di sana.
b. Di akhiri dengan Maa rannahat
ﻣﺎ ﺭﻧﺤـﺖ ﻋـﺬﺑﺎﺕ ﺍﻟﺒـﺎﻥ ﺭﻳـﺢ ﺻـﺒﺎ
ﻭﺍﻃـﺮﺏ ﺍﻟﻌـﻴـﺲ ﺣﺎﺩﻯ ﺍﻟﻌـﻴـﺲ ﺑـﺎﻟـﻨـﻐـﻢ
Artinya :
“ shalawat itu oh Ya Allah, sepanjang _angin timur yang meniup ke Ka’bah menghembus menggoyangkan pohon Bani dan selama onta yang indah warnanya masih berketipak – ketipuk pelan melangkah karena gembira, dibuai oleh suara berdendang penggiring sekumpulan onta bimbingannya”.
Sampai di sini habislah Al Burdah itu berjumlah 160 bait, menurut Syaikh Kholid al Azhariy, demikian pula kata Syaikh Ibrahim Al Bajuri di dalam syarahnya sebagaimana tersebut dalam Kitab Al Khorbuti. Namun ditambahkan oleh Syeikh Ibrahim Al Bajuri, sungguhpun demikian di naskah yang lain masih ada lagi kelanjutnya yaitu mulai dari
ﺛـﻢ ﺍﻟـﺮﺿﺎ ﻋـﻦ ﺍﺑـﻲ ﺑـﻜـﺮ ﻭﻋـﻦ ﻋـﻤـﺮ
ﻭﻋـﻦ ﻋـﻠـﻲّ ﻭﻋـﻦ ﻋـﺜـﻤـﺎ ﻥ ﺫﻯ ﺍﻟــﻜــﺮﻡ
sampai
ﺍﺑـﻴـﺎﺗـﻬـﺎ ﻗـﺪ ﺍﺗـﺖ ﺳـﺘــﻴـﻦ ﻣـﻊ ﻣـﺎﺋــﺔ
ﻓــﺮﺝ ﺑـﻬـﺎ ﻛــﺮﺑـﻨـﺎ ﻳـﺎ ﻭﺍﺳــﻊ ﺍﻟــﻜـﺮﻡ
Dengan demikian berjumlah 166 bait (sebagaimana termaktub di hadapan pembaca) Penutup yang indah ini akan memberikan kesan yang positif bagi pendengar dan hati pembacanya.
c. Fasal – fasal dalam Burdah
Atas dasar bait-bait diatas, maka ada pula sebagian ulama mengelompokkan Burdah Al Bushiri menjadi (10) sepuluh fasal atau bagian yang terdiri dari yaitu :
· Kecintaan kepada Rasulullah SAW
· Peringatan dari godaan hawa nafsu
· Puji – pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
· Kelahiran Rasulullah SAW
· Mukjizat Rasulullah SAW
· Kemulian kitab suci Al Quran dan pujian atasnya
· Isra’ Mi’raj-nya beliau
· Beberapa kejadian peperangan Nabi Muhammad SAW
· Bertawasul kepada Rasulullah SAW
· Munajat dan mengahadapkan segala hajat
Maksud, Tujuan dan Manfaat Burdah
Selain Burdah masih banyak kumpulan syair pujian terhadap Nabi Muhammad SAW seperti Al Barzanji, Ad Diba’I, namun Burdah dianggap lebih istimewa karena keunikannya dalam beberapa hal.
a. Syair Burdah dianggap sebagai pelopor yang menghidupkan kembali penggubahan syair – syair pujian terhadap Nabi Muhammad SAW.
b. Memiliki sastra tingkat tinggi dan sarat dengan pesan – pesan etika.
c. Tidak sekedar menyajikan sejarah Nabi, tapi juga memberikan pendidikan, ajaran tasawuf dan pesan moral yang mendalam.
d. Sebagi wasilah atau sarana untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit.
e. Dipercaya memiliki kekuatan ghaib sehingga tidak jarang dibacakan pada saat ada hajatan tertentu.
f. Dibaca sebagai amalan khusus pada malam Jumat atau malam tertentu secara kontinyu agar mendapatkan syafaat Nabi SAW dan ampunan Allah Allah SWT.
Qashidah ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman, dan itali.
Di Hadramaut dan di daerah Yaman lainnya, diadakan pembacaan qashidah Burdah setiap shubuh hari Jumat atau ashar hari selasa. Sedangkan Ulama Al Azhar di Mesir banyak yang mengkhususkan hari kamis untuk pembacaan burdah dan mengadakan kajian serta penjelasan tentangnya. Sampai kini masih diadakan pembacaan burdah di mesjid – mesjid besar di Kota Mesir, seperti Masjid Imam Al-Husain, Masjid As-Sayyidah Zainab. Di negara Syam (Syiria), majelis –majelis qashidah Burdah juga diadakan di rumah - rumah dan di masjid - masjid yang di hadiri ulama besar. Di Maroko pun biasa diadakan majelis besar untuk pembacaan qashidah Burdah.
