Pengertian Ahlus Sunnah wal
Jama’ah
1. Definisi As-Sunnah
As-Sunnah secara bahasa adalah
jalan yang ditempuh atau cara
pelaksanaan suatu amalan, baik
dalam perkara kebaikan maupun
kejelekan. (Fathul Bari, karya Al-
Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalany
rahimahullah, jilid 13)
Adapun pengertian dalam istilah
syari’ah adalah petunjuk dan
jalan di mana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan
para shahabatnya berada di
atasnya, baik dalam hal ilmu,
‘aqidah, ucapan, ibadah, akhlaq
maupun mu’amalah. Sunnah
dalam makna ini wajib untuk
diikiuti. (Al-Washiyyah Al-Kubra fi
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, hal.23)
Jadi makna As-Sunnah di sini
bukan seperti dalam pengertian
ilmu fiqih, yaitu: suatu amalan
yang apabila dikerjakan
mendapat pahala, dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.
2. Definisi Al-Jama’ah
Al-Jama’ah, secara bahasa,
berasal dari kata “Al-Jam’u”
dengan arti mengumpulkan yang
bercerai-berai. (Qamus Al-Muhith,
karya Al-Fairuz Abadi
rahimahullah)
Adapun secara istilah syari’ah
berarti orang-orang terdahulu
dari kalangan shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para
pengikut mereka hingga Hari
Kiamat. Mereka berkumpul dan
bersatu di atas Al-Haq
(kebenaran) yang bersumber
dari Al-Kitab dan As-Sunnah,
serta para imam mereka. (Al-
I’tisham, karya Al-Imam Asy-
Syathibi rahimahullah, I/28)
Dari penjelasan diatas, maka
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
orang-orang yang konsisten
berpegang teguh dengan
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Mereka adalah dari
kalangan shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
Tabi’in (murid para shahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam),
Tabi’ut Tabi’in (murid para
Tabi’in), dan para imam yang
mengikuti mereka, serta orang-
orang yang mengikuti jalan
mereka hingga hari Kiamat
dalam perkara ‘aqidah, ucapan,
dan amalan. (Syarh Al-‘Aqidah
Ath-Thahawiyah, karya Ibnu Abil
‘Izz Al-Hanafy rahimahullah, hal.
33)
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
orang-orang yang paling
antusias dalam merujuk kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
berdasarkan pada pemahaman
para shahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Ini adalah
PRINSIP UTAMA dalam agama ini
dan merupakan satu-satunya
kunci bagi umat ini untuk
bersatu dan terhindar dari
perpecahan. Hal ini ditegaskan
dan ditekankan oleh Ar-Rasul
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
sabdanya:
“Aku wasiatkan kepada kalian
untuk tetap bertaqwa kepada
Allah dan senantiasa
mendengarkan dan taat
walaupun yang memimpin kalian
adalah seorang budak dari
Habsyi. Barangsiapa di antara
kalian yang hidup (berumur
panjang), niscaya akan melihat
perselisihan yang banyak. Oleh
karena itu, wajib bagi kalian
berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah para
Kulafa’ur Rosyidin. Gigitlah
sunnah itu dengan gigi-gigi
geraham kalian (peganglah kuat-
kuat–red). Dan jauhilah perkara-
perkara baru yang diada-adakan
(dalam urusan agama), karena
sesungguhnya setiap perkara
yang baru yang diada-adakan
adalah bid’ah, dan setiap bid’ah
adalah sesat.” (HR. Ahmad dan
Ashabus Sunan, kecuali An-
Nasa’i)
Dan dalam riwayat An-Nasa’i
disebutkan bahwa Rasulullah
bersabda: ”dan setiap kesesatan
akan masuk An-Nar (neraka).”
Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi
wasallam juga menjelaskan
tentang adanya satu kelompok
yang diselamatkan oleh Allah,
dan satu-satunya yang selamat
dari An-Nar (neraka). Beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan dari shahabat
(murid beliau) Mu’awiyah bin
Abu Sufyan radliyallahu ‘anhuma:
”Ketahuilah bahwa Ahlul Kitab
sebelum kalian telah terpecah
belah menjadi 72 golongan, dan
sungguh umat ini juga akan
terpecah menjadi 73 golongan.
