BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian fiqih
siyasah terus berkembang seiring perkembangan dunia politik yang semakin pesat
dengan munculnya isu-isu politik mutakhir, seperti demokrasi, civil society,
dan hak asasi manusia. Ditambah lagi dengan isu-isu pemikiran seperti
sekularisme, liberalisme dan sosialisme yang mesti mendapat respon dari Islam.
Perkembangan tersebut tentunya menghadirkan banyak pemahaman-pemahaman baru
yang dikembangkan oleh para tokoh fiqih siyasah yang menciptakan sejumlah
perbedaan pemikirinan tentang konsep fiqih siyasah dimaksud.
Di kalangan umat islam ada yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang
komprehensif. Di dalamnya terdapat sistem politik dan ketatanegaraan, sistem
ekonomi, sistem sosial dan sebagainya. Misalnya Rasyid Ridha, Hasan Al-Banna
dan Al-Maududi meyakini bahwa ”Islam adalah agama yang serba lengkap”. Di dalam
ajarannya antara lain terdapat sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh
karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem
ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem
ketatanegaraan barat. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus
diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi
Besar Muhammad SAW dan oleh empat Khulafa al-Rasyidin.
Untuk
melakukan kajian tentang fiqih Siyasah secara luas dan mendalam dalam
hubungannya sebagai ilmu untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul
seiring perkembangan zaman, tentunya harus memahami secara benar tentang konsep
dasar fiqih siyasah dari berbagai sudut pandang. Oleh karena itu, penulis
merasa penting mengangkat masalah kajian Fiqih Siyasah dalam sebuah makalah
yang berjudul “fiqih syiasah ( politik dalam islam)”
B. Rumusan
Masalah
Yang menjadi
rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan fiqih syiasah (
politik islam )?
2. Apa saja kaidah-kadiah fiqih?
3. Bagaimana kedudukan fiqih siyasah dalam
sistematika hukum islam?
4. Apa saja bagian-bagian fiqih siyasah?
5. Bagaimana hubungan antara fiqih syiasah dengan
islam?
6. Apa manfaat mempelajari fiqih syiasah?
C. Batasan Masalah
Dalam
pembahasan makalah ini penulis hanya membatasi masalah tentang pengertian fiqih
syiasah, hubungan antara fiqih syiasah dengan islam dan manfaat kita
mempelajari fiqih syiasah.
D. Tujuan
Pembahasan
Adapun yang
menjadi tujuan penulis dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan fiqih syiasah ( politik islam).
2. Untuk mengetahui apa saja
kaidah-kadiah fiqih.
3. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan
fiqih siyasah dalam sistematik hukum islam.
4. Untuk
mengetahui apa saja bagian-bagian fiqih siyasah.
5.
Untuk mengetahui hubungan antara
fiqih syiasah dengan islam.
6.
Untuk mengetahui manfaat mempelajari
fiqih syiasah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih Syiasah (politik islam)
Kata “fiqih siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “الفقه السياسي” berasal
dari dua kata yaitu kata fiqih (الفقه) dan yang kedua adalah al-siyâsî (السياسي).
Kata fiqih secara bahasa adalah faham. Ini
seperti yang diambil dari ayat Al-Qur’an {قالوا يا
شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول},
yang artinya “kaum berkata: Wahai Syu’aib, kami tidak memahami banyak dari apa
yang kamu bicarakan”.
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqih berarti: {العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية} yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang
sebangsa amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa
berasal dari “ساس – يسوس – سياسة” yang memiliki arti mengatur (أمر/دبّر), seperti di dalam hadis: “كان بنو إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمورهم كما يفعل
الأمراء والولاة بالرعية”, yang
berarti: “Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu nabi
mereka memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan pemimpin pada
rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “ساس زيد الأمر
أي يسوسه سياسة أي دبره وقام بأمره”
yang artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan mengurusi
perkara tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara bahasa
bermakna: “القيام على الشيء بما يصلحه” yang artinya “bertindak pada sesuatu
dengan apa yang patut untuknya”.
