Menurut pendapat ahli sunnah pahala,
doa dan shadaqah bisa sampai kepada
orang yang sudah meninggal dan dapat
bermanfaat bagi mereka. Kalangan
Ahlusunnah berhujjah dengan beberapa
firman Allah Swt dan beberapa hadits
shahih diantaranya :
ﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﻭﺍﺗﺒﻌﻬﻢ ﺫﺭﻳﺘﻬﻢ ﺑﺎﻳﻤﺎﻥ ﺍﻟﺤﻘﻨﺎ
ﺑﻬﻢ ﺫﺭﻳﺘﻬﻢ ﻭﻣﺎ ﺍﻟﺘﻨﺎﻫﻢ ﻣﻦ ﻋﻤﻠﻬﻢ ﻣﻦ ﺷﻴﺊ
ﻛﻞ ﺇﻣﺮﺉ ﺑﻤﺎ ﻛﺴﺒﺖ ﺭﻫﻴﻦ )ﺗﺎﻃﻮﺭ ٣١ )
Dan orang – orang yang beriman dan
anak cucu mereka mengikuti dalam
keimanan, kami hubungkan anak cucu
mereka dengan mereka, dan kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal
mereka. Tiap – tiap manusia terpikat
dengan apa yang dikerjakannya. Allah juga berfirman :
ﺃﺑﺎﺋﻜﻢ ﻭﺃﺑﻨﺎﺋﻜﻢ ﻟﺎﺗﺪﺭﻭﻥ ﺍﻳﻬﻢ ﺍﻗﺮﺏ ﻟﻜﻢ ﻧﻔﻌﺎ
)ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ :١١ )
Tentang orang tuamu dan anak –
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
diantara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu.
Dalam sebuah hadist shahih disebutkan:
ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺍﻥ ﺭﺟﻠﺎ ﺍﺗﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﺃﻣﻲ ﺍﻓﺘﻠﺘﺖ ﻧﻔﺴﻬﺎ
ﻭﻟﻢ ﺗﻮﺹ ﻭﺍﻇﻨﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻜﻠﻤﺖ ﺗﺼﺪﻗﺖ ﺍﻓﻠﻬﺎ
ﺍﺟﺮ ﺍﻥ ﺗﺼﺪﻗﺖ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻝ ﻧﻌﻢ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
،١٦٧٢ )
“Dan ‘Aisyah RA, “Seorang laki-laki
bertanya kepada Nabi SAW, “Ibu saya
meninggal secara mendadak dan tidak
sempat berwasiat. Saya menduga
seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia
akan bersedekah. Apakah ia akan
mendapat pahala jika saya bersedekah
atas namanya?” Nabi menjawab,
“Ya”.” (HR.Muslim, :1672).
Dalam kitab Nail al Authar juz IV juga
disebutkan sebuah hadits shahih yang
berbunyi:
ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺍﻥ ﺭﺟﻠﺎ ﻗﺎﻝ
ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻥ ﺃﺑﻲ ﻣﺎﺕ ﻭﻟﻢ
ﻳﻮﺹ ﺃﻳﻨﻔﻌﻪ ﺍﻥ ﺍﺗﺼﺪﻕ ﻋﻨﻪ؟ ﻗﺎﻝ ﻧﻌﻢ، ) ﺭﻭﺍﻩ
ﺃﺣﻤﺪ ﻭﻣﺴﻠﻢ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ)
Dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan: Ada
laki-laki datang kepada Nabi lalu ia
berkata: Ayahku telah meninggal dunia
dan ia tidak berwasiat apa-apa. Apakah
saya bias memberikan manfaat
kepadanya jika saya bersedekah atas
namanya? Nabi menjawab: Ya, dapat
(HR. Ahmad, Muslim, Nasa’I, dan Ibnu
Majah).