Yang 72 golongan di dalam
neraka. Dan satu golongan di
dalam Al-Jannah (surga), mereka
itu adalah Al-Jama’ah.” (HR. Abu
Dawud, Ahmad, Ad-Darimi dan
Al-Hakim. Dishahihkan Asy-
Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-
Ahadits Ash-Shahihah, no.
203-204, I/404).
Dalam riwayat lain disebutkan
bahwa para shahabat
radliyallahu ‘anhum bertanya:
”Siapakah Al-Jama’ah itu, wahai
Rasulullah?” Rasulullah
menjawab: ”Mereka adalah
orang-orang yang berada di atas
apa yang aku dan para
shahabatku pada hari ini berada
di atasnya (manhaj, aqidah,
ibadah, mu’amalah, dan akhlaq
yang islami–red).” (HR. Ath-
Thabarani di Al-Mu’jam Ash-
Shaghir, I/256)
Dari hadits-hadits tersebut,
Rasulullah menegaskan bahwa
satu-satunya ”solusi” agar umat
selamat (terhindar) dari
perpecahan, kebinasaan,
kesesatan adalah hanya dengan
mengembalikan segala urusan
agama kepada ”Sunnah” beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam dan
”Sunnah” para shahabat
radliyallahu ‘anhum. Berpegang
teguh dengan ”Sunnah” para
Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bermakna
mengembalikan semua
pemahaman terhadap Al-Qur’an
dan As-Sunnah (Al-Hadits)
kepada pemahaman mereka,
karena di tengah-tengah
merekalah ayat-ayat Al-Qur’an
turun dan mereka mendengar
langsung pengertiannya dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Terlalu banyak untuk disebutkan
di sini ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-
Hadits yang mengabarkan
tentang tingginya keutamaan
dan kedudukan para Shahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
di sisi Allah dan Rasul-Nya .
Mereka adalah manusia terbaik
setelah Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi
wasallam. Terbaik dalam segala
hal dalam urusan agama ini, ilmu,
iman, taqwa, pemahaman,
pengamalan, pembelaan
terhadap agama ini, dsb. Untuk
itulah kita diperintahkan
mengikuti petunjuk dan jalan
mereka. Bahkan, barangsiapa
mengikuti jalan selain jalannya
para shahabat , niscaya Allah
akan biarkan dirinya tenggelam
dalam kesesatan. Allah berfirman
dalam Al-Qur`an surat An-Nisa:
115, yang artinya:
”Barangsiapa menentang Ar-
Rasul setelah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan
selain jalannya kaum mukminin,
maka Kami biarkan dia leluasa
bergelimang dalam kesesatan
(berpaling dari kebenaran), dan
Kami masukkan dia ke dalam
Jahannam. Dan Jahannam adalah
seburuk-buruk tempat kembali.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah
dan para ulama Ahlus Sunnah
wal Jama’ah lainnya menjelaskan
bahwa ‘jalannya kaum mukminin’
dalam ayat di atas maksudnya
adalah jalannya para shahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebutan lain dari Ahlus Sunnah
As-Salafy Adalah nama lain dari
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Begitu juga Al-Firqatun Najiyah,
Ath-Thaifah Al-Manshurah.
Istilah “As-Salafy” atau “Salafy”
atau “As-Salafus Shalih”
sebenarnya merupakan istilah
syar’iyyah (sesuai dengan syariat
Islam). Istilah tersebut bukanlah
slogan keduniaan yang
berkenaan dengan politik, sosial,
ekonomi ataupun yang lainnya.
Bukan pula nama bagi individu,
organisasi, yayasan, partai
ataupun aliran-aliran tertentu
yang mengatasnamakan Islam.