Secara
terminologis dalam lisan Al-Arab, Siasah adalah mengatur atau
memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan di dalam
Al-Munjid di sebutkan, Siasah adalah membuat kemaslahatan
manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan siasah adalah
ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu
politik dalam negeri dan pilitik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni
mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.
Sementara itu secara etimologi,
mengenai asal kata siyasah terdapat beberapa pendapat yang berbeda dikalangan
ahli fiqih, diantaranya:
1).
sebagaimana dianut Al Maqrizy mengatakan bahwa kata siyasah berasal dari
bahasa
mongol yakni
dari kata yasah yang mendapat imbuhan sin berbaris kasra
diawalnya sehingga dibaca siayasah.
Pendapat tersebut didasarkan pada sebuah kitab
undang- undang
milik Jenghis Khan yang berjudul ilyasa yang berisi panduan
pengelolaan negara dan
berbagai bentuk hukuman berat bagi pelaku pindak pidana
tertentu.
2).
sebagaimana yang dianut Ibn Taghri Birdi, Siyasah berasal dari campuran dari
tiga bahasa,
yakni bahasa Persia, Turki dan Mongol. Partikel Si dalam Bahasa Persia
berarti 30, yasa dalam bahasa Turki dan Mongol berarti
larangan dan karena itu ia dapat juga
dimaknai sebagai hukum atau aturan.
3).
sebagaimana dianut Ibnu Manzhur menyatakan siyasah berasal dari Bahasa Arab,
yakni bentuk mashdar dari tashrifan kata sasa-yasusu-siyasatan, yang semula
berarti mengatur, memelihara, atau melatih
binatang, khususya kuda. (“Mujar Ibnu Syarif dan KhamamiZada;2008”).
Adapun menurut Terminologi Ulama, pengertian fiqih siayasah adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Ahmad Fathi, fiqih
siyasah adalah Pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan
syara (Ahmad Fathi Bahantsi dalam al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari’at
al-Islamiyah).
2.
Menurut Ibnu’Aqil, dikutip dari
pendapat Ibnu al-Qoyyim, bahwa fiqh siyasah adalah Perbuatan yang membawa
manusia lebih dekat pada kemalahatan (kesejahteraan) dan lebih jauh menghindari
mafsadah (keburukan/ kemerosotan), meskipun Rasul tidak menetapkannya dan
wahyutidakmembimbingnya.
3.
Menurut Ibnu ’Abidin yang dikutip
oleh Ahmad Fathi adalah Kesejahteraan manusia dengan cara menunjukkan jalan
yang benar (selamat) baik di dalam urusan dunia maupun akhirat. Dasar-dasar
siyasah berasal dari Muhammad saw, baik tampil secara khusus maupun secara
umum, datang secara lahir maupun batin.
4.
Menurut Abd Wahab al-Khallaf,
Siyasah syar\’iyyah adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara
Islam dengan cara menjamin perwujudan kemaslahatan dan menghindari kemadaratan
(bahaya) dengan tidak melampaui batas-batas syari\’ah dan pokok-pokok syari’ah
yang bersifat umum, walaupun tidak sesuai dengan pendapat ulama-ulama Mujtahid.
Maksud Abd Wahab tentang masalah umum negara antara lain adalah ;
Pengaturan perundangan-undangan negara.-
Kebijakan dalam harta benda (kekayaan) dan keuangan.-
Penetapan hukum, peradilan serta kebijakan pelaksanaannya, dan-
Urusan dalam dan luar negeri.
Maksud Abd Wahab tentang masalah umum negara antara lain adalah ;
Pengaturan perundangan-undangan negara.-
Kebijakan dalam harta benda (kekayaan) dan keuangan.-
Penetapan hukum, peradilan serta kebijakan pelaksanaannya, dan-
Urusan dalam dan luar negeri.
5.