Hadits tersebut diatas menegaskan
bahwa pahala shadakah itu sampai
kepada ahli kubur. Sementara di hadits
shahih yang lain dijelaskan bahwa
shadakah tidak hanya berupa harta
benda saja, tapi juga dapat berwujud
bacaan dzikir seperti kalimat la illaha
illallah,subhanallah, dan lain-lain
sebagaimana disebutkan dalam hadits
shahih berikut ini:
ﻋﻦ ﺍﺑﻲ ﺩﺭﺃﻥ ﻧﺎﺳﺎ ﻣﻦ ﺍﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺹ. ﻡ ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ
ﺍﻟﻠﻪ ﺫﻫﺐ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺪﺛﻮﺭ ﺑﺎﻟﺎﺟﻮﺭ ﻳﺼﻠﻮﻥ ﻛﻤﺎ
ﺗﺼﻠﻰ ﻭﻳﺼﻮﻣﻮﻥ ﻛﻤﺎ ﺗﺼﻮﻡ ﻭﻳﺘﺼﺪﻗﻮﻥ
ﺑﻔﻀﻮﻝ ﺍﻣﻮﺍﻟﻬﻢ ﻗﺎﻝ ﺍﻭ ﻟﻴﺲ ﻗﺪ ﺟﻌﻞ ﺍﻟﻠﻪ
ﻟﻜﻢ ﻣﺎ ﺗﺼﺪﻗﻮﻥ ﺍﻥ ﺑﻜﻞ ﺗﺴﺒﻴﺤﺔ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﻛﻞ
ﺗﻜﺒﻴﺮﺓ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﻛﻞ ﺗﺤﻤﻴﺪﺓ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﻛﻞ ﺗﻬﻠﻴﻠﺔ
ﺻﺪﻗﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﺒﻠﻢ،١٦٧٤ )
“Dari Abu Dzarr RA,ada beberapa
sahabat berkata kepada Nabi SAW,” Ya
Rasulullah, orang-oarng yang kaya bisa
(beruntung) mendapatkan banyak
pahala. (Padahal) mereka shalat seperti
kami shalat. Mereka berpuasa seperti
kami berpuasa. Mereka bersedekah
dengan kelebihan harta mereka. Nabi
SAW menjawab, “ Bukankah Allah SWT
telah menyediakan untukmu sesuatu
yang dapat kamu sedekahkan?
Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang
kamu baca) adalah sedekah, setiap
takbir adalah sedekah, setiap tahmid
adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah
sedekah.” (HR. Muslim :1674).
Dalam hadits lain disebutkan:
ﻭﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻧﻪ ﻗﺎﻝ :
ﺗﺼﺪﻗﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻧﻔﺴﻜﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻣﻮﺍﺗﻜﻢ ﻭﻟﻮ
ﺑﺸﺮﺑﺔ ﻣﺎﺀ ﻓﺎﻥ ﻟﻢ ﺗﻘﺪﺭﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﺫﺍﻟﻚ ﻓﺒﺄﻳﺔ ﻣﻦ
ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﺎﻥ ﻟﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﺍ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ
ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﺎﺩﻋﻮﺍ ﻟﻬﻢ ﺑﺎﻟﻤﻐﻔﺮﺓ ﻭﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻓﺎﻥ
ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﺪﻛﻢ ﺍﻻﺟﺎﺑﺔ
.
Sabda Nabi: Bersedekahlah kalian untuk
diri kalian dan orang-orang yang telah
mati dari keluarga kalian walau hanya
air setejuk. Jika kalian tak mampu
dengan itu, bersedekahlah dengan ayat-
ayat suci al-Qur’an, berdoalah untuk
mereka dengan memintakan ampunan
dan rahmat. Sungguh, Allh telah berjanji
akan mengabulkan doa kalian.
Adzarami dan Nasa’i juga meriwayatkan
hadis tentang tahlil dari Ibnu ‘Abbas RA.
ﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺍﻋﺎﻥ ﻋﻠﻰ
ﻣﻴﺖ ﺑﻘﺮﺍﺋﺔ ﻭﺫﻛﺮ ﺍﺳﺘﻮﺟﺐ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ.
)ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻰ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ .)
Rasulullah bersabda: Siapa menolong
mayit dengan membacakan ayat-ayat al-
Qur’an dan Zikir, Allah akan memastikan
surga baginya.(HR.ad-Darimy dan Nasa’i
dari Ibnu Abbas).