Pendapat Ulama’ Tentang Burdah
Burdah dapat dikatakan qasidah penting dalam pujian kepada Baginda Rasul SAW. Karena itu para ulama diseluruh dunia Islam menyambutnya dengan hangat.
Qashidah Burdah memang dikenal akan keindahan kata-katanya. Dr. De Sacy, seorang ahli Bahasa Arab di Universitas Sorbonne, Prancis, memujinya sebagai Karya puisi terbaik sepanjang masa.
Pembacaan Burdah juga merupakan suatu bentuk zikir untuk bershalawat kepada Baginda Nabi SAW. Digambarkan tidurnya Al Bushiri merupakan suatu vision, impian didalam kaum sufi sehingga karena itu suka sekali untuk membaca :
ﻣـﻮﻻﻱ ﺻـﻞّ ﻭﺳــﻠـﻢ ﺩﺍﺋـﻤـﺎ ﺍ ﺑــﺪﺍ
ﻋــﻠﻰ ﺣــﺒـﻴـﺒـﻚ ﺧــﻴـﺮﺍﻟــﺨــﻠـﻕ ﻛـﻠـﻬــﻢ
“ Oh Allah berikan shalawat dan salam sepanjang waktu atas kekasih-Mu, makhluk yang sebaik-baik makhluk ( Nabi Muhammad SAW).
Shalawat ini dibaca tiap kali sesudah membaca bait Burdah. Diceritakan bahwa Al Gharnawi membacakannya tiap malam agar bertemu dengan Nabi dalam tidurnya, tetapi tidak pernah berhasil. Lalu ia menanyakan hal tersebut kepada seorang Syeikh dan Syeik ini berkata : Barang kali engkau tidak memenuhi syaratnya. Al Gharnawi berkata : Bahwa saya ikuti dengan sempurna. Syeikh itu memeluknya kemudian berkata : sesungguhnya engkau tidak membaca shalawat sebagaimana Al Bushiri membaca shalawat atas Nabi SAW yaitu :
ﻣـﻮﻻﻱ ﺻـﻞّ ﻭﺳــﻠـﻢ ﺩﺍﺋـﻤـﺎ ﺍﺑــﺪﺍ
ﻋــﻠﻰ ﺣــﺒـﻴـﺒـﻚ ﺧــﻴـﺮﺍﻟــﺨــﻠـﻕ ﻛـﻠـﻬــﻢ
Ibnu Khaldun pernah mempersembahkan Burdah tersebut kepada Timur Lank, Pangeran Abdul Qadir Al Jazairi, dan Sang Pangeran menuliskan di benderanya satu bait Burdah saat berperang melawan Perancis yaitu :
ﻭ ﻣــﻦ ﺗــﻜـﻦ ﺑــﺮﺳــﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻧــﺼـﺮﺗــﻪ
ﺍﻥ ﺗــﻠــﻘـﻪ ﺍﻷ ﺳــﺪ ﻓـﻲ ﺍﺟـﺎﻣــﻬـﺎ ﺗــﺠـﻢ
“ Barang siapa mengharapkan pertolongan dengan keberkahan Rasulullah, jika bertemu dengan harimau dihutan tidak akan diterkamnya “.
Syeikh Hasan bin Muhammad Syaddad Ba Umar dalam kitabnya : Kaifiyat al Wushul Liru’yat Sayyidina ar Rasul Muhammad SAW, menyatakan bahwa “ Aku telah diberitahu oleh tuan dan kekasihku Sayyid Ahmad Masyhur Al Haddad, dimana sebagian para pencinta telah datang kepadanya dan meminta saran darinya, bagaimana dapat mimipi bertemu Nabi SAW. Dia menyuruh untuk membaca suatu bait dari Burdah, dimana setiap satu kali membaca bait itu, hendaklah bershalawat atas Nabi SAW 10 kali. Kemudian orang itu melaksanakan perintahnya sehingga dapat bermimpi Rasul SAW. Adapun bait Burdah yang dibaca tersebut yaitu :
ﻧــﻌـﻢ ﺳــﺮﻯ ﻃــﻴـﻒ ﻣـﻦ ﺍﻫــﻮﻯ ﻓـــﺄﺭﻗـــﻨـﻰ
ﻭﺍﻟــﺤـﺐ ﻳــﻌـﺘــﺮﺽ ﺍﻟـﻠـــﺬﺍﺕ ﺑــﺎﻷﻟــﻢ
“ Ya … datang dengan diam-diam di malam hari orang yang kucintai dan menyebabkan aku tidak dapat tidur. Dan cinta itu mengganggu kelezatan dengan kengerian “.
Demikian seklumit tulisan perkenalan tentang Burdah. Apabila di dalam tulisan ini terdapat kesalahan dan kekurangan, maka dari itu diharapkan masukan dan sarannya untuk menambah khazanah kita. Semoga dengan ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua dan bisa di amalkan sebagaimana mestinya.
0 Response to "Mengenal Burdah Dan Manfaatnya"
Post a Comment