Tarian sufi (beberapa sumber mengatakan 'sema')
diciptakan oleh Jalaluddin Rumi. Seorang Sufi yang
dilahirkan di kota Balkh-Afghanistan, 30 September 1273.
Tarian berputar melawan arah jarum jam ini merupakan
paduan warna dari tradisi, sejarah, kepercayaan, dan
budaya Turki.
Kenapa Berputar ?
Menurut Profesor Zaki Saritoprak, pakar dan pemerhati
pemikiran Jalaluddin Rumi dari Monash University,
Australia, berpandangan bahwa kondisi dasar semua yang
ada di dunia ini adalah berputar. Tidak ada satu benda dan
makhluk yang tidak berputar. Keadaan ini dikarenakan
perputaran elektron, proton, dan neutron dalam atom yang
merupakan partikel terkecil penyusun semua benda atau
makhluk.
Tarian sufi yang didominasi gerakan berputar-putar
mengajak akal untuk menyatu dengan perputaran
keseluruhan ciptaan dari tidak ada, ada, kemudian kembali
ke tiada.
Berapa Lama Berputar
Dalam berputar, penari tidak memiliki patokan waktu
tentang “berapa lama ia harus berputar” atau “seberapa
cepat putarannya”, tetapi penari dituntut terus berputar
hingga ia kehilangan emosi dan menyerahkan diri
sepenuhnya pada Yang Maha Kuasa.
Apa Makna Tarian Sufi ?
Tangan kanan yang menghadap ke atas memiliki makna
bahwa sang penari mendapatkan hidayah dari Allah,
kemudian tangan kiri yang menghadap ke bawah memiliki
makna menyebarkan hidayah yang telah diterima. Ini
menyimbolkan adanya hubungan yang baik antara makhluk
dengan Sang Khalik dan hubungan antara makhluk dengan
makhluk lainnya.
Garakan kaki para penari sufi juga memiliki beberapa
makna tentang kehidupan. Kaki kanan yang digunakan
untuk melakukan putaran memiliki makna bahwa
seseorang akan melangkah ke arah yang lebih baik. kaki
kanan pun ketika melakukan pergerakan menyimbolkan
bahwa ia menginjak-injak segala sifat keduniawian dan
memilih untuk melangkah kea rah yang benar yaitu,
seusuai putaran yang sebenarnya. Kaki kiri sebagai
tumpuan pun memiliki makna bahwa bagaimanapun
seseorang bergerak asalkan memiliki tumpuan yang elas
maka orang tersebut tidak akan terperosok ke dalam
jurang kemaksiatan.
Pakaian para penari sufi memiliki beberapa atribut yang
sangat khas. Di bagian kepala penari memakai topi
maulawi. Selanjutnya, penari pun memakai jubah hitam
dan tennur putih.
Topi maulawi yang dipakai penari sufi adalah topi
merupakan topi memanjang. Topi ini melambangkan batu
nisan. Dengan perlambangan seperti itu maka tarian ini
mengingatkan pada kematian, sehingga akan seseorang
akan selalu mempersiakan diri pada kematian.
Jubah hitam melambangkan alam kubur yang ketika
dilepaskan melambangkan kelahiran kembali menuju
kebenaran. Sedangkan tennur putih melambangkan kain
kafan yang membungkus ego.
Penari sufi memakai kuff. Kuff adalah kulit yang
dipergunakan Rasullulah pada musim dingin sebagai alas
kaki. Digunakannya kuff untuk menghindari menjejak bumi
karena energi bumi negatif, penuh keduniawian.
Madzhab Syafi’iyyah.
Menurut para ulama Syafi’iyyah hukum Tarian adalah
Mubah menurut pendapat yang mu’tamad, kecuali jika ada
tarian goyangan patah-patahnya seperti yang dilakukan
para bencong (laki-laki yang berpura-pura jadi perempuan),
maka hukumnya menjadi haram.