Menurut Abd al-Rahman Taj; siyasah
syar’iyah adalah hukum-hukum yang mengatur kepentingan negara dan mengorganisir
urusan umat yang sejalan dengan jiwa syari’at dan sesuai dengan dasar-dasarnya
yang universal (kully), untuk merealisasikan tujuan-tujuannya yang bersifat
kemasyarakatan, meskipun hal tersebuttidak ditunjukkan oleh nash-nash yang
terinci dalam Al-Qur’an maupun al-Sunnah.
6.
Sesuai dengan pernyataan Ibn
al-Qayim, siyasah syar’iyah harus bertumpu kepada pola syari’ah. Maksudnya
adalah semua pengendalian dan pengarahan umat harus diarahkan kepada moral dan
politis yang dapat mengantarkan manusia (sebagai warga negara) kedalam
kehidupan yang adil, ramah, maslahah dan hikmah. Pola yang berlawanan dari
keadilan menjadi dzalim, dari rahmat menjadi niqmat(kutukan), dari maslahat
menjadi mafsadat dan dari hikmah menjadi sia-sia.
B. Kaidah-Kadiah Fiqih Syiasah
Kaidah-kadiah fiqih yang dapat digunakan untuk mempelajari dan mengembangkan siyasah antara lain:
1. “Perubahan hukum dengan sebab berubahnya zaman, tempat, situasi, adat dan niat”
2. “Kemaslahatan yang umum didahulukan atas kemaslahatan yang khusus”
3. “Kesulitan membawa kepada kemudahan”
4. “Tindakan atau kebijaksanaan kepala Negara terhadap rakyat tergantung kepada kemaslahatan.”
5. “Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya (secara sempurna) janganlah ditinggalkan seluruhnya.”
Kaidah-kaidah tersebut menegaskan bahwa suatu kebijaksanaan, keputusan,
peraturan, perundang-undangan atau hukum di bidang muamalah yang ditetapkan
pada suatu waktu dan tempat tertentu dapat diubah atau diganti oleh pemegang
kekuasaan/ pemerintah. Perubahan perlu apabila ia tidak lagi relevan dengan
realpolitic. Sebab perubahan zaman, tempat, situasi dan kultur dengan suatu
peraturan dan undang-undang yang lebih sesuai dengan waktu berakhir. Perubahan
atau pergantian tentu tidak asal berubah saja. Tetapi perubahan yang tetap
berorientasi kepada nilai-nilai dan jati diri manusia dan kemanusian. Muatannya
tidak bertentangan secara subtansial dengan nash-nash syariat yang bersifat
universal pada setiap zaman dan tempat. Ia juga harus bersifat transparan,
sehingga dapat mengantisipasi perkembangan zaman yang dihadapi dan mampu
menampung aspirasi masyarakat bagi kemajuan social budaya, ekonomi dan politik
untuk mewujudkan kemaslahatan umat.
C. Contoh kaidah-kaidah fiqhiyah dipergunakan dalam
fiqih siyasah adalah
a. الحكم يدو ر
مع علته وجو د ا و عد ما.
”Hukum
selalu konsisten dengan illatnya (alasan-alasannya), ada dan tidakadanya hukum
tergantung dengan ada dan tidak adanya alasan tersebut”
Contoh,
menurut ’Abduh jika disuatu negara masih ada perjudian, dana judi kemudian
diberikan kepada fakir miskin, maka mereka dapat memanfaatkan dana tersebut
untuk kebutuhan primer mereka. Pada suatu saat Umar ibn Khattab tidak memvonis
pencuri-pencuri dipotong tangan, karena kejadian tersebut berada masa paceklik.
Muallaf qlubuhum dipandang tidak ada pada saat itu, sehingga satu asnaf tidak
diberi jatah zakat.
b. تغير
الأحكام بتغير الأزمنة والأمكنة والأحوال والعوائد والنيــــا ت.
”Perubahan
hukum sejalan dengan dimensi ruang dan waktu, keadaan, kebiasaan dan niat
(hukum adalah bersifat kondisional)”.
