Latest Updates

TABARRUK BUKANLAH PERBUATAN BID’AH SESAT APALAGI SYIRIK


 Adapun obyek/perkara yang dijadikan sebagai sarana mencari berkah dari Allah kadang berupa Para Nabi dan orang-orang shalih atau berupa Benda peninggalan para Nabi atau orang-orang shalih, dan terkadang berupa tempat yang pernah dipergunakan oleh para Nabi atau orang-orang shalih dalam beribadah kepada Alloh. Sehingga dapat dikatakan Tabarruk adalah bentuk lain dari Tawassul. Diantara amaliyah (kebiasaan) yang berlaku dalam kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah khususnya warga Nahdliyyin yang sering dituduh sebagai perbuatan “Bid’ah Sesat” bahkan “Syirik” adalah TABARRUK . Tulisan  kali ini tiada lain hanyalah sebagai upaya “Tabaayun” klarifikasi bahwa apa yang kami yakini juga memiliki dasar hukum yang sah, yang selanjutnya semoga dapat menghilangkan atau setidaknya mengurangi kesalah fahaman oleh sebagian kalangan demi terciptanya ukhuwah yang kita citakan bersama. TABARRUK adalah istilah yang digunakan oleh sebagian besar ummat islam guna menyebut perbuatan yang bertujuan mencari/ mengharap “Barakah/bertambahnya kebajikan” dari Allah melalui obyek- obyek yang diyakini sebagai obyek yang dikehendaki oleh Allah untuk beroleh keberkahan dari-Nya. Adapun obyek/ perkara yang dijadikan sebagai sarana mencari berkah dari Allah kadang berupa Para Nabi dan orang-orang shalih atau berupa Benda peninggalan para Nabi atau orang-orang shalih, dan terkadang berupa tempat yang pernah dipergunakan oleh para Nabi atau orang-orang shalih dalam beribadah kepada Allah. Sehingga dapat dikatakan Tabarruk adalah bentuk lain dari Tawassul. 
Sebelum kami kemukakan dalil-dalil yang menjadi dasar/sandaran ummat Islam dalam ber-Tabarruk, perlu kiranya kami tegaskan disini tentang keyakinan kami ketika ber-Tabarruk : 

Pertama : Bertabarruk dengan perantara orang-orang shalih, karena kami meyakini keutamaan dan kedekatan mereka kepada Allah dengan tetap meyakini ketidak mampuan mereka memberi kebaikan atau menolak keburukan kecuali atas izin Allah. Praktek yang umum dalam Tabarruk dengan orang-orang shalih adalah Tabarruk dengan do’a-do’a mereka atau dengan mencium tangan mereka, menghabiskan sisa makanan atau minuman mereka dll. Adapun diantara dalil/hujjah yang menjadi landasan praktek Tabarruk dengan cara diatas adalah : Sabda Rasulullah saw:
 ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ) ) ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ ﻣﻊ ﺃﻛﺎﺑﺮﻛﻢ )) 
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Barakah itu bersama orang-orang besar diantara kalian.” (HR. Al Hakim dan Ibnu Hibban)
 Al Hakim berkata : “Hadits ini shahih menurut syarat Al Bukhari, namun beliau tidak meriwayatkannya”. Adz Dzahabi menyetujuinya. Sedang yang dijadikan contoh dalam Bertabarruk dengan orang-orang shalih diantaranya adalah : 

a. Usaid Ibn Hudloir mencium pinggang Rosululloh : Imam Al Hakim meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad yang shohih bersambung sampai kepada Abi Laila, ia menuturkan sebuah kisah sbb : 