Hadis diatas juga didukung oleh hadis
Nabi yang diriwayatkan oleh ad-
Daraqutni dari Anas bin Malik:
ﺭﻭﻯ ﺍﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺍﻟﻨﺤﺎﺩ ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺴﻨﻦ ﻋﻦ ﻋﻠﻰ
ﺑﻦ ﺍﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺍﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ﻣﻦ ﻣﺮ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﻘﺎﺑﺮ
ﻓﻘﺮﺃ ﻗﻞ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﺣﺪ ﺍﺣﺪﻯ ﻋﺸﺮﺓ ﻣﺮﺓ ﺛﻢ
ﻭﻫﺐ ﺍﺟﺮﻫﺎ ﻟﻠﺎﻣﻮﺍﺕ ﺃﻋﻄﻲ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﺮ ﺑﻌﺪﺩ
ﺍﻻﻣﻮﺍﺕ .
Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Najjad
dalam kitab Sunan bersumber dari Ali
bin Abi Thalib, ia mengatakan , Nabi
bersabda: Siapa lewat diantara batu
nisan, lalu membaca surat al-Ikhlas 11
kali dan menghadiahkan pahalanya
untuk yang meninggal maka Allah akan
mengabulkannya.
Dalil-dalil inilah yang dijadikan dasar
oleh para ulama tentang sampainya
pahala bacaan al-Qur’an, tasbih, tahlil,
shalawat yang dihadiahkan kepada
orang yang meninggal dunia. Begitu pula
dengan sedekah dan amal baik lainnya.
Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan
dalam kitab Fatawa-nya, “sesuai dengan
kesepakatan para Imam bahwa mayit
dapat memperoleh manfaat dari semua
ibadah, baik ibadah badaniyah seperti
shalat, puasa, membaca al-Qur’an,
ataupun ibadah maliyah seperti sedekah
dan lain-lainnya. Hal yang sama juga
berlaku bagi orang yang berdoa dan
membaca istighfar untuk mayit.”(Hukm
al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam
al_Arba’in,hal 36)
Mengutip dari kitab Syarh al-Kanz, Imam
al-Syaukani juga mengatakan bahwa
seseorang boleh menghadiahkan pahala
perbuatan yang ia kerjakan kepada
orang lain, baik berupa shalat, puasa,
haji, shadaqah, bacaan al-Qur’an atau
semua bentuk perbuatan baik lainya,
dan perbuatan baik tersebut sampai
kepada mayit dan memberi manfaat
kepada mayit tersebut menurut ulama
Ahlussunnah. (Nail al-Awthar, Juz IV, hal.
142)
Kaiatnnya dengan firman Allah dalam
Sura an-Najm ayat 39 yang sering
dijadikan sebagai dalail bagi orang yang
mengatakan bahwa do’a atau pahala
yang tidak sampai kepada mayit yaitu:
ﻭﺍﻥ ﻟﻴﺲ ﻟﻠﺎﻧﺴﺎﻥ ﺍﻟﺎ ﻣﺎ ﺳﻌﻰ )ﺍﻟﻨﺠﻢ: ٣٩ )
“Dan bahwa seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”(QS,an-Najm:39)
Berikut ini beberapa penafsiran para
ulama ahli tafsir mengenai ayat di atas:
1. Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili
menjelaskan
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻫﺬﺍ ﻣﻨﺴﻮﺥ
ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﺃﻱ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻓﻲ
ﺻﺤﻒ ﻣﻮﺳﻰ ﻭﺍﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺑﻘﻮﻟﻪ
“ﻭﺃﻟﺤﻘﻨﺎ ﺑﻬﻢ ﺫﺭﻳﺘﻬﻢ” ﻓﺄﺩﺧﻞ ﺍﻷﺑﻨﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ
ﺑﺼﻠﺎﺡ ﺍﻟﻸﺑﺎﺀ. ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻜﺮﻣﺔ ﺇﻥ ﺫﻟﻚ ﻟﻘﻮﻡ
ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﻭﻣﻮﺳﻰ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ ﺍﻟﺴﻠﺎﻡ ﻭﺃﻣﺎ ﻫﺬﻩ
ﺍﻷﻣﺔ ﻓﻠﻬﻢ ﻣﺎ ﺳﻌﻮﺍ ﻭﻣﺎ ﺳﻌﻰ ﻟﻬﻢ ﻏﻴﺮﻫﻢ
)ﺍﻟﻔﺘﻮﺣﺎﺕ ﺍﻹﻟﻬﻴﺔ, ٤.٢٣٦ )
“Ibnu Abbas berkata bahwa hukum ayat
tersebut telah di-mansukh atau diganti
dalam syari’at Nabi Muhammad SAW.
