BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manajemen sudah ada sejak manusia itu ada. manajemen sebetulnya
sama usianya dengan kehidupan manusia, mengapa demikian, karena pada dasarnya
manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip
manajemen, baik langsung maupun tidak langsung. Baik disadarai ataupun tidak
disadari. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari kita seperti mengatur diri kita
atau jadwal tugas-tugas kita, kita sudah melakukan yang namanya manajemen,
disini penulis akan membahas perkembangan manajemen dalam agama islam atau
zaman Rasulallah SAW.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Manajemen
2. Bagaimana Manajemen Menurut Islam
3. Bagaimana Urgensi Manajemen dalam Islam
4. Bagaimana Perkembangan Manajemen Dalam Islam
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Manajemen
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Manajemen Menurut Islam
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Urgensi Manajemen dalam Islam
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Perkembangan Manajemen Dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen
Manajemen adalah Proses
Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan dan Pengawasan. Pengertian manajemen
juga dapat dilihat dari tiga pengertian yaitu:
1. Manajemen sebagai suatu proses
Manajemen sebagai suatu
proses. Pengertian manajemen sebagai suatu proses dapat dilihat dari pengertian
menurut :
1. Encylopedia of the social science, yaitu suatu proses dimana pelaksanaan
suatu tujuan tertentu dilaksanakan dan diawasi.
2. Haiman, manajemen yaitu fungsi untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan
orang lain, mengawasi usaha-usaha yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan
3. Georgy R. Terry, yaitu cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan
terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang lain.
2. Manajemen sebagai suatu kolektivitas manusia
Manajemen sebagai
kolektivitas yaitu merupakan suatu kumpulan dari orang-orang yang bekerja sama
untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kolektivitas atau kumpulan orang-orang
inilah yang disebut dengan manajemen, sedang orang yang bertanggung jawab
terhadap terlaksananya suatu tujuan atau berjalannya aktivitas manajemen
disebut Manajer.
3. Manajemen sebagai ilmu ( science ) dan sebagai seni
Manajemen sebagai suatu
ilmu dan seni. Mengapa disebut demikian? sebab antara keduanya tidak bisa dipisahkan.
Manajemen sebagai suatu ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari sejak lama,
dan telah diorganisasikan menjadi suatu teori. Hal ini dikarenakan didalamnya
menjelaskan tentang gejala-gejala manajemen, gejala-gejala ini lalu diteliti
dengan menggunakan metode ilmiah yang dirumuskan dalam bentuk prinsip-prinsip
yang diwujudkan dalam bentuk suatu teori.
B. Manajemen Menurut Islam
Manajemen menurut
pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil adalah pimpinan
tidak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tidak merugikan pimpinan maupun
perusahaan yang ditempati. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah
mengurangi atau tidak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja
melebihi ketentuan. Seyogyanya kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan
bersama antara pimpinan dan bawahan. Jika seorang manajer mengharuskan
bawahannya bekerja melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya
manajer itu telah mendzalimi bawahannya. Dan ini sangat bertentangan dengan
ajaran agama Islam.
Muhammad Hidayat,
seorang konsultan bisnis syariah, menekankan pentingnya unsur kejujuran dan
kepercayaan dalam manajemen Islam. Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sangat
terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang dicontohkan
Nabi Muhammad SAW, adalah menempatkan manusia bukan sebagai faktor produksi
yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.
Nabi Muhammad SAW
mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain) kerjasama dengan
stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salah satu
kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi
yang ditunjukkan stafnya.
Menurut Hidayat,
manajemen Islam pun tidak mengenal perbedaan perlakuan (diskriminasi)
berdasarkan suku, agama, atau pun ras. Nabi Muhammad SAW bahkan pernah
bertransaksi bisnis dengan kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Islam
menganjurkan pluralitas dalam bisnis maupun manajemen.[1]
C. Urgensi Manajemen dalam Islam
Pada
dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah juga ijma’
ulama banyak mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur.