ﻛﺎﻥ ﺃﺳﻴﺪ ﺑﻦ ﺣﻀﻴﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺭﺟﻼ ﺻﺎﻟﺤﺎ ﺿﺎﺣﻜﺎ ﻣﻠﻴﺤﺎ ، ﻓﺒﻴﻨﻤﺎ ﻫﻮ ﻋﻨﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺤﺪﺙ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﻭﻳﻀﺤﻜﻬﻢ ، ﻓﻄﻌﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺧﺎﺻﺮﺗﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ : ﺃﻭﺟﻌﺘﻨﻲ ﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺍﻗﺘﺺ ﻗﺎﻝ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ! ﺇﻥ ﻋﻠﻴﻚ ﻗﻤﻴﺼﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻠﻲ ﻗﻤﻴﺺ ،ﻗﺎﻝ : ﻓﺮﻓﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﻤﻴﺼﻪ ﻓﺎﺣﺘﻀﻨﻪ ﺛﻢ ﺟﻌﻞ ﻳﻘﺒﻞ ﻛﺸﺤﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ : ﺑﺄﺑﻲ ﺃﻧﺖ ﻭﺃﻣﻲ ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ! ﺃﺭﺩﺕ ﻫﺬﺍ . ﻫﺬﺍ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺈﺳﻨﺎﺩ ﻭﻟﻢ ﻳﺨﺮﺟﺎﻩ ، ﻭﻭﺍﻓﻘﻪ ﺍﻟﺬﻫﺒﻲ ﻓﻘﺎﻝ : ﺻﺤﻴﺢ . 
Suatu ketika Usaid bin Hudhair (seorang sahabat yang shalih dan humoris), bersama Rasulullah saw dan para sahabat. Usaid menuturkan cerita yang membuat para sahabat tertawa hingga Rasul memukul pinggangnya. Usaid pun mengadu : “Engkau telah membuatku merasa sakit,” kata Usaid. “Silahkan membalas,” jawab Nabi. “Wahai Rasul, engkau mengenakan gamis sedang saya tidak,” ujar Usaid. Abi Laila berkata : “kemudian Rasul saw melepas gamisnya dan Usaid merangkul beliau dan menciumi pinggang beliau.” “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah, saya menginginkan ini,” kata Usaid. (HR. Al Hakim, dan beliau berkata : Hadits ini sanadnya shahih sedang Imam Bukhari-Muslim tidak meriwayatkannya. Adz Dzahabi menyetujuinya dan beliu berkata : Hadits ini Shahih) 

b. Para Sahabat Berebut Dahak dan Bekas Wudhu Rasulullah : Adalah ‘Urwah ketika beliau menceritakan hasil pengamatannya terhadap para sahabat Rasulullah :

 ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﺗﻨﺨﻢ ﻧﺨﺎﻣﺔ ﺇﻟﺎ ﻭﻗﻌﺖ ﻓﻲ ﻛﻒ ﺭﺟﻞ ﻣﻨﻬﻢ ﻓﺪﻟﻚ ﺑﻬﺎ ﻭﺟﻬﻪ ﻭﺟﻠﺪﻩ ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻣﺮﻫﻢ ﺍﺑﺘﺪﺭﻭﺍ ﺃﻣﺮﻩ ﻭﺇﺫﺍ ﺗﻮﺿﺄ ﻛﺎﺩﻭﺍ ﻳﻘﺘﺘﻠﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﻭﺿﻮﺋﻪ 
“Demi Allah,” kata ‘Urwah, “Rasulullah saw tidak mengeluarkan dahak kecuali dahak itu jatuh pada telapak tangan salah satu sahabat yang kemudian ia gosokkan pada wajah dan kulitnya. Jika beliau memberikan perintah maka mereka segera mematuhi perintahnya. Jika beliau berwudhu maka nyaris mereka berkelahi untuk mendapat air sisa wudhu’nya.” (HR. Al Bukhari) 
Dalam kaitan hadits diatas, Al Imam Al Hadidzh Ibn Hajar berkata : 
ﻭﻓﻴﻪ ﻃﻬﺎﺭﺓ ﺍﻟﻨﺨﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﺸﻌﺮ ﺍﻟﻤﻨﻔﺼﻞ ﻭﺍﻟﺘﺒﺮﻙ ﺑﻔﻀﻼﺕ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﺍﻟﻄﺎﻫﺮﺓ 
“Dalam hadits tersebut terdapat (dalil) sucinya dahak dan Rambut yang terpisah, dan (dalil) Tabarruk dengan sisa perkara yang suci dari orang-orang shalih” (Fathul Bari, vol. 5, hlm. 341) 

c. Mencium Tangan Orang Lain Yang Pernah Berjabat Dengan Rasulullah : Yahya ibnu Al Harits Adz Dzimari berkata:
 ﻟﻘﻴﺖ ﻭﺍﺛﻠﺔ ﺑﻦ ﺍﻟﺄﺳﻘﻊ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻓﻘﻠﺖ : ﺑﺎﻳﻌﺖ ﺑﻴﺪﻙ ﻫﺬﻩ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ؟ ﻓﻘﺎﻝ : ﻧﻌﻢ . ﻗﻠﺖ : ﺃﻋﻄﻨﻲ ﻳﺪﻙ ﺃﻗﺒﻠﻬﺎ ، ﻓﺄﻋﻄﺎﻧﻴﻬﺎ ﻓﻘﺒﻠﺘﻬﺎ
 Saya pernah berjumpa dengan Watsilah ibnu Al Asqa’ RA. “Apakah engkau berbai’at kepada Rasulullah saw dengan tanganmu ini?” tanyaku. “Benar” jawab Watsilah. “Julurkan tanganmu, aku akan menciumnya !” kataku. Ia kemudian menjulurkan tangannya dan aku mencium tangan tersebut. (HR. At Thabarani) 