Syaikh Islam Zakariyya al-Anshari mengatakan :
(ﻭﺍﻟﺮﻗﺺ ) ﺑﻼ ﺗﻜﺴﺮ ( ﻣﺒﺎﺡ ) ﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﻴﻦ } ﺃﻧﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻗﻒ
ﻟﻌﺎﺋﺸﺔ ﻳﺴﺘﺮﻫﺎ ﺣﺘﻰ ﺗﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﺒﺸﺔ ﻭﻫﻢ ﻳﻠﻌﺒﻮﻥ ﻭﻳﺰﻓﻨﻮﻥ ﻭﺍﻟﺰﻓﻦ ﺍﻟﺮﻗﺺ { ﻷﻧﻪ
ﻣﺠﺮﺩ ﺣﺮﻛﺎﺕ ﻋﻠﻰ ﺍﺳﺘﻘﺎﻣﺔ ﺃﻭ ﺍﻋﻮﺟﺎﺝ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺻﺮﺡ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻤﺼﻨﻒ ﺍﻟﻔﻮﺭﺍﻧﻲ
ﻭﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﻓﻲ ﻭﺳﻴﻄﻪ ﻭﻫﻲ ﻣﻘﺘﻀﻰ ﻛﻼﻡ ﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﺑﺎﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻷﺻﻞ
ﻣﺤﺘﻤﻠﺔ ﻟﻬﺎ ﺣﻴﺚ ﻗﺎﻝ ﻭﺍﻟﺮﻗﺺ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺮﺍﻡ ( ﻭﺑﺎﻟﺘﻜﺴﺮ ﺣﺮﺍﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ) ﻷﻧﻪ
ﻳﺸﺒﻪ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﻤﺨﻨﺜﻴﻦ
“ {Dan ar-Raqsh/tarian} tanpa goyangan alay hukumnya
mubah karena ada dalil dari dua sahih Bukhari dan Muslim,
bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk
Aisyah dengan menutupinya sehingga Aisyah bias melihat
kepada Habaysah yang sedang bermain, berzafin dan
menari “, karena hal itu hanyalah semata-mata gerakan
kelurusan dan kebengkokan. Dan hukumnya mubah
sebagaimana ditegaskan si mushannif al-Faurani dan al-
Ghazali dalam kitab al-Wasithnya, itu juga ketentuan kalam
lainnya. Al-Ghaffal mengatakannya makruh. Redaksi yang
pertama kemungkinan asalnya makruh, dengan sekiranya ia
berkata, “ Dan ar-Raqsh tidaklah haram (dan dengan
goyangan alay maka hukumnya haram meskipun dari
wanita) karena itu menyerupai prilaku para bencong “[2]
Dalam Hasyiah al-Qulyubi dan Umairah disebutkan :
( ﻻ ﺍﻟﺮﻗﺺ ) ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺍﻟﺪﻡ ﻟﻮ ﺭﻓﻊ ﺭﺟﻼ ﻭﻗﻌﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻓﺮﺣﺎ ﺑﻨﻌﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﺫﺍ ﻫﺎﺝ ﺑﻪ ﺷﻲﺀ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﻭﺃﺯﻋﺠﻪ ﻋﻦ ﻣﻜﺎﻧﻪ ، ﻓﻮﺛﺐ ﻣﺮﺍﺭﺍ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻣﺮﺍﻋﺎﺓ
ﺗﺰﻳﻦ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ
“ {Dan bukan ar-Raqsh} Ibnu Abi ad-Dam mengatakan, “
Seandainya seseorang mengangkat satu kakinya dan duduk
di atas satu kaki lainnya karena rasa gembira dengan
nikmat Allah Ta’ala, jika sesuatu mengobarkan hatinya,
maka dia mengeluarkan kaki satunya dan
menggoncangkannya dari tempatnya, lalu melompat
beberapa kali tanpa memperhatikan perhatian manusia,
maka itu tidaklah mengapa “. [3]
Imam an-Nawawi mengatakan :
ﻻ ﺍﻟﺮﻗﺺ، ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻴﻪ ﺗﻜﺴﺮ ﻛﻔﻌﻞ ﺍﻟﻤﺨﻨﺚ
“ (Dan tidak haram) ar-Raqhs (tarian) kecuali jika ada
goyangan patahnya seperti perilaku bencong “.[4]
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan :
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻓﻼ ﻳﺤﺮﻡ ﻟﻔﻌﻞ ﺍﻟﺤﺒﺸﺔ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺣﻀﺮﺗﻪ ﻣﻊ ﺗﻘﺮﻳﺮﻩ ﻋﻠﻴﻪ
