BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam hukum pidana kita
akan mengenal dua bentuk balasan (jazâ) bagi pelaku tindak pidana, yang pertama
adalah hukuman dan yang kedua adalah tindakan-tindakan prepentif atau
rehabilitasi. Dalam makalah ini kita akan mencoba untuk lebih concern membahas
tentang hukuman yang merupakan salah satu dari dua instrument diatas.
Dari statement diatas
dapat kita ketahui bahwa hukuman merupakan salah satu perangkat dalam hukum
pidana sebagai bentuk balasan bagi pelaku tindak kriminal, karena ia merupakan
representasi dari perlawanan masyarakat terhadap para kriminil dan terhadap
tindak kejahatan yang dilakukannya. Oleh karena itu ketika kita sepakati bahwa
para kriminil dan tindak kejahatan yang dilakukannya merupakan objek dari
pertanggung jawaban pidana (al masúliyah al jinâíyah) maka ketika seseorang
terbukti melakukan tindakan pidana, ini mengharuskan dijatuhkannya hukuman bagi
pelaku ini. Itu karena tindakan pidana yang berupa pelanggaran terhadap
kaidah-kaidah dan norma-norma di masyarakat dan yang telah mengakibatkan adanya
keresahan di masyarakat, mengharuskan tunduknya pelaku kejahatan terhadap
hukuman. Karena merupakan sesuatu yang tidak dapat kita terima apabila pelaku
kejahatan berkeliaran di tengah-tengah masyarakat sembari menebar keruksakan
tanpa adanya halangan. Ini di satu sisi, sedangkan disisi lain agar
kaidah-kaidah hukum sebagai pedoman hidup masyarakat dapat ditegakkan dan
dihormati masyarakat maka harus ada hukuman bagi yang melanggar kaidah-kaidah
hukum ini.
Untuk lebih jelasnya,
agar kita lebih mengenal tentang hukuman, maka kita akan mencoba
mendiskusikannya, terutama bahasan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
prinsipil dari hukuman. Maka oleh karena itu kita akan membahasnya dari mulai
definisi, karakteristik, tujuan, dan pembidangan hukuman.
B. Rumusan Masalah
Ada beberapa pokok
permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini diataranaya adalah :
1. Apa Pengertian Hukuman.
2. Apa Saja Macam-Macam Hukuman
3. Apa Tujuan Hukuman
4. Apa saja Hal-Hal Yang Pembatalan dan menghapus Uqubah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukuman
‘Uqubah (hukuman)
secara bahasa (etimologi) berasal dari kata ‘aaqaba –yu’aaqibu –’uquubah, dan
‘aaqabtul lishsha mu’aaqabatan wa ‘iqaaba, dan dalam bentuk isim al-’uqubah. Pengertian
‘uqubah secara istilah (terminologi) didefinisikan dalam terminologi syara’
dengan definisi yang sangat banyak, di antaranya:
- Ibnu ‘Abidin -dari ulama mazhab Hanafi- mendefinisikan: bahwa ia adalah penghalang sebelum melakukan, ancaman sesudahnya. Maksudnya, dengan mengetahui syari’atnya menghalangi keberanian melakukan dan terjerumusnya sesudahnya menghalangi kembali kepadanya.
- al-Mawardi –dari ulama mazhab Syafii- mendefinikan: sesungguhnya ia untuk menghalangi melakukanIadalah ancaman yang diletakkan oleh Allah perbuatan yang dilarang dan meninggalkan yang diperintahkan.
- Abdul Qadir ‘Audah mendifinikan ‘uqubah: yaitu hukuman yang ditetapkan untuk kepentingan orang banyak atas pelanggaran terhadap perintah syari’.
B. Macam-Macam Hukuman
Hukuman dapat dibagi
menjadi beberapa penggolongan, menurut segi tinjauannya. Dalam hal ini ada
empat penggolongan :
1) Penggolongan pertama, didasarkan atas pertalian satu hukum dengan lainnya,
dan dalam hal ini ada empat macam hukuman, yaitu:
- Hukuman pokok (ﻋﻘﻮﺑﺔﺃﺼﻠﻴﺔ), seperti hukuman qisas untuk jarimah pembunuhan, atau hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian.
- Hukuman Pengganti (ﻋﻘﻮﺑﺔﺑﺪﻠﻴﺔ), yaitu menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakn karena alasan yang sah, seperti, hukuman diat (denda) sebagai pengganti hukuman qisas.
- Hukuman tambahan (ﻋﻘﻮﺑﺔﺘﺒﻌﻴﺔ, ‘uqubah taba’iyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri, seperti larangan menerima warisan bagi orang yang melakukan pembunuhan terhadap keluarga, sebagai tambahan dari hukuman qisas (mati).
- Hukuman pelengkap (ﻋﻘﻮﺑﺔﺘﻜﻤﻴﻠﻴﺔ, ‘uqubah takmiliyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari hakim, dan syari’at inilah yang menjadi ciri pemisahnya dengan hukuman tambahan. Contoh hukuman pelengkap ialah mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong di lehernya.
2) Penggolongan kedua, penggolongan kedua ini ditinjau
dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman. Dalam hal
ini ada dua macam hukuman, yaitu:
- Hukuman yang hanya mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi atau batas terendahnya, seperti hukuman jilid sebagai hukuman had (80 kali atau 100 kali).
- Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan batas terendah dimana hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai antara kedua batas tersebut, seperti hukuman penjara atau jilid pada jarimah-jarimah takzir
3) Penggolongan ketiga, Penggolongan ketiga ini ditinjau dari segi besarnya
hukuman, yang telah ditentukanp yaitu:
- ﻋﻘﻮﺑﺔﻻﺰﻤﺔ’uqubah lazimah (Hukuman Keharusan), yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya, dimana hakim harus melaksanakannya tanpa dikurangi atau ditambah, atau diganti dengan hukuman lain.
- ﻋﻗﻮﺑﺔﻤﺨﻴﺮ ‘Uqubah Mukhayyarah (Hukuman pilihan), yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh Syara’ agar bisa disusaikan dengan keadaan pembuat dan pertbuatannya.
4) Penggolongan keempat, ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman,
yaitu:
- Hukuman badan, yaitu dijatuhkan atas badan, seperti hukuman mati, dera, penjara, dan sebagainya.
- Hukuman jiwa, yaitu dikenakan atas jiwa seseorang, bukan badannya, seperti ancaman, peringatan dan teguran.
- Hukuman harta, yaitu yang dikenakan terhadap harta seseorang, seperti diat, denda, dan perampasan harta.
5) Penggolongan kelima, ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan
hukuman, yaitu:
- Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah hudud.
- Hukuman qisas-diyat, yaitu yang ditetapkan atas jarimah-jarimah qisas-diyat.
- Hukuman kifarat, yaitu yang ditetapkan untuk sebagian jarimah qisas, diat dan beberapa jrimah takzir.
- Hukuman takzir, yaitu yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah takzir.
C. Tujuan Hukuman
Tujuan pokok dalam
penjatuhan hukuman dalam syari’at Islam ialah Pencegahan (ﺍﻠﺮﺪﻮﺍﻠﺰﺠﺮ, arraddu
waz-zajru) dan pengajaran serta pendidikan (ﺍﻻﺼﻼﺡﻮﺍﻠﺘﻬﺬﻴﺐ, al-islah wat-tahzdib).
Pencegahan ialah
menahan pelaku agar tidak mengulangi perbuatan jarimahnya atau agar ia tidak
terus-menerus memperbuatnya, disamping pencegahan terhadap orang lain selain
pelaku agar ia tidak memperbuat jarimah, sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman
yang dikenakan terhadap orang yang memperbuat pula perbuatan yang sama. Dengan
demikian, maka kegunaan pencegahan adalah rangkap. Yaitu menahan terhadap
pelaku sendiri untuk tidak mengulangi perbuatannya dan menahan orang lain untuk
tidak memperbuatnya pula dan menjauhkan diri dari lingkungan jarimah.
Selain mencegah dan
menakut-nakuti, Syari’at Islam tidak lalai untuk memberikan perhatiannya
teradap diri pelaku. Bahkan memberi pelajaran dan mengusahakan kebaikan
terhadap diri pembuat merupakan tujuan utama, sehingga penjauhan manusia
terhadap jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran
diri dan kebenciannya terhadap jarimah, serta menjauhkan diri dari
lingkungannya agar mendapat ridha Tuhan.
D. Hal-Hal Yang
Pembatalan dan menghapus Uqubah
Pembatalan uqubah ialah
tidak dapat dilaksanakannya hukuman yang telah dijatuhkan, berhubung tempat
(badan atau bagiannya) untuk melaksanakan sudah tidak ada lagi, atau waktu
pelaksanannya sudah lampau, atau keadaan lain yang berhubungan dengan mental
dan psikis terhukum.
Hal-hal yang
menyebabkan batalnya uqubah:
- Pelaku meninggal dunia, kecuali untuk hukuman yang berupa denda, diyat, dan perampasan harta .
- Hilangnya anggota badan yang harus di kenakan hukuman, maka hukumnya berpindah pada diyat dalam kasus jarimah qishash,
- Tobat dalam kasus hirabah, meskipun Ulil Amri dapat menjatuhkan hukuman ta’zir bila kemaslahatan umum menghendakinya.
- Perdamaian dalam kasus jarimah qishash dan diyat dalam. dalam hal inipun Ulil Amri dapat menjatuhkan hukuman ta’zir bila kemaslahatan umum menghendakinya.
- Pemaafan dalam kasus qishash dan diyat yang serta dalam kasus qishash dan diyat serta dalam kasus jarimah ta’zir berkaitan dengan hak adami.
- Diwarisinya qishash, dalam hal inipun Ulil Amri dapat menjatuhkan hukuman ta’zir, seperti ayah membunuh anaknya.
- Kadaluwrasa.menurut imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad didalam hudud tidak ada kadarluwasa.
- Hapusnya hukuman bertalian dengan keadaan diri pelaku, sedangkan kebolehan suatu perbuatan bertlian dengan perbuatan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demikianlah makalah dari
kami, dan yang tertuang dalam makalah ini, menurut penulis bukanlah hal yang
sempurna kebenarannya, akan tetapi ini adalah bagian dari proses pembelajaran
menuju kebenaran. Oleh karena itu penulis masih sangat mengharapkan saran dan
kritik dari teman-teman yang berpartispasi dan berperan aktif dalam forum
diskusi ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, cet. 6, Jakarta: bulan Bintang,
2005.
Audah, Abdul Qodir, At-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islam, Beirut, Muasash
Ar-Risalah, tt.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Juz II, Beirut, cet II, 1980.
0 Response to "MAKALAH HUKUMAN"
Post a Comment