Kedua : Tabarruk Dengan Benda Peninggalan Orang-Orang Shalih 
Adapun Tabarruk dengan benda-benda peninggalan orang-orang shalih seperti cincin, baju, sajadah atau yang lain maka karena kami meyakini peninggalan tersebut dinisbatkan kepada orang-orang shalih, di mana kemuliaan peninggalan itu berkat mereka, dihormati, diagungkan dan dicintai karena mereka, dan bukan karena bendanya. Adapun diantara dalil/hujjah yang menjadi landasan praktek Tabarruk dengan cara tersebut adalah : 
1. Firman Allh :
 ﻭﻗﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﻧﺒﻴﻬﻢ ﺇﻥ ﺁﻳﺔ ﻣﻠﻜﻪ ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻴﻜﻢ ﺍﻟﺘﺎﺑﻮﺕ ﻓﻴﻪ ﺳﻜﻴﻨﺔ ﻣﻦ ﺭﺑﻜﻢ ﻭﺑﻘﻴﺔ ﻣﻤﺎ ﺗﺮﻙ ﺁﻝ ﻣﻮﺳﻰ ﻭﺁﻝ ﻫﺎﺭﻭﻥ ﺗﺤﻤﻠﻪ ﺍﻟﻤﻠﺎﺋﻜﺔ ﺇﻥ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻟﺂﻳﺔ ﻟﻜﻢ ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﻣﺆﻣﻨﻴﻦ
 “Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka; ‘ Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya Tabut kepadamu, didalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun,’ tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS, Al Baqoroh : 248) 
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menuturkan beberapa riwayat dan pendapat tentang isi Tabut (peti) tersebut : “Di dalam tabut itu ada tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dua papan dari Taurat dan beberapa baju Nabi Harun. Sebagian ulama berpendapat di dalamnya ada tongkat dan sepasang sandal.” (Tafsir Ibnu Katsir vol. I hlm. 313) 
Selanjutnya dalam kitabnya yang lain Al Hafidh Ibnu Katsir menuturkan kisah yang berkaitan dengan firman Allah diatas sebagai berikut : Dahulu Bani Israil jika berperang dengan salah seorang musuh, maka mereka senantiasa membawa Tabutul Mitsaq (peti perjanjian) yang berada dalam Qubbatuz Zaman sebagaimana telah dijelaskan. Mereka mendapat kemenangan sebab keberkahan dari Tabutul Mitsaq itu dan sebab kedamaian dan sisa-sisa peninggalan Nabi Musa dan Harun yang berada di dalamnya. Ketika dalam salah satu peperangan mereka melawan penduduk Ghaza dan ‘Asqalan, musuh berhasil mengalahkan mereka dan merebut Tabutul Mitsaq dari tangan mereka. (Al Bidayah Wan Nihayah, vol. 2 hal. 6)

 Dan yang dijadikan contoh dalam Bertabarruk dengan benda/peninggalan orang-orang sholih diantaranya adalah
a. Tabarruk Dengan Sumur Bekas Unta Nabi Shalih as :
 ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻧﺰﻟﻮﺍ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﺠﺮ ﺃﺭﺽ ﺛﻤﻮﺩ ﻓﺎﺳﺘﻘﻮﺍ ﻣﻦ ﺁﺑﺎﺭﻫﺎ ﻭﻋﺠﻨﻮﺍ ﺑﻪ ﺍﻟﻌﺠﻴﻦ ﻓﺄﻣﺮﻫﻢ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﻬﺮﻳﻘﻮﺍ ﻣﺎ ﺍﺳﺘﻘﻮﺍ ﻭﻳﻌﻠﻔﻮﺍ ﺍﻟﺈﺑﻞ ﺍﻟﻌﺠﻴﻦ ﻭﺃﻣﺮﻫﻢ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻘﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺌﺮ ﺍﻟﺘﻲ ﻛﺎﻧﺖ ﺗﺮﺩﻫﺎ ﺍﻟﻨﺎﻗﺔ 
Bahwasannya para sahabat bersama Rasulullah pernah singgah di Al Hijr (tempat yang pernah dihuni kaum Tsamud, yakni kaum Nabi Shalih alaihis salaam). Para sahabat mengambil air dari sumur- sumur kaum Tsamud dan membuat adonan roti dengan air sumur tersebut. Kemudian Rasulullah saw menyuruh mereka untuk menumpahkan air yang mereka ambil dan memberikan adonan roti kepada unta, dan Rasulullah menyuruh mereka mengambil air dari sumur yang pernah didatangi unta Nabi Shalih. (HR Muslim) Imam An Nawawi ketika menjelaskan hadits di atas, beliau berkata :
 ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻣﺠﺎﻧﺒﺔ ﺁﺑﺎﺭ ﺍﻟﻈﺎﻟﻤﻴﻦ ﻭﺍﻟﺘﺒﺮﻙ ﺑﺂﺑﺎﺭ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ 
diantara faedah yang terkandung dalam hadits ini adalah ; hendaknya menjauhi sumur peninggalan orang-orang dholim serta (dianjurkan) bertabarruk dengan sumur orang-orang shalih. (Syarah Muslim, vol. 18 hal. 112) 