Contoh pada
masa Orba UUD 45 hampir tidak tersentuh oleh perubahan. Sesudah reformasi
amandemen UU D 45, dilakukan karena pertimbangan kepentingan/kebutuhan bangsa
dan rakyat Indonesia.
c. د فع
المفـــــا سد وجلب المصــالح.
”Menghindari
bahaya agar dapat memperoleh maslahat (kebaikan secara umum)”.
Contoh UU
Perkawinan di Indonesia dengan menggunakan azaz monogami merupakan keinginan
bangsa Indonesia, agar menghargai terhadap perempuan. Praktik ilegal gami
dilakukan oleh laki-laki karena kepentingan seks dan dilakukan dengan main
kuncing-kucingan.
D. Kedudukan Fiqh Siyasah dalam sistematika hukum
Islam
Secara umum
kajian keIslaman dibagi dua macam;
a.
secara vertikal hubungan manusia
dengan Allah, kemudian disebut bidang ’ubudiyyah.
b.
secara horizontal hubungan antara
individu manusia dengan manusia yang lain bahkan kelompok, kemudian menggunakan
istilah mu’amalah.
c.
Bagian pertama dikemas dalam kajian
shalat, zakat, puasa dan haji. Bagian yang kedua dikemas dalam urusan muamalah
secara luas. T.M. Hasbi ash-Shiddieqie (1904-1975 M), membagi sistematika hukum
Islam menjadi;
1.
Ibadah kepada Allah seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
2.
Hukum keluarga seperti nikah, thalak dan ruju’
3.
Hukum kebendaan seperti jual-beli, sewa-menyewa.
4.
Hukum tentang perang damai dan jihad (siyar).
5.
Hukum acara di peradilan. (al-ahkam al-murafa’at).
6.
Hukum ahlak (adab).
E. Bagian-bagian Fiqih Siyasah
Setelah kita mengetahui tentang pengertian dan penamaan Politik Islam dalam
Islam adalah Fiqih Siyasah. Maka dalam kajian kali ini akan dibahas mengenai
bidang-bidang Fiqih Siyasah. Dan Fiqih Siyasah ini menurut Pulungan (2002,
hal:39) terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1.
Siyasah Dusturiyah
2.
Siyasah Maliyah
3.
Siyasah Dauliyah
4.
Siyasah Harbiyah
1. Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu
Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di
pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan.
Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam
mengambil keputusan atau undang-undang bagi kemaslahatan umat.
Sedangkan menurut Pulungan (2002, hal:39) Siyasah Dusturiyah adalah hal yang
mengatur atau kebijakan yang diambil oleh kepala negara atau pemerintah dalam
mengatur warga negaranya. Hal ini berarti Siyasah Dusturiyah adalah kajian
terpenting dlam suatu negara, karena hal ini menyangkut hal-hal yang mendasar
dari suatu negara. Yaitu keharmonisan antara warga negara dengan kepala
negaranya.
2. Siyasah Maliyah
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena itu
Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai keuangan
negara.
Djazuli (2003) mengatakan bahwa Siyasah
Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara untuk mengatur dan mengurus
keungan negara guna kepentingan warga negaranya serta kemaslahatan umat. Lain
halnya dengan Pulungan (2002, hal:40) yang mengatak bahwa Siyasah Maliyah meliputi
hal-hal yang menyangkut harta benda negara (kas negara), pajak, serta Baitul
Mal.
Dari pembahasan diatas dapat kita lihat
bahwa siyasah maliyah adalah hal-hal yang menyangkut kas negara serta keuangan
negara yang berasal dari pajak, zakat baitul mal serta pendapatan negara yang
tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
3. Siyasah Dauliyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang, serta
kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan kepala negara
untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional, masalh territorial,
nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan politik, pengusiran warga
negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah kaum Dzimi, perbedaan agama,
akad timbal balik dan sepihak dengan kaum Dzimi, hudud, dan qishash (Pulungan,
2002. hal:41).