“ Adapun ar-Raqsh maka tidaklah haram karena perbuatan
Habasyah di hadapan Nabi disertai pengakuan Nabi
kepadanya “.[5]
Dalam fatwa beliau yang lain ketika ditanya tentang
hokum tarian, beliau menjawab :
ﻧﻌﻢ ﻟﻪ ﺃﺻﻞ ﻓﻘﺪ ﺭُﻭﻯ ﻓﻰ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺃﻥّ ﺟﻌﻔﺮ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻃﺎﻟﺐ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺭﻗﺺ ﺑﻴﻦ
ﻳﺪﻯ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠّﻢ ﻟﻤّﺎ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ” ﺃﺷﺒﻬﺖ ﺧَﻠﻘﻰ ﻭﺧُﻠﻘﻰ ” ﻭ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ
ﻟﺬّﺓ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ﻭ ﻟﻢ ﻳﻨﻜﺮ ﻋﻠﻴﻪ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠّﻢ
“ Ya, tarian memiliki dasar pijakannya. Sungguh telah
diriwayatkan dala satu hadits bahwasanya Jakfar bin Abi
Thalib radhiallahu ‘anhu menari di hadapan Nabi shallahu
‘alaihi wa sallam, ketika beliau bersabda, “ Engkau
menyerupaiku dari rupa dan akhlakmu “. Hal itu karena
merasakan lezatnya pembicaraan Nabi padanya dan Nabi
pun tidak mengingkarinya…”. [6]
Madzhab Hanbaliyyah.
Menurut ulama Hanabilah, ar-Raqsh hukumnya makruh jika
bertujuan permainan, dan mubah jika ada hajat syar’iyyah.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang orang-
orang shufi dan tarian mereka :
ﺇﻥّ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ﺟﻠﺴﻮﺍ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻮﻛﻞ ﺑﻐﻴﺮ ﻋﻠﻢ ” ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ”
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻗﻌﺪﻫﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ” ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻪ ” ﺇﻥّ ﻫﻤّﺘﻬﻢ ﻛﺒﻴﺮﺓ ” ﻗﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ ” ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻗﻮﻣًﺎ
ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ ﺍﻷﺭﺽ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﻦ ﻗﻮﻡ ﻫﻤّﺘُﻬﻢ ﻛﺒﻴﺮﺓ ” ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻪ ” ﺇﻧّﻬﻢ ﻳﻘﻮﻣﻮﻥ ﻭ ﻳﺮﻗﺼﻮﻥ ”
ﻓﻘﺎﻝ ﺃﺣﻤﺪ “ ﺩﻋﻬﻢ ﻳﻔﺮﺣﻮﺍ ﻣﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺎﻋﺔ
“ Sesungguhnya mereka para shufi duduk di dalam masjid-
masjid dengan tawakkal tanpa ilmu ?, maka imam Ahmad
menjawab, “ Mereka pakai ilmu, duduklah bersama mereka
di masjid-masjid “. Ada juga yang bertanya, “ Semangat
mereka besar sekali “, imam Ahmad menjawab, “ Aku tidak
mengetahui suatu kaum di muka bumi ini yang lebih baik
dari kaum yang semangatnya besar “. Lalu ditanya lagi, “
Sesungguhnya mereka (para shufi) itu berdiri dan menari-
nari “, maka imam Ahmad menjawab, “ Biarkan mereka
bergembira sesaat bersama Allah “. [7]
Al-Mardawi mengatakan :
ﻭﺫﻛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ : ﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻭﺍﻟﻠﻌﺐ ﻛﻠﻪ ، ﻭﻣﺠﺎﻟﺲ ﺍﻟﺸﻌﺮ
“ Disebutkan dalam al-Wasilah, : Dimakruhkan ar-Raqsh
dan semua yang bersifat permainan dan majlis-majlis syi’ir
“. [8]
Al-Bahuti mengatakan :
( ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻭﻣﺠﺎﻟﺲ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻭﻛﻞ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﻟﻌﺒﺎ ) ﺫﻛﺮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺳﻴﻠﺔ
ﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻘﺒﺔ ﺍﻵﺗﻲ ( ﺇﻻ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﻴﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﺘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺪﻭ ) ﻟﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ
“ Dan dimakruhkan ar-Raqsh dan majlis-majlis syi’ir dan
semua yang dinamakan permainan. Telah disebutkan
dalam al-Wasilah karena ada hadits Uqbah yang akan
datang. Kecuali ar-Raqsh atau permainan yang membantu
atas memerangi musuh, sebagaimana telah berlalu “. [9]
Madzhab Malikiyyah.
Imam ash-Shawi mengatakan :
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻓﺎﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ، ﻓﺬﻫﺒﺖ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ، ﻭﻃﺎﺋﻔﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ،
ﻭﻃﺎﺋﻔﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺘﻔﺮﻳﻖ ﺑﻴﻦ ﺃﺭﺑﺎﺏ ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻷﺭﺑﺎﺏ ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ ، ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻟﻐﻴﺮﻫﻢ
، ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﺮﺗﻀﻰ ، ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻮﻏﻴﻦ ﻟﺴﻤﺎﻉ ﺍﻟﻐﻨﺎﺀ ، ﻭﻫﻮ
ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﺍﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ، ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻋﺰ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺴﻼﻡ : ﻣﻦ ﺍﺭﺗﻜﺐ ﺃﻣﺮﺍ ﻓﻴﻪ
ﺧﻼﻑ ﻻ ﻳﻌﺰﺭ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ : } ﺍﺩﺭﺀﻭﺍ ﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﺑﺎﻟﺸﺒﻬﺎﺕ { ، ﻭﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : } ﺑﻌﺜﺖ ﺑﺎﻟﺤﻨﻴﻔﻴﺔ ﺍﻟﺴﻤﺤﺔ { ، ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻭﻣﺎ ﺟﻌﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ
ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺣﺮﺝ { ﺃﻱ ﺿﻴﻖ
“ Adapun ar-Raqsh, maka para ulama fiqih berbeda
pendapat; sekelompok ulama menghukuminya makruh,
sekelompok lainnya menghukumi mubah dan sekelompok
ulama lainnya membedakannya di Antara orang-orang yang
memiliki ahwal dan selainnya, maka hukumnya boleh bagi
orang-orang yang memiliki ahwal dan makruh bagi
selainnya. Inilah ucapan yang diridhai dan atas pendapat
ini mayoritas ulama fiqih yang membolehkan nyanyian, dan
inilah madzhab para sadah shufiyyah. Imam Izzuddin bin
Abdissalam berkata, “ Barangsiapa yang melakukan suatu
perkara yang masih ada perbedaan pendapat di Antara
ulama, maka tidak boleh dita’zir, karena Nabi bersabda, “
Hindarilah menghukum dengan perkara yang masih syubhat
“, Allah juga berfirman, “ Allah tidak menjadikan kesempitan
dalam agama “. [10]
Madzhab Hanafiyyah.