b. Tabarruk Dengan Bekas Jubah Nabi Untuk Pengobatan : Abdullah -pembantu Asma’ binti Abu Bakar- disuruh menghadap Abdullah Ibn Umar guna menanyakan tiga hal; yakni tentang puasa bulan Rajab, tentang pelana dari bahan kayu Urjuwan dan tentang pakaian dari sutera. Sekembali dari mengahadap Abdullah ibnu Umar, sang pembantu Asma’ tersebut menghadap kepada Asma’ binti Abu Bakar dan mengkhabarkan jawaban dari Abdullah Ibnu Umar. 
ﻓﻘﺎﻟﺖ ﻫﺬﻩ ﺟﺒﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﺄﺧﺮﺟﺖ ﺇﻟﻲ ﺟﺒﺔ ﻃﻴﺎﻟﺴﺔ ﻛﺴﺮﻭﺍﻧﻴﺔ ﻟﻬﺎ ﻟﺒﻨﺔ ﺩﻳﺒﺎﺝ ﻭﻓﺮﺟﻴﻬﺎ ﻣﻜﻔﻮﻓﻴﻦ ﺑﺎﻟﺪﻳﺒﺎﺝ ﻓﻘﺎﻟﺖ ﻫﺬﻩ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻨﺪ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺣﺘﻰ ﻗﺒﻀﺖ ﻓﻠﻤﺎ ﻗﺒﻀﺖ ﻗﺒﻀﺘﻬﺎ ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻠﺒﺴﻬﺎ ﻓﻨﺤﻦ ﻧﻐﺴﻠﻬﺎ ﻟﻠﻤﺮﺿﻰ ﻳﺴﺘﺸﻔﻰ ﺑﻬﺎ
 Kemudian Asma’ mengeluarkan jubah hijau Persia yang bertambalkan sutera dan kedua celahnya dijahit dengan sutera juga. Kemudian Asma’ berkata : “Ini adalah jubah Rasulullah saw, jubah tersebut disimpan oleh ‘Aisyah. Saat ia wafat jubah ini aku ambil. Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah mengenakan jubah ini dan saya membasuhnya untuk orang-orang sakit dalam rangka memohon kesembuhan dengannya.” (HR. Muslim)
 Dalam hadits diatas kita dapati adanya keterangan bahwa Asma’ binti Abu Bakar menggunakan air bekas cucian (basuhan) jubbah Nabi untuk orang-orang sakit yang mencari kesembuhan dengannya. 
c. Tabarruk Dengan Rambut Nabi Untuk Mencari Kesembuhan : Adalah Utsman Ibn Abdillah Ibn Mauhab bercerita :
 ﺃﺭﺳﻠﻨﻲ ﺃﻫﻠﻲ ﺇﻟﻰ ﺃﻡ ﺳﻠﻤﺔ ﺯﻭﺝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﻘﺪﺡ ﻣﻦ ﻣﺎﺀ ﻭﻗﺒﺾ ﺇﺳﺮﺍﺋﻴﻞ ﺛﻠﺎﺙ ﺃﺻﺎﺑﻊ ﻣﻦ ﻗﺼﺔ ﻓﻴﻪ ﺷﻌﺮ ﻣﻦ ﺷﻌﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻛﺎﻥ ﺇﺫﺍ ﺃﺻﺎﺏ ﺍﻟﺈﻧﺴﺎﻥ ﻋﻴﻦ ﺃﻭ ﺷﻲﺀ ﺑﻌﺚ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻣﺨﻀﺒﻪ ﻓﺎﻃﻠﻌﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻠﺠﻞ ﻓﺮﺃﻳﺖ ﺷﻌﺮﺍﺕ ﺣﻤﺮﺍ
 “Aku pernah diutus keluargaku untuk menemui Ummu Salamah –istri Nabi saw dengan membawa wadah berisi air. Lalu Ummu Salamah datang dengan membawa sebuah genta dari perak yang berisi rambut Nabi saw. Jika seseorang terkena penyakit ‘ain atau sesuatu hal maka ia datang kepada Ummu Salamah membawakan bejana untuk mencuci pakaian. “Saya amati genta itu dan ternyata saya melihat ada beberapa helai rambut berwarna merah,” kata ‘Utsman. (HR. Al Bukhari) 