Arti ‘Salaf’ secara bahasa adalah
‘pendahulu’ bagi suatu generasi
(kamus Al-Muhith). Sedangkan
dalam istilah syariah berarti
orang-orang pertama yang
memahami, mengimani,
memperjuangkan, serta
mengajarkan Islam yang diambil
langsung dari shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Istilah
yang lebih lengkap bagi mereka
ini ialah ‘As-Salafus Sholih’ (para
pendahulu yang sholih–red). (Al-
Aqidah As-Salafiyah baina Al-
Imam Ibnu Hanbal wal Imam
Ibnu Taimiyyah, karya Dr. Sayyid
Abdul Aziz As-Sily, hal.25-28)
Sedangkan seorang muslim yang
mengikuti pemahaman ini
dinamakan ‘Salafy’ atau ‘As-
Salafy’ (majalah As-Shalah, no. 9,
halaman 86-90, keterangan Asy-
Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahullah)
Penggunaan istilah ‘Salaf’ atau
’Salafy’ sebenarnya bukanlah hal
asing atau sesuatu yang baru
dalam agama ini. Istilah ini
banyak kita jumpai dalam kitab-
kitab para ulama Ahlus Sunnah
wal Jama’ah sejak dahulu.
Selain disebut As-Salafy, Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, disebut
juga dengan Al-Firqatun Najiyah
(kelompok yang selamat) atau
juga Ath-Thaifah Al-Manshurah
(kelompok yang mendapat
pertolongan). Mereka senantiasa
ada pada setiap generasi untuk
membimbing umat ini. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda dalam haditsnya yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-
Bukhari dan Muslim:
“Akan senantiasa ada dari
umatku (tiap generasi)
sekelompok orang yang selalu
tampak di atas Al-Haq, tidak akan
menyusahkan mereka orang-
orang yang meninggalkan
mereka sampai datang
keputusan Allah (Hari Kiamat).”
Merekalah Al-Firqatun Najiyah Al-
Manshurah. Para imam besar
ahlus sunnah (semisal Al-Imam
Asy-Syafi’i, Ahmad, Abdullah Ibnul
Mubarak, Al-Bukhari, At-Tirmidzi,
Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Ajurry,
An-Nawawi, dan lain-lain)
sepakat bahwa mereka adalah
para ulama ‘Ahlul Hadits’.
Ahlul Hadits adalah para ulama
besar di jamannya. Merekalah
yang paling berhak untuk
dijadikan rujukan pada setiap
permasalahan dalam agama ini,
karena mereka adalah golongan
yang paling kuat hujjahnya,
paling tahu tentang Al-Qur’an
sebagaimana dikatakan oleh
‘Umar ibnul Khotthob : “Akan ada
sekelompok orang yang
mendebat kamu dengan
syubhat-syubhat (kerancuan
pemahaman) yang mereka ambil
dari Al-Qur’an, maka bungkamlah
syubhat-syubhat mereka itu
dengan Sunnah (hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam), karena orang yang
tahu tentang sunnah/hadits
adalah orang yang paling tahu
tentang Al-Qur’an.” (Diriwayatkan
oleh Al-Ajurry dalam Asy-Syari’ah,
hal. 48, dan kitab lainnya).
Demikianlah para pembaca yang
mulia, berdasarkan pada
keterangan-keterangan di atas,
maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah
adalah satu-satunya yang akan
mendapatkan pertolongan Allah
dan selamat dari siksa api
neraka. Oleh karena itu, wajib
bagi kita untuk meniti jejak
mereka, baik dalam masalah
manhaj, aqidah, ibadah, akhlaq,
atau mu’amalah. Tidak ada
pilihan yang lain. Karena mereka
tidaklah ber-ta’ashshub (fanatik)
kepada pendapat seseorang/
organisasi tertentu, kecuali
hanya kepada sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka adalah satu dan kokoh
diatas satu prinsip, walaupun
tempat mereka berbeda-beda
dan tersebar di berbagai negeri.
Alhamdulillah, di masa kita
sekarang ini sangat mudah
untuk mendapatkan bimbingan
dari para ulama Ahlul Hadits
(Ahlus Sunnah). Kitab-kitab
mereka tersebar di berbagai
pelosok negeri, bahkan dari
tulisan para imam As-Salafus
Shalih yang terdahulu hingga
para ulama Ahlul Hadits di masa
ini.
Semoga Allah senantiasa
membimbing kita diatas “Ash-
Shirathal Mustaqim”. Yaitu
jalannya orang-orang yang telah
diberi nikmat oleh Allah dari
kalangan para Nabi, shahabatnya
dan para ulama Ahlus Sunnah
wal Jama’ah sebagai pewaris dan
penjaga risalah Ilahi… Amin.
