BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan di Indonesia telah
berlangsung jauh-jauh hari sebelum terbentuknya Republik Indonesia. Pendidikan
di Indonesia sudah ada sejak zaman kuno, oleh sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia
bisa dibilang cukup panjang. Pada awalnya pendidikan di Indonesia muncul sejak
zaman kuno, kemudian mulai berkembang saat agama hindu-budha masuk keIndonesia.
Masuknya agama hindhu ke Indonesia memberi dampak yang cuckup signifikan
terhadap system pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan Hindu-Buddha dikenal
dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi betapa dan
untuk orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan
mendekatkan diri dengan dewa tertinggi.
Pada abad ke-14 saat agama Islam masuk
keIndonesia dibawa oleh para pedagang dari Arab. Masuknya Islam mulai menggeser
kedudukan agama Hindu, lebih lagi saat kerajaan majapahit runtuh dan digantikan
kerajaan Demak. Masuknya islam membentuk budaya baru dalam masyarakat. Salah
satunya adalah system pendidikan. Islam memberi warna baru dalam dunia
pendidikan saat itu. Bisa dikatakan sistem pendidikan pada masa Islam merupakan
bentuk akulturasi antara sistem pendidikan patapan Hindu-Buddha dengan sistem
pendidikan Islam yang telah mengenal istilah uzlah (menyendiri). Akulturasi
tersebut tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti kaum agamawan
Hindu-Buddha, saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan permukiman.
Dalam Hindu-Budha tempat itu dikenal dengan mandala, sedangkan dalam islam biasa
disebut sebagai pesantren atau padepokan. Padepokan berasal dari kata petepan
yang artinya tempat pendidikan, istilah itu sudah dikenal sejak zaman
Hindu-Budha.
Pendidikan islam pada umumnya muncul
dan berkembang karena pengaruh seorang tokoh agama, yang sering di sebut kiayi.
Khusus di pulau jawa, tokoh agama itu disebut wali. Pada umumnya para wali
mendirikan sebuah pesantren untuk mengajarkan agama islam. Pendidikan Islam semakin berkembang sejalan
dengan adanya ide-ide cemerlang dari para tokoh Islam itu sendiri dalam
mengembangkan pendidikan Islam.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model Lembaga Pendidikan Islam
1.
Formal
Lembaga Pendidikan formal meliputi :
a.
Madrasah
Secara etimologis, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, madrasah adalah sekolah atau perguruan (biasanya yg
berdasarkan agama Islam), sedang menurut web resmi Kementerian Agama Direktorat
Pendidikan madrasah, madrasah dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan
tempat” (zharaf makan) dari akar kata “darasa”. Secara harfiah “madrasah”
diartikan sebagai “tempat belajar para pelajar”, atau “tempat untuk memberikan
pelajaran”. [2]
Dari dua pengertian di atas, maka madrasah dikenal juga dengan istilah sekolah
dalam bahasa Indonesia. Istilah sekolah juga merupakan serapan bahasa asing dari
school atau skola. Madrasah sebenarnya identik dengan sekolah agama dan
karakteristik berbeda dengan sekolah umum, namun kekinian madrasah lebih
dikenal dengan sekolah dengan muatan pembelajaran agamanya lebih banyak
nasional. madrasah pertama sepanjang sejarah Islam adalah rumah
Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam, tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh
diajarkan secara terpadu oleh nabi akhir jaman, Nabi Muhammad SAW. Ia sendiri
yang mengajar dan mengawasi proses pendidikan disana, para As-Sabiqun al-Awwalun
adalah merupakan murid-muridnya.[3]
b. Pesantren
Pesantren adalah sekolah
Islam berasrama yang terdapat di Indonesia yang bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan tentang Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan mempelajari bahasa Arab
dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Pesantren merupakan pendidikan islam
tertua di Indonesia yang berfungsi sebagai pusat dakwah dan pengembangan agama
islam. Kata pesantren berasal dari bahsa tamil yang berarti “guru mengaji”
namun ada juga yang menyebut berasal dari bahasa sansekerta “shstri” yang
berarti orang-orang yang mempelajari buku-buku suci atau orang yang melek
huruf. Ada dua dua pendapat mengenai asal-usul berdirinya pesantren di
Indonesia. Pertama, pesantren berasal dari tradisi tarekat. Penyiaran agama islam
di indoensia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat
yang melaksanakan amalan-amalan zikir dan wirid-wirid tertentu. Pemimpin
tarekat yang disebut Kiai itu mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk,
selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama dalam
sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah-ibadah dibawah bimbingan Kiai. Untuk
keperluan suluk ini para Kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan
tempat-tempat khusus yang terdapat di kiri kanan masjid. Disamping itu juga
diajarkan kitab-kitab berbagai cabang ilmu pengetahuan agama islam. Aktifitas
yang dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian.
Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang
menjadi lembaga Pesantren.[4]
2.
Non Formal
Pendidikan
non formal adalah dayah, Dayah
merupakan sebuah lembaga yang pada awalnya memposisikan dirinya sebagai pusat
pendidikan pengkaderan ulama. Kehadirannya sebagai sebuah institusi pendidikan
Islam di Aceh bisa diperkirakan hampir bersamaan tuanya dengan Islam di
Nusantara. Kata Dayahberasal dari bahasa Arab, yakni zawiyah,
yang berarti pojok Istilah zawiyah, yang secara literal bermakna sudut,
diyakini oleh masyarakat Aceh pertama kali digunakan sudut mesjid Madinah
ketika Nabi Muhammad saw berdakwah pada masa awal Islam. Pada abad pertengahan,
kata zawiyah difahami sebagai pusat agama dan kehidupan mistik dari
penganut tasawuf, karena itu, didominasi hanya oleh ulama perantau,
yang telah dibawa ke tangah-tengah masyarakat. Kadang-kadang lembaga ini
dibangun menjadi sekolah agama dan pada saat tertentu juga zawiyah dijadikan
sebagai pondok bagi pencari kehidupan spiritual. Dhus, sangat
mungkin bahwa disebarkan ajaran Islam di Aceh oleh para pendakwah tradisional
Arab dan sufi; Ini mengidentifikasikan bagaimana zawiyah diperkenalkan
di Aceh. Di samping itu, nama lain dari dayahadalah rangkang.
Perbedaannya, eksistensi dan peran rangkang dalam kancah
pembelajaran lebih kecil dibandingkandengan dayah.
Keberadaan lembaga dayah dan meunasah bagi
pengembangan pendidikan di Aceh sangatlah urgen, dan kebermaknaan
kehadirannya sangat dibutuhkan dalam membentuk umat yang berpengetahuan, jujur,
cerdas, rajin dan tekun beribadah yang kesemuanya itu sarat dengan nilai.
Sejarah membuktikan bahwa Sultan pertama di kerajaan Peureulak (840 M.), meminta
beberapa ulama dari Arabia, Gujarat dan Persia untuk mengajar di lembaga ini.
Untuk itu sultan membangun satu dayah yang diberi nama “Dayah Cot Kala” yang
dpimpin oleh Teungku Muhammad Amin, belakangan dikenal dengan sebutan Teungku
Chik Cot Kala. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam pertama di kepulauan Nusantara.[5]
3.
Formal Murni
Pendidikan Islam Formal murni meliputi:
a. Madrasah Ibtidaiyah negri (MIN)
Madrasah
ibtidaiyah (MIN) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Dasar, yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian
Agama.
Pendidikan madrasah ibtidaiyah ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1
sampai kelas 6. Lulusan madrasah ibtidaiyah dapat melanjutkan pendidikan ke madrasah tsanawiyah atau sekolah menengah
pertama.Kurikulum
madrasah ibtidaiyah sama dengan kurikulum sekolah dasar, hanya saja pada MI
terdapat porsi lebih banyak mengenai pendidikan agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana
sekolah dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran seperti:
·
Fiqih
Di Indonesia, setiap warga negara
berusia 6-12 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar
(atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.[6]
b. Madrasah
Tsanawiyah Negri (MTsN)
Madrasah tsanawiyah (MTsN) adalah jenjang dasar pada
pendidikan formal di Indonesia, setara dengan sekolah menengah
pertama, yang
pengelolaannya dilakukan oleh Departemen
Agama.
Pendidikan madrasah tsanawiyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7
sampai kelas 9.Murid kelas 9 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan
MTs dapat melanjutkan pendidikan ke madrasah aliyah atau sekolah menengah
atas/sekolah menengah
kejuruan.Kurikulum
madrasah tsanawiyah sama dengan kurikulum sekolah menengah pertama, hanya saja
pada MTs terdapat porsi lebih banyak mengenai pendidikan agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran
sebagaimana sekolah dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran seperti:
·
Fiqih
Pelajar
madrasah tsanawiyah umumnya berusia 13-15 tahun. Di Indonesia, setiap warga
negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah
dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3
tahun.[7]
c. Madrasah Aliah Negri (MAN)
Madrasah
aliyah (MAN) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia, setara dengan sekolah menengah
atas, yang pengelolaannya dilakukan oleh
Kementerian Agama. Pendidikan madrasah aliyah
ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Pada tahun
kedua (yakni kelas 11), seperti halnya siswa SMA, maka siswa MA memilih salah satu
dari 4 jurusan yang ada, yaitu Ilmu Alam, Ilmu Sosial, Ilmu-ilmu Keagamaan
Islam, dan Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas 12), siswa diwajibkan
mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan madrasah aliyah
dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi umum, perguruan tinggi agama Islam, atau langsung bekerja.