Hukumnya hanya berlaku dalam syari’at
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS,
kemudian untuk umat Nabi Muhammad
SAW kandungan QS. Al-Najm 39 tersebut
dihapus dengan firman Allah SWT ﻭﺃﻟﺤﻘﻨﺎ
ﺑﻬﻢ ﺫﺭﻳﺘﻬﻢ Ayat ini menyatakan bahwa
seorang anak dapat masuk surga karena
amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan
bahwa tidak sampainya pahala (yang
dihadiahkan) hanya berlaku dalam
syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa
AS. Sedangkan untuk umat Nabi
Muhammad SAW mereka dapat
menerima pahala amal kebaikannya
sendiri atau amal kebaikannya sendiri
atau amal kebaikan orang lain” (Al-
Futuhat Al-Ilahiyyah, Juz IV, hal 236)
2. Menurut Mufti Mesir Syekh Hasanain
Muhammad Makhluf :
ﻭﺃﻣﺎ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﻠﻰ ﻭﺃﻥ ﻟﻴﺲ ﻟﻠﺈﻧﺴﺎﻥ ﺍﻻ ﻣﺎﺳﻌﻰ
ﻓﻬﻮ ﻣﻘﻴﺪ ﺑﻤﺎ ﺇﺫﺍﻟﻢ ﻳﻬﺐ ﺍﻟﻌﺎﻣﻞ ﺛﻮﺍﺏ ﻋﻤﻠﻪ
ﻟﻐﻴﺮﻩ ﻭﻣﻌﻨﻰ ﺃﻟﺎﻳﺔ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻳﻨﻔﻊ ﺍﻟﺈﻧﺴﺎﻥ ﻓﻲ
ﺍﻟﺄﺧﺮﺓ ﺇﻟﺎ ﻣﺎ ﻋﻤﻠﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻣﺎﻟﻢ ﻳﻌﻤﻞ ﻟﻪ
ﻏﻴﺮﻩ ﻋﻤﻠﺎ ﻭﻳﻬﺒﻪ ﻟﻪ ﻓﺎﻧﻪ ﻳﻨﻔﻌﻪ ﻛﺬﻟﻚ )ﺣﻜﻢ
ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻓﻲ ﻣﺄﺗﻢ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ : ٢٣-٢٤)
“Firman Allah SWT ﻭﺃﻥ ﻟﻴﺲ ﻟﻠﺈﻧﺴﺎﻥ ﺍﻻ
ﻣﺎﺳﻌﻰ perlu diberi batasan, yaitu jika
orang yang melakukan perbuatan baik
itu tidak menghadiahkan pahalanya
kepada orang lain. Maksud ayat tersebut
adalah, bahwa amal seseorang tidak
akan bermanfaat di akhirat kecuali
pekerjaan yang telah dilakukan di dunia
bila tidak ada orang lain yang
menghadiahkan amalnya kepada si
mayit. Apabila ada orang yang
mengirimkan ibadah kepadanya, maka
pahala amal itu akan sampai kepada
orang yang meninggal dunia
tersebut” (Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyah
fi Ma’tam Al-Arbai’n, 23-24)
3. Menurut Syekh Muhammad Al-Arabi:
ﺃﺭﻳﺪ ﺍﻟﺈﻧﺴﺎﻥ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻠﻪ ﻣﺎﺳﻌﻰ
ﺃﺧﻮﻩ )ﺍﺳﻌﺎﻑ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﻣﺎﺕ,٤٧ )
“Yang dimaksud dengan kata “al-insan”
ialah orang kafir. Sedangkan manusia
yang beriman, dia dapat menerima
usaha orang lain. (Is’af Al-Muslimin wa
Al-Muslimat, 47).