Jama’ah
1. Definisi As-Sunnah
As-Sunnah secara bahasa adalah
jalan yang ditempuh atau cara
pelaksanaan suatu amalan, baik
dalam perkara kebaikan maupun
kejelekan. (Fathul Bari, karya Al-
Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalany
rahimahullah, jilid 13)
Adapun pengertian dalam istilah
syari’ah adalah petunjuk dan
jalan di mana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan
para shahabatnya berada di
atasnya, baik dalam hal ilmu,
‘aqidah, ucapan, ibadah, akhlaq
maupun mu’amalah. Sunnah
dalam makna ini wajib untuk
diikiuti. (Al-Washiyyah Al-Kubra fi
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, hal.23)
Jadi makna As-Sunnah di sini
bukan seperti dalam pengertian
ilmu fiqih, yaitu: suatu amalan
yang apabila dikerjakan
mendapat pahala, dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.
2. Definisi Al-Jama’ah
Al-Jama’ah, secara bahasa,
berasal dari kata “Al-Jam’u”
dengan arti mengumpulkan yang
bercerai-berai. (Qamus Al-Muhith,
karya Al-Fairuz Abadi
rahimahullah)
Adapun secara istilah syari’ah
berarti orang-orang terdahulu
dari kalangan shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para
pengikut mereka hingga Hari
Kiamat. Mereka berkumpul dan
bersatu di atas Al-Haq
(kebenaran) yang bersumber
dari Al-Kitab dan As-Sunnah,
serta para imam mereka. (Al-
I’tisham, karya Al-Imam Asy-
Syathibi rahimahullah, I/28)
Dari penjelasan diatas, maka
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
orang-orang yang konsisten
berpegang teguh dengan
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Mereka adalah dari
kalangan shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
Tabi’in (murid para shahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam),
Tabi’ut Tabi’in (murid para
Tabi’in), dan para imam yang
mengikuti mereka, serta orang-
orang yang mengikuti jalan
mereka hingga hari Kiamat
dalam perkara ‘aqidah, ucapan,
dan amalan. (Syarh Al-‘Aqidah
Ath-Thahawiyah, karya Ibnu Abil
‘Izz Al-Hanafy rahimahullah, hal.
33)
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
orang-orang yang paling
antusias dalam merujuk kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
berdasarkan pada pemahaman
para shahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Ini adalah
PRINSIP UTAMA dalam agama ini
dan merupakan satu-satunya
kunci bagi umat ini untuk
bersatu dan terhindar dari
perpecahan. Hal ini ditegaskan
dan ditekankan oleh Ar-Rasul
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
sabdanya:
“Aku wasiatkan kepada kalian
untuk tetap bertaqwa kepada
Allah dan senantiasa
mendengarkan dan taat
walaupun yang memimpin kalian
adalah seorang budak dari
Habsyi. Barangsiapa di antara
kalian yang hidup (berumur
panjang), niscaya akan melihat
perselisihan yang banyak. Oleh
karena itu, wajib bagi kalian
berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah para
Kulafa’ur Rosyidin. Gigitlah
sunnah itu dengan gigi-gigi
geraham kalian (peganglah kuat-
kuat–red). Dan jauhilah perkara-
perkara baru yang diada-adakan
(dalam urusan agama), karena
sesungguhnya setiap perkara
yang baru yang diada-adakan
adalah bid’ah, dan setiap bid’ah
adalah sesat.” (HR. Ahmad dan
Ashabus Sunan, kecuali An-
Nasa’i)
Dan dalam riwayat An-Nasa’i
disebutkan bahwa Rasulullah
bersabda: ”dan setiap kesesatan
akan masuk An-Nar (neraka).”
Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi
wasallam juga menjelaskan
tentang adanya satu kelompok
yang diselamatkan oleh Allah,
dan satu-satunya yang selamat
dari An-Nar (neraka). Beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan dari shahabat
(murid beliau) Mu’awiyah bin
Abu Sufyan radliyallahu ‘anhuma:
”Ketahuilah bahwa Ahlul Kitab
sebelum kalian telah terpecah
belah menjadi 72 golongan, dan
sungguh umat ini juga akan
terpecah menjadi 73 golongan.