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa
Siyasah Dauliyah lebih mengarah pada pengaturan masalah kenegaraan yang
bersifat luar negeri, serta kedaulatan negara. Hal ini sangat penting guna
kedaulatan negara untuk pengakuan dari negara lain.
4. Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat
atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan
serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat.
Dalam kajian Fiqh Siyasahnya yaitu Siyasah
Harbiyah adalah pemerintah atau kepala negara mengatur dan mengurusi hala-hal
dan masalah yang berkaitan dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak
dan jaminan keamanan perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang,
dan masalah perdamaian (Pulungan, 2002. hal:41).
F. Hubungan antara Fiqih Syiasah dengan Islam
Islam
merupakan agama yang mencakup keseluruhan sendi kehidupan manusia (syamil).
Islam bukanlah sekedar agama kerahiban yang hanya memiliki prosesi-prosesi
ritual dan ajaran kasih-sayang . Islam bukan pula agama yang hanya mementingkan
aspek legal formal tanpa menghiraukan aspek-aspek moral. Politik, sebagai salah
satu sendi kehidupan, dengan demikian juga diatur oleh Islam. Akan tetapi,
Islam tidak hanya terbatas pada urusan politik.
Ketika
seseorang mendengar istilah Islam Politik, tentu ia akan segera memahaminya
sebagai Islam yang bersifat atau bercorak politik. Dalam hal ini, Islam memang
harus memiliki corak politik. Akan tetapi, politik bukanlah satu-satunya corak
yang dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak politik tanpa ada
corak lainnya yang seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah Islam yang
parsial. Munculnya varian-varian Islam dengan corak politik yang amat kuat pada
dasarnya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan politik umat Islam
saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian menjadi salah satu PR
penting umat Islam saat ini, untuk bisa bangkit dari kemundurannya.
Adapun istilah Politik Islam tentu akan segera dipahami sebagai politik ala
Islam atau konsep politik menurut Islam. Istilah ini wajar ada
karena memang dalam kenyataannya terdapat banyak konsep politik yang kurang
atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pertanyaan yang selanjutnya muncul ialah
“apakah Politik Islam itu ada? Apakah Islam mempunyai konsep khusus tentang
politik, berbeda dengan konsep-konsep politik pada umumnya?” Yang jelas, sampai batasan
tertentu, Islam memang memiliki konsep yang khas tentang politik. Akan
tetapi, tentu saja Islam tetap terbuka terhadap berbagai konsep politik yang
senantiasa muncul untuk kemudian bisa melengkapi konsep yang sudah dimiliki,
sepanjang tidak bertentangan dengan konsep baku yang sudah ada.
Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari
kenyataan bahwa Islam tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci
dalam segenap masalahnya. Ketidakrincian itu sendiri merupakan bagian dari
kebijaksanaan Allah agar Islam bisa mengembangkan konsep politiknya dari waktu
ke waktu tanpa harus terkungkung oleh rincian-rincian yang sangat mengikat,
sementara kondisi zaman senantiasa berubah dan berkembang. Akan tetapi, tidak
pula berarti bahwa Islam sama sekali tidak memiliki rincian dalam
masalah-masalah politik. Ada masalah-masalah tertentu yang telah ditetapkan
secara rinci dan tidak boleh berubah kapanpun juga, meskipun zamannya berubah.
Dalam hal ini, tidaklah benar pandangan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa
dalam masalah politik, Islam hanya memiliki nilai-nilai normatif saja, yang
bisa diturunkan seluas-luasnya tanpa batasan-batasan yang berarti.
Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus diwujudkan.
Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik pada umumnya
dan kekuasaan pada khususnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa Islam harus
ditegakkan dengan dua hal : Al-Qur’an dan pedang. Al-Qur’an merupakan sumber hukum-hukum
Allah sedangkan pedang melambangkan kekuatan politik atau kekuasaan yang
menjamin tegaknya isi Al-Qur’an.
G. Manfaat Mempelajari Fiqih Syiasah
Manfaat mempelajari fiqih siyasah adalah:
1. Mengatur peraturan dan
perundang-undangan Negara sebagai pedoman dan landasan idiil dalam mewujudkan
kemashalatan umat.