Di antara sekian banyak tafsir QS. Al-
Najm, 39 yang paling mudah dipahami,
sekaligus dapat dijadikan landasan yang
kuat untuk tidak mempertentangkan
antara ayat dan hadits yang tegas
menjelaskan bahwa seseorang yang
meninggal dunia dapat menerima
manfaat dari amalan orang yang hidup,
adalah tafsir dari Abi Al-Wafa’ Ibnu ‘Aqil
Al-Baghdadi Al-Hanbali (431-531 H)
sebagai berikut:
ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻴﺪ ﻋﻨﺪﻱ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﺃﻟﺈﻧﺴﺎﻥ ﺑﺴﻌﻴﻪ
ﻭﺣﺴﻦ ﻋﺸﺮﺗﻪ ﺇﻛﺘﺴﺐ ﺍﻟﺄﺻﺪﻗﺎﺀ ﻭﺃﻭﻟﺪ ﺍﻷﻭﻟﺎﺩ
ﻭﻧﻜﺢ ﺍﻷﺯﻭﺍﺝ ﻭﺃﺳﺪﻯ ﺍﻟﺨﻴﺮﻭﺗﻮﺩﺩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ
ﻓﺘﺮﺣﻤﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺃﻫﺪﻭﺍ ﻟﻪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻭﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ
ﺃﺛﺮﺳﻌﻴﻪ )ﺍﻟﺮﻭﺡ, ﺻﺤﻴﻔﻪ: ١٤٥ )
“Jawaban yang paling baik menurut
saya, bahwa manusia dengan usahanya
sendiri, dan juga karena pergaulannya
yang baik dengan orang lain, ia akan
memperoleh banyak teman, melahirkan
keturunan, menikahi perempuan,
berbuat baik, serta menyintai sesama.
Maka, semua teman-teman, keturunan
dan keluarganya tentu akan
menyayanginya kemudian
menghadiahkan pahala ibadahnya
(ketika telah meninggal dunia). Maka hal
itu pada hakikatnya merupakan hasil
usahanya sendiri.” (Al-Ruh, 145).
Dr. Muhammad Bakar Ismail, seorang
ahli fiqh kontemporer dari Mesir
menjelaskan:
ﻭﻟﺎ ﻳﺘﻨﺎﻓﻰ ﻫﺬﺍ ﻣﻊ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻰ ﺳﻮﺭﺓ
ﺍﻟﻨﺠﻢ ﻭﺃﻥ ﻟﻴﺲ ﻟﻠﺈﻧﺴﺎﻥ ﺇﻻﻣﺎﺳﻌﻰ ﻓﺈﻥ ﻫﺬﺍ
ﺍﻟﺘﻄﻮﻉ ﻳﻌﺪ ﻣﻦ ﻗﺒﻴﻞ ﺳﻌﻴﻪ ﻓﻠﻮﻟﺎ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﺑﺎﺭﺍ
ﺑﻬﻢ ﻓﻰ ﺣﻴﺎﺗﻪ ﻣﺎ ﺗﺮﺣﻤﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻟﺎﺗﻄﻮﻋﻮﺍ ﻣﻦ
ﺃﺟﻠﻪ ﻓﻬﻮ ﻓﻰ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺛﻤﺮﺓ ﻣﻦ ﺛﻤﺎﺭ ﺑﺮﻩ
ﻭﺇﺣﺴﺎﻧﻪ )ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻟﻮﺿﺢ,ﺝ: ١,ﺹ: ٤٤٩ )
“Menghadiah pahala kepada orang yang
telah mati itu tidak bertentangan dengan
ayat ﻭﺍﻥ ﻟﻴﺲ ﻟﻺﻧﺴﺎ ﺍﻹﻣﺎﺳﻌﻰ karena
pada hakikatnya pahala yang dikirimkan
kepada ahli kubur dimaksud merupakan
bagian dari usahanya sendiri.
Seandainya ia tidak berbuat baik ketika
masih hidup, tentu tidak akan ada orang
yang mengasihi dan menghadiahkan
pahala untuknya. Karena itu sejatinya,
apa yang dilakukan orang lain untuk
orang yang telah meninggal dunia
tersebut merupakan buah dari
perbuatan baik yang dilakukan si mayit
semasa hidupnya.” (Al-Fiqh Al-Wadlih,
juz I, hal 449).