Yang 72 golongan di dalam
neraka. Dan satu golongan di
dalam Al-Jannah (surga), mereka
itu adalah Al-Jama’ah.” (HR. Abu
Dawud, Ahmad, Ad-Darimi dan
Al-Hakim. Dishahihkan Asy-
Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-
Ahadits Ash-Shahihah, no.
203-204, I/404).
Dalam riwayat lain disebutkan
bahwa para shahabat
radliyallahu ‘anhum bertanya:
”Siapakah Al-Jama’ah itu, wahai
Rasulullah?” Rasulullah
menjawab: ”Mereka adalah
orang-orang yang berada di atas
apa yang aku dan para
shahabatku pada hari ini berada
di atasnya (manhaj, aqidah,
ibadah, mu’amalah, dan akhlaq
yang islami–red).” (HR. Ath-
Thabarani di Al-Mu’jam Ash-
Shaghir, I/256)
Dari hadits-hadits tersebut,
Rasulullah menegaskan bahwa
satu-satunya ”solusi” agar umat
selamat (terhindar) dari
perpecahan, kebinasaan,
kesesatan adalah hanya dengan
mengembalikan segala urusan
agama kepada ”Sunnah” beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam dan
”Sunnah” para shahabat
radliyallahu ‘anhum. Berpegang
teguh dengan ”Sunnah” para
Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bermakna
mengembalikan semua
pemahaman terhadap Al-Qur’an
dan As-Sunnah (Al-Hadits)
kepada pemahaman mereka,
karena di tengah-tengah
merekalah ayat-ayat Al-Qur’an
turun dan mereka mendengar
langsung pengertiannya dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Terlalu banyak untuk disebutkan
di sini ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-
Hadits yang mengabarkan
tentang tingginya keutamaan
dan kedudukan para Shahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
di sisi Allah dan Rasul-Nya .
Mereka adalah manusia terbaik
setelah Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi
wasallam. Terbaik dalam segala
hal dalam urusan agama ini, ilmu,
iman, taqwa, pemahaman,
pengamalan, pembelaan
terhadap agama ini, dsb. Untuk
itulah kita diperintahkan
mengikuti petunjuk dan jalan
mereka. Bahkan, barangsiapa
mengikuti jalan selain jalannya
para shahabat , niscaya Allah
akan biarkan dirinya tenggelam
dalam kesesatan. Allah berfirman
dalam Al-Qur`an surat An-Nisa:
115, yang artinya:
”Barangsiapa menentang Ar-
Rasul setelah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan
selain jalannya kaum mukminin,
maka Kami biarkan dia leluasa
bergelimang dalam kesesatan
(berpaling dari kebenaran), dan
Kami masukkan dia ke dalam
Jahannam. Dan Jahannam adalah
seburuk-buruk tempat kembali.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah
dan para ulama Ahlus Sunnah
wal Jama’ah lainnya menjelaskan
bahwa ‘jalannya kaum mukminin’
dalam ayat di atas maksudnya
adalah jalannya para shahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebutan lain dari Ahlus Sunnah
As-Salafy Adalah nama lain dari
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Begitu juga Al-Firqatun Najiyah,
Ath-Thaifah Al-Manshurah.
Istilah “As-Salafy” atau “Salafy”
atau “As-Salafus Shalih”
sebenarnya merupakan istilah
syar’iyyah (sesuai dengan syariat
Islam). Istilah tersebut bukanlah
slogan keduniaan yang
berkenaan dengan politik, sosial,
ekonomi ataupun yang lainnya.
Bukan pula nama bagi individu,
organisasi, yayasan, partai
ataupun aliran-aliran tertentu
yang mengatasnamakan Islam.