Dalam pelaksanaan shalat yang menjadi icon paling sakral dalam Islam merupakan
contoh konkrit adanya manajemen yang mengarah kepada keteraturan. Puasa, haji
dan amaliyah lainnya merupakan pelaksanaan manajemen yang monomintal.[2]
Teori
dan konsep manajemen yang digunakan saat ini sebenarnya bukan hal yang baru
dalam perspektif Islam. Manajemen itu telah ada paling tidak ketika Allah
menciptakan alam beserta isinya. Unsur-unsur manajemen dalam pembuatan alam
serta makhluk-makhluknya lainnya tidak terlepas dengan manajemen langit. Ketika
Nabi Adam sebagai khalifah memimpin alam raya ini telah melaksanakan unsur-unsur
manajemen tersebut.
Contoh
kecil realisasi manajemen seperti digambarkan oleh makhluk ciptaan Allah berupa
semut. Dalam menjalankan hidupnya semut termasuk diantara makhluk yang sangat
solid dan berkomitmen menjalani roda kehidupannya dengan menggunakan manajemen,
tentunya versi semut. Keteraturan dan komitmen semut dalam kinerjanya sangat
solit dan penuh kepatuhan. Caryle P. Haskins, Ph.D., kepala Institut Carnegie
di Washington menyatakan, “Setelah 60 tahun mengamati dan mengkaji, saya masih
takjub melihat betapa canggihnya perilaku sosial semut … Semut merupakan model
indah untuk kita gunakan dalam mempelajari akar perilaku hewan.”
Semut
tunduk pada sistem kasta secara ketat (kasta ratu dan jantan, prajurit, dan
pekerja). ”Semut memiliki sub kelompok, sub kelompok ini disebut budak,
pencuri, pengasuh, pembangunan, dan pengumpul. Setiap kelompok memiliki tugas
sendiri. Sementara satu kelompok berfokus sepenuhnya melawan musuh atau
berburu, kelompok lain membangun sarang, dan yang lain lagi memelihara sarang.
Apabila
semut bisa melaksanakan manajemen yang hebat, tentunya manusia yang berakal
mestinya akan lebih mudah untuk melaksanakan manajemen. Kalau sudah ada niat,
dan niat itu benar-benar dioptimalkan tentunya tidak ada yang sukar untuk
mencapai keinginan. Dengan demikian apabila manusia memiliki himmah yang kuat
dan menyandarkan segala perbuatannya hanya karena Allah SWT., insya Allah
segala usaha manusia akan tercapai dengan efektif dan efesien.
D. Perkembangan Manajemen Dalam Islam
Perhatian umat islam
terhadap ilmu manajemen khususnya sebenarnya dapat dilacak dari beberapa
aktivitas yang ditemukan pada masa kekhalifahan islam. Menurut
langgulung(1988), terhadap beberapa penulis yang menyatakan bahwa pengembangan
ilmu-ilmu yang ada saat itu tidaklah dipisahkan sebagai sistem ilmu yang
berdiri sendiri, namun sebagai system ilmu lain. Salah satunya adalah Nizam
al-idari atau sistem tatalaksana yang merupakan padanan bagi istilah
manajemen yang digunakan kala itu.[3]
Sebenarnya terdapat perbedaan
mendasar antara manajemen syariah (islam) dengan manajemen modern. Keduanya
berbeda dalam hal tujuan, bentuk aturan teknis, penyebarluasan dan disiplin
keilmuannya. Disamping itu, pengembangan pemikiran modern oleh Negara barat
telah berlangsung sangat dinamis. Di satu sisi, masyarakat muslim belum
optimal dalam mengembangkam kristalisasi pemikiran manajemen syariah dari
penggalan sejarah (turats) yang otentik, baik dari segi teori maupun
praktik. Padahal Rasulallah telah bersabda bahwa: “Telah aku tinggalkan atas
kalian semua satu perkara, jikakalian berpegang teguh atasnya, maka kalian
tidak akan tersesat selamanya setelah ku, yaitu kitab allaah (alqur’an) dan
sunnah ku(Hadis).”[4]
Sesungguhnya rasulallah
dalam kapasitasnya adalah sebagai pemimpin dan imam yang berusaha memberikan
metode, tata cara atau solusi bagi kemaslahatan hidup umatnya, dan yang
dipandangnya relevan dengan kondisi zaman yang ada. Bahkan , terkadang
Rasulallah bermusyawarah dan meminta pendapat dari para sahabat
atas persoalan yang tidak ada ketentuan wahyunya. Rasulallah mengambi
pendapat mereka wlaupun mungkin bertentangan dengan pendapat pribadinya.