Ibrahim al-Halbi al-Hanafi mengatakan :
ﻭﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺒﺰﺍﺯﻱ ﻣﻦ ﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻦ ﺗﺤﺮﻳﻢ ﺍﻟﺮﻗﺺ ﻣﺤﻤﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺍﻗﺘﺮﻥ ﺑﺸﻲﺀ ﻣﻦ
ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻛﺎﻟﺪﻑِّ ﻭﺍﻟﺸﺒَّﺎﺑﺔ ، ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ، ﺃﻭ ﺑﺎﻟﺘﻜﺴﺮ ﻭﺍﻟﺘﻤﺎﻳﻞ ، ﻭﺃﻣَّـﺎ ﻣﺠﺮﺩ ﺍﻟﺮﻗﺺ
ﻓﻤﺨﺘﻠﻒ ﻓﻲ ﺣﺮﻣﺘﻪ
“ Dan apa yang telah disebutkan oleh al-Bazzaazi tentang
adanya ijma’ keharaman ar-Raqsh, maka itu diarahkan jika
disertai sesuatu yang bersifat permaianan seperti daff dan
syabbabah atau dengan adanya goyangan (alay seperti
bencong). Adapun hanya ar-Raqsh (tarian) semata, maka
hukumnya ada perbedaan di Antara ulama “.[11]
Ibnu Abidin mengatakan :
( ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻛﺮﻩ ﻛﻞ ﻟﻬﻮ ) ﺃﻱ ﻛﻞ ﻟﻌﺐ ﻭﻋﺒﺚ ﻓﺎﻟﺜﻼﺛﺔ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻭﺍﺣﺪ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ
ﺍﻟﺘﺄﻭﻳﻼﺕ ﻭﺍﻹﻃﻼﻕ ﺷﺎﻣﻞ ﻟﻨﻔﺲ ﺍﻟﻔﻌﻞ ، ﻭﺍﺳﺘﻤﺎﻋﻪ ﻛﺎﻟﺮﻗﺺ ﻭﺍﻟﺴﺨﺮﻳﺔ ﻭﺍﻟﺘﺼﻔﻴﻖ
ﻭﺿﺮﺏ ﺍﻷﻭﺗﺎﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﻨﺒﻮﺭ ﻭﺍﻟﺒﺮﺑﻂ ﻭﺍﻟﺮﺑﺎﺏ ﻭﺍﻟﻘﺎﻧﻮﻥ ﻭﺍﻟﻤﺰﻣﺎﺭ ﻭﺍﻟﺼﻨﺞ ﻭﺍﻟﺒﻮﻕ ، ﻓﺈﻧﻬﺎ
ﻛﻠﻬﺎ ﻣﻜﺮﻭﻫﺔ ﻷﻧﻬﺎ ﺯﻱ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ
“ Ucapan : Dan dimakruhkan semua permaianan. Yakni
semua permainan, tiga perkara itu bermakna satu
sebagaimana dalam syarh at-Takwilat, dan
memuthlakkannya mencangkup perbuatan itu sendiri.
Mendengarkannya sama seperti ar-Raqsh (menari), ejekan,
bertepuk tangan dan memetik senar mandolin, rabab,
terompet dam simbal, maka semua itu hukumnya makruh
karena itu hiasan kaum kafir “[12]
Kesimpulan dari pendapat ulama fiqih :
1. Hukum ar-Raqsh (Tarian), para ulama berbeda
pendapat; menurut madzhab Syafi’iyyah hukumnmya
diperinci; jika tidak ada goyangan sebagaimana
perilaku bencong (laki-laki yang berpura-pura jadi
perempuan), maka hukumnya boleh, jika ada maka
hukumnya haram. Menurut madzhab Hanbaliyyah
hukumnya makruh jika ada unsur permainanannya.
Menurut madzhab Malikiyyah hukumnya diperinci.
Menurut madzhab Hanafiyyah hukumnya makruh. Dan
ada sebagian ulama yang menghukumi haram.
2. Ar-Raqsh masih dalam persoalan ijtihadiyyah
furu’iyyah di Antara ulama, maka tidak sepatutnya
terjadi perseteruan keras dalam hal ini.
0 Response to "Pencetus Tarian Sufi"
Post a Comment