Arti ‘Salaf’ secara bahasa adalah
‘pendahulu’ bagi suatu generasi
(kamus Al-Muhith). Sedangkan
dalam istilah syariah berarti
orang-orang pertama yang
memahami, mengimani,
memperjuangkan, serta
mengajarkan Islam yang diambil
langsung dari shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,
Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Istilah
yang lebih lengkap bagi mereka
ini ialah ‘As-Salafus Sholih’ (para
pendahulu yang sholih–red). (Al-
Aqidah As-Salafiyah baina Al-
Imam Ibnu Hanbal wal Imam
Ibnu Taimiyyah, karya Dr. Sayyid
Abdul Aziz As-Sily, hal.25-28)
Sedangkan seorang muslim yang
mengikuti pemahaman ini
dinamakan ‘Salafy’ atau ‘As-
Salafy’ (majalah As-Shalah, no. 9,
halaman 86-90, keterangan Asy-
Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani rahimahullah)
Penggunaan istilah ‘Salaf’ atau
’Salafy’ sebenarnya bukanlah hal
asing atau sesuatu yang baru
dalam agama ini. Istilah ini
banyak kita jumpai dalam kitab-
kitab para ulama Ahlus Sunnah
wal Jama’ah sejak dahulu.
Selain disebut As-Salafy, Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, disebut
juga dengan Al-Firqatun Najiyah
(kelompok yang selamat) atau
juga Ath-Thaifah Al-Manshurah
(kelompok yang mendapat
pertolongan). Mereka senantiasa
ada pada setiap generasi untuk
membimbing umat ini. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda dalam haditsnya yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-
Bukhari dan Muslim:
“Akan senantiasa ada dari
umatku (tiap generasi)
sekelompok orang yang selalu
tampak di atas Al-Haq, tidak akan
menyusahkan mereka orang-
orang yang meninggalkan
mereka sampai datang
keputusan Allah (Hari Kiamat).”
Merekalah Al-Firqatun Najiyah Al-
Manshurah. Para imam besar
ahlus sunnah (semisal Al-Imam
Asy-Syafi’i, Ahmad, Abdullah Ibnul
Mubarak, Al-Bukhari, At-Tirmidzi,
Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Ajurry,
An-Nawawi, dan lain-lain)
sepakat bahwa mereka adalah
para ulama ‘Ahlul Hadits’.
Ahlul Hadits adalah para ulama
besar di jamannya. Merekalah
yang paling berhak untuk
dijadikan rujukan pada setiap
permasalahan dalam agama ini,
karena mereka adalah golongan
yang paling kuat hujjahnya,
paling tahu tentang Al-Qur’an
sebagaimana dikatakan oleh
‘Umar ibnul Khotthob : “Akan ada
sekelompok orang yang
mendebat kamu dengan
syubhat-syubhat (kerancuan
pemahaman) yang mereka ambil
dari Al-Qur’an, maka bungkamlah
syubhat-syubhat mereka itu
dengan Sunnah (hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam), karena orang yang
tahu tentang sunnah/hadits
adalah orang yang paling tahu
tentang Al-Qur’an.” (Diriwayatkan
oleh Al-Ajurry dalam Asy-Syari’ah,
hal. 48, dan kitab lainnya).
Demikianlah para pembaca yang
mulia, berdasarkan pada
keterangan-keterangan di atas,
maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah
adalah satu-satunya yang akan
mendapatkan pertolongan Allah
dan selamat dari siksa api
neraka. Oleh karena itu, wajib
bagi kita untuk meniti jejak
mereka, baik dalam masalah
manhaj, aqidah, ibadah, akhlaq,
atau mu’amalah. Tidak ada
pilihan yang lain. Karena mereka
tidaklah ber-ta’ashshub (fanatik)
kepada pendapat seseorang/
organisasi tertentu, kecuali
hanya kepada sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka adalah satu dan kokoh
diatas satu prinsip, walaupun
tempat mereka berbeda-beda
dan tersebar di berbagai negeri.
Alhamdulillah, di masa kita
sekarang ini sangat mudah
untuk mendapatkan bimbingan
dari para ulama Ahlul Hadits
(Ahlus Sunnah). Kitab-kitab
mereka tersebar di berbagai
pelosok negeri, bahkan dari
tulisan para imam As-Salafus
Shalih yang terdahulu hingga
para ulama Ahlul Hadits di masa
ini.
Semoga Allah senantiasa
membimbing kita diatas “Ash-
Shirathal Mustaqim”. Yaitu
jalannya orang-orang yang telah
diberi nikmat oleh Allah dari
kalangan para Nabi, shahabatnya
dan para ulama Ahlus Sunnah
wal Jama’ah sebagai pewaris dan
penjaga risalah Ilahi… Amin.
0 Response to " AHLUL SUNNAH WALJAMA'AH"
Post a Comment