Proses dan sistem
manajemen yang diterapkan rasulallah bersifat tidak mengikat bagi para pemimpin
dan umat setelahnya. Persoalan hidup terus berkembang dan berubah searah dengan
putaran waktu dan perbedaan tempat. Yang dituntut oleh syariat adalah para
pemimpin dan umatnya harus berpegang teguh pada asas manfaat dan
maslahah, serta tidak menyia-nyiakan ketentuan nash syari’. Namun,
mereka tidak terikat untuk mengikuti sistem manajemen Rasul dalam pemilihan
pegawai, misalnya, kecuali, jika metode itu memberikan asas maslahah yang
lebih, maka ia harus mengikutinya. Jika ia menolaknya, ini merupakan bentuk
pengkhianatan terhadap amanah. Dan hal ini diharamkan oleh allah dan Rasul-Nya.
Standar asas manfaat
dan masalah tidaklah bersifat rigid. Ia bisa berubah dari waktu ke waktu.
Dan dari satu tempat ke tempat lainnya. Untuk itu, manajemen dalam
islam bersandar pada hasil ijtihad pemimpim dan umatnya. Dengan catatan,
ia tidak boleh bertentangan dengan konsep dasar dan prinsip hukum utama yang
bersumber dari alqur’an dan al-sunnah, serta tidak bertolak belakang dengan
rincian hukum syara’ yang telah dimaklumi. Umat muslim masih memiliki
ruang untuk melakukan inovasi atas persoalan detail yang belum terdapat
ketentuan syari’nya.[5]
Bagaimana sebenarnya
kepemimpinan Rasulallah SAW sebagai perwujudan kepemimpinan Allah SWT bagi umat
manusia, sebagai fakta pengetahuan yang benar, rahasianya hanya ada pada sang
pencipta yang mengangkat dan mengutusnya sebagai Rasul. Dalam menggali dan
mencari fakta dan makna yang benar dari kepemimpinan Rasulallah SAW itu, jika
seorang penganalisa sampai pada hasil yang benar, yang ditemukannya itu adalah
rahmat dari Allah SWT.
Allah SWT telah
memenuhi janji-Nya untuk melengkapi manusia yang menjadi Rasul-Nya dengan
kepribadian yang terpuji. Kepribadian yang terpuji itu memiliki beberapa sifat
yang disebut sifat-sifat Wajib bagi seorang Rasul Allah SWT, yang dimiliki juga
oleh Muhammad SAW. Sifat-sifat Wajib itu adalah sebagai berikut:
1. Siddiq (benar)
2. Amanah (terpercaya)
3. Tabligh (menyampaikan)
4. Fatanah (pandai)
5. Maksum (bebas dari dosa)
Demikianlah lukisan
kepribadian Rasulallah SAW sebagai pemimpin yang dicintai umatnya, bukan karena
singgasana atau tahta, sehingga berkuasa untuk memaksakan kehendaknya. Beliau
tidak memerlukan kekerasan untuk menindas agar orang lain mematuhi dan taat
kepadanya. Kedudukan sebagai pemimpin tidak pernah dimanfaatkannya untuk
mengumpulkan dan menumpuk harta kekayaan bagi dirinya dan keturunannya. Beliau
justru hidup dalam kemiskinanseperti rakyat lainnya.[6]
.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sesungguhnya manajemen
itu sudah ada ketika manusia sudah ada, dan tidak terlepas dari kehidupan
manusia sehari-hari didalam mengatur hidupnya. Adapun tuntunan dan acuan
manajemen didalam islam ialah berpegang teguh kepada Al-quran dan Hadis. Allah
SWT mengutus Muhammad SAW sebagai salah seorang yang sangat ahli didalam manajemen
baik itu agama, politik,sosial maupun ekonomi, beliau adalah pemimpin yang
wajib dicontoh dan diteladani oleh umat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman, Ekonomi
Islam Dan Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani, 2001
https://hefniy.wordpress.com/2008/10/06/manajemen-dalam-perspektif-islam/
Hafidhudidin, Didin dkk,
Manajemen Syari’ah, Jakarta: Gema Insani, 2001
Widjaja, Karebet dkk, Pengantar
Manajemen Syari’at, Jakarta: Gema Insane, 2008
Nawawi, Hadari, Kepemimpinan
Menurut Islam, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003
0 Response to "PERKEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN DALAM ISLAM"
Post a Comment