MA sebagaimana SMA, ada MA umum yang sering dinamakan MA dan MA kejuruan (di
SMA disebut SMK) misalnya Madrasah aliyah
kejuruan (MAK) dan
madrasah aliyah program keterampilan. Kurikulum madrasah aliyah sama
dengan kurikulum sekolah menengah atas, hanya saja pada MA terdapat porsi lebih
banyak mengenai pendidikan agama Islam. Selain mengajarkan mata pelajaran
sebagaimana sekolah dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran seperti:
·
Fiqih
Pelajar
madrasah aliyah umumnya berusia 16-18 tahun. SMA/MA tidak termasuk program
wajib belajar pemerintah, sebagaimana siswa sekolah dasar (atau sederajat) 6
tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
Di Indonesia, kepemilikan madrasah ibtidaiyah, madarasah tsanawiyah,
madrasah aliyah dipegang oleh dua badan, yakni swasta dan pemerintah (madrasah
aliyah negeri).[8]
d.
Sekolah tinggi Islam
Perguruan
tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi
dibagi menjadi dua:
·
Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
·
Perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh pihak swasta.
Di
Indonesia, perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, institut, politeknik, sekolah tinggi, dan universitas. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, profesi, dan vokasi dengan program pendidikan diploma (D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis. Universitas, institut, dan sekolah
tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor
kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak
memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif
bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
B.
Kelebihan dan Kekuranagan Pendidikan
Formal dan Non Formal
1.
Kelebihan pendidikan formal dan non
formal
Pengelolaan
dan regulasi pendidikan formal di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Pinpinanan pendidikan formal
merupakan pejabat eselon di bawah Menteri Pendidikan Nasional. Selain
itu juga terdapat pendidikan formal yang dikelola oleh kementerian atau lembaga
pemerintah nonkementerian.[9]
Semua peralatan dan kebutuhan yang di butuh kan pendidikan formal disediakan
oleh Mentri Pendidikan sedangkan pendidikan non formal semua pengelolaan oleh
individu yaitu pemiliknya sendiri dan pemimpinnya kebiasaannya secara turun-
temurun dan tidak dilantik oleh Kementrian Pendidikan Nasional dan kebutuhan
yang dibutuhkan dalam pendidikan non formal hasil yang diperoleh dari pimpinan
dan musyawarah dengan dewan guru.
2.
Kekurangan Pendidikan Formal dan Non
Formal
Kekurangan
atau kelemahan yang terdapat pada pendidikan formal Para pimpinan kurang memerhatikan kinerja para bawahannyan sehingga dapat
menghambat kelangsungan proses pendidikan secara maksimal dan mengalami penurunan
mutu pendidikan. Sedangkan kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada
pendidikan non formal adalah:
1.
Adanya kesan umum bahwa lebih rendah nilainya daripada
pendidikan formal yang peserta didiknya memiliki motivasi kuat untuk perolehan
ijazah.
- Pendekatan yang dilakukan oleh pendidik yang mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan formal dan menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal pada umumnya tidak kondusif untuk mengembangkan minat peserta didik.
- Masih terdapat program pendidikan, yang berkaitan dengan upaya membekali peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dibidang ekonomi, tidak dilengkapai dengan masukan lain (other input) sehingga peserta didik atau lulusan tidak dapat menerapkan hasil belajarnya.
- Para lulusan pendidikan nonformal dianggap lebih rendah statusnya dibandingkan status pendidikan formal, malah sering terjadi para lulusan pendidikan yang disebut pertama berada dalam pengaruh lulusan pendidikan nonformal.
Dengan demikian, kelemahan-kelemahan
di atas merupakan beberapa contoh yang muncul di lapangan. Namun pendidikan
nonformal makin lama makin diakui pentingnya dan kehadirannya serta sebagai
bagian penting dari kebijakan dan program pembangunan.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dapat dipetik dari uraian
diatas adalah Lembaga pendidikan islam
khususnya di Indonesia sangat beragam ada pendidikan formal, pendidikan
non formal dan pendidikan dan pendidikan formal murni.
·
Pendidikan
Formal yaitu Madarasah Aliah dan pesantren.
·
Pendidikan
non Formal yaitu Dayah
·
Pendidikan
Formal Murni yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah aliyah
dan Sekolah Tinggi Islam
Dengan
demikian dari semua jenjang pendidikan yang tersebut di atas memiliki
kekurangan dan kelebihan yang berbeda-beda sehingga terciptalah
kebijakan-kebijakan dalam pembangunan pendidikan.
[2]Situs resmi Direktorat Pendidikan Madrasah Kementerian
Agama, http://madrasah.kemenag.go.id/detail38.html
[3]
Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 144.
[6] Haidar
Putra Daulay, Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2007), h. 64.
0 Response to "MAKALAH PENDIDIKAN"
Post a Comment