2. Pengorganisasian dan pengaturan
untuk mewujudkan kemaslahatan.
3. Mengatur hubungan antara
pengusaha dan rakyat serta hak dan kewajiban masing-masing dalam usaha mencapai
tujuan Negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
fiqh siyâsah memainkan
peranan penting di dalam hukum Islam. Ini dikarenakan, fiqh siyâsah-lah
sebuah disiplin ilmu yang akan mengatur pemerintah dalam menjalankan hukum
Islam itu sendiri bagi masyarakatnya. Tanpa keberadaan pemerintah yang Islami
(dalam hal ini pemerintah yang menjalankan konsep fiqh siyâsah),
maka sangat sulit terjamin keberlakuan hukum Islam itu sendiri bagi masyarakat
muslimnya.Imam al-Ghazâlî juga secara tegas menjelaskan ini di dalam kitabnya
yang berjudul al-`Iqtishâd fî al-`I’tiqâd.
Buktinya, tanpa pemerintah yang
minimal peduli dengan fiqh siyâsah, tidak mungkin akan mengeluarkan
salah satu produk hukum Islam sebagai hukum positif untuk rakyatnya yang
muslim. Indonesia misalnya, pada tahun 1974 telah berhasil melahirkan
undang-undang No. 1, tahun 1974 tentang Perkawinan yang
mengatur bahwa semua penduduk asli Indonesia yang beragama Islam untuk mematuhi
peraturan pernikahan tersebut yang terbentuk dari dasar-dasar Islami. Tanpa
ini, tentu konsep fiqh munâkahah tidak dapat diaplikasikan
secara positif di Indonesia.
Setelah membahas secara mendalam,
maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Fiqh
siyâsah adalah sebuah disiplin ilmu yang isinya adalah membahas
hukum-hukum pemerintahan dan konsep menjalankan pemerintahan yang berlandaskan
syariat Islam dengan tujuan memberi kemaslahatan bagi rakyatnya.
2.
Ruang lingkup fiqh siyâsah secara keseluruhan dan secara umum,
dapat dikelompokan kepada empat (4) kelompok: 1. Siyâsah dustûriyyah;
2. Siyâsah khârijiyyah; 3. Siyâsah mâliyyah;
4. Siyasah Harbiyah
3. Kedudukan fiqh siyâsah di
dalam sistematika hukum Islam adalah berada di bawah fiqh
mu’âmalat yang diartikan secara luas, sedangkan peranannya jelasnya
adalah sangat penting bagi masyarakat muslim, karena ia adalah kunci dapat
dijalankannya hukum Islam di dalam sebuah negara yang mayoritas rakyatnya
adalah beragama muslim, selain di satu sisi fiqh siyâsah sendiri
sangat mementingkan kemaslahatan untuk rakyat dan berusaha menghilangkan
kemudaratan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. http://hardiananto.wordpress.com/2009/04/25/siyasah (diakses
Maret 2013)
2.
http://languagecommunity.blogspot.com/2011/12/makalah-fiqh-siyasah.html
(diakses Maret 2013)
3.
http://diyaasaviella.blogspot.com/2012/02/pengertian-siyasah-hukum-islam.html
(diakses Maret 2013)
4.
http://makalahchayya.blogspot.com/2011/10/fiqih-siyasah-politik.html
(diakses Maret 2013)
5.
http://menaraislam.com/content/view/73/40
(diakses Maret 2013)
6.
http://serbamakalah.blogspot.com/2013/02/siyasah-politik-islam.html
(diakses Maret 2013)
7.
http://www.aminazizcenter.com/2010/12/kuliah-fiqh-siyasah-politik-islam
(diakses Maret 2013)
8. Pulungan, Dr. J. Suyuthi, Fiqih Siyasah; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,
Rajawali Pers, Jakarta;1993
0 Response to "Makalah fiqih siyasah "
Post a Comment