Dari penjelasan para ulama ahli tafsir di
atas jelaslah bahwa QS. Al-Najm ayat 39
bukanlah dalil yang menjelaskan tentang
tidak sampainya pahala kepada orang
yang sudah meninggal, QS. Al-Najm ayat
39 tersebut bukanlah ayat yang
melarang kita untuk mengirim pahala,
do’a, shadaqah kepada orang yang telah
meninggal.
Adapun hadits Abu Hurairah RA yang
sering dijadikan dalil untuk melarang
orang yang tahlilan, berdo’a, dan
bershadaqah untuk orang yang sudah
meninggal yaitu hadits yang berbunyi:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ, ﺇﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ
ﺇﻧﻘﻄﻊ ﻋﻨﻪ ﻋﻤﻠﻪ ﺇﻟﺎ ﻣﻦ ﺛﻠﺎﺛﺔ ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ
ﺃﻭﻋﻠﻢ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ ﺃﻭﻭﻟﺪ ﺻﺎﻟﺢ ﻳﺪﻋﻮﻟﻪ )ﺻﺤﻴﺢ
ﻣﺴﻠﻢ,ﺹ:٣٠٨٤ )
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Jika manusia
mati, maka terputuslah amalnya kecuali
tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shalih yang
mendo’akan kedua orang
tuanya” (Shahih Muslim, 3084).
Yang dimaksud dengan ‘terputus’ dalam
hadits di atas adalah amalnya sendiri,
sedangkan amal orang lain tidak
terputus.
Mengenai hadits tersebut Ibnu Al-
Qayyim berpendapat:
ﻓﺈﻧﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻢ ﻳﻘﻞ ﺍﻧﺘﻔﺎﻋﻪ ,
ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺃﺧﺒﺮ ﻋﻦ ﺍﻧﻘﻄﺎﻉ ﻋﻤﻠﻪ ﻭﺃﻣﺎ ﻋﻤﻞ ﻏﻴﺮﻩ
ﻓﻬﻮﻟﻌﺎﻣﻞﻩ ﻓﺈﻥ ﻭﻫﺒﻪ ﻟﻪ ﻭﺻﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﺛﻮﺍﺏ ﻋﻤﻞ
ﺍﻟﻌﺎﻣﻞ )ﺍﻟﺮﻭﺡ : ١٤٦ )
“Dari hadits tersebut Rasulullah SAW
tidak bersabda “ … akan terputus
manfaatnya …”. Beliau hanya
menjelaskan bahwa amalnya akan
terputus. Amal orang lain adalah tetap
menjadi milik pelakunya, tapi bila
dihadiahkan kepada orang yang telah
meninggal dunia, maka pahala amalan
itu akan sampai kepadanya. (Al-Ruh,
146).
Ibnu Hazm juga berpendapat:
ﺃﻧﻪ ﻟﺎﻳﻔﻴﺪ ﺇﻟﺎ ﺍﻧﻘﻄﺎﻉ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻓﻘﻂ
ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺩﻟﺎﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻧﻘﻄﺎﻉ ﻋﻤﻞ ﻏﻴﺮﻩ ﻋﻨﻪ
ﺃﺻﻠﺎ ﻭﻟﺎ ﺍﻟﻤﻨﻊ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ)ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ
ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻓﻲ ﻣﺄﺗﻢ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ : ٤٣ )
“Hadits itu hanya menjelaskan
terputusnya amal orang yang telah
meninggal dunia, namun sama sekali
tidak menjelaskan terputusnya amal
orang lain yang dihadiahkan kepadanya
serta tidak juga melarang hal
tersebut” (Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyah
fi Ma’tam Al-Arba’in, 43)
Dari sini maka kita harus yaqin bahwa
menghadiahkan pahala ibadah kepada
orang yang meninggal dunia itu ada
manfaatnya, karena dengan izin Allah
SWT akan sampai kepada orang yang
dimaksud.
bila ada kesalahan mohon dikoreksi!
0 Response to "Pahala, Doa Dan Shadaqah Pada Orang Yang Sudah Meninggal "
Post a Comment