Al Hafidh Ibnu Hajar, ketika menjelaskan hadits diatas beliau berkata : 
ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﺷﺘﻜﻰ ﺃﺭﺳﻞ ﺇﻧﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺃﻡ ﺳﻠﻤﺔ ﻓﺘﺠﻌﻞ ﻓﻴﻪ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺕ ﻭﺗﻐﺴﻠﻬﺎ ﻓﻴﻪ ﻭﺗﻌﻴﺪﻩ ﻓﻴﺸﺮﺑﻪ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺈﻧﺎﺀ ﺃﻭ ﻳﻐﺘﺴﻞ ﺑﻪ ﺍﺳﺘﺸﻔﺎﺀ ﺑﻬﺎ ﻓﺘﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺑﺮﻛﺘﻬﺎ 
Maksud hadits adalah : Bahwasannya jika seseorang mengeluh (karena penyakit) maka ia mengirim wadah kepada Ummu Salamah, kemudian Ummu Salamah meletakkan rambut- rambut Nabi dan membasuhnya di dalam wadah tersebut, kemudian wadah tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Selanjutnya sang pemilik wadah tersebut meminum atau membasuh badannya dengan air (bekas basuhan rambut Nabi) dengan tujuan mengharap kesembuhan, maka ia mendapat barakah dari rambut tersebut. (Fathul Bari, vol. 10 hlm. 353) – Kisah Khalid Ibn Walid dan Rambut Nabi Dalam Perang Yarmuk : Ja’far ibn Abdillah ibn Al Hakam bercerita :
 ﺃﻥ ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ ﺍﻟﻮﻟﻴﺪ ﻓﻘﺪ ﻗﻠﻨﺴﻮﺓ ﻟﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻴﺮﻣﻮﻙ ﻓﻘﺎﻝ : ﺍﻃﻠﺒﻮﻫﺎ ﻓﻠﻢ ﻳﺠﺪﻭﻫﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﺍﻃﻠﺒﻮﻫﺎ ﻓﻮﺟﺪﻭﻫﺎ ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻲ ﻗﻠﻨﺴﻮﺓ ﺧﻠﻘﺔ ﻓﻘﺎﻝ ﺧﺎﻟﺪ : ﺍﻋﺘﻤﺮ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﺤﻠﻖ ﺭﺃﺳﻪ ﻓﺎﺑﺘﺪﺭ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺟﻮﺍﻧﺐ ﺷﻌﺮﻩ ﻓﺴﺒﻘﺘﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﻧﺎﺻﻴﺘﻪ ﻓﺠﻌﻠﺘﻬﺎ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻘﻠﻨﺴﻮﺓ ﻓﻠﻢ ﺃﺷﻬﺪ ﻗﺘﺎﻟﺎ ﻭﻫﻲ ﻣﻌﻲ ﺇﻟﺎ ﺭﺯﻗﺖ ﺍﻟﻨﺼﺮ
 Bahwa Khalid ibnu Al Walid kehilangan peci miliknya saat perang Yarmuk. “Carilah peciku,” perintah Khalid kepada pasukannya. Mereka mencari peci tersebut namun gagal menemukannya. “Carilah peci itu,” kata Khalid lagi. Akhirnya peci itu berhasil ditemukan. Ternyata peci itu peci yang sudah lusuh bukan peci baru. Dan ketika peci tersebut ditemukan, Khalid berkata : “Rasulullah saw melaksanakan umrah lalu beliau mencukur rambut kepalanya, kemudian orang-orang segera menghampiri bagian-bagian rambut beliau. Lalu saya berhasil merebut rambut bagian ubun-ubun yang kemudian saya taruh di peci ini. Saya tidak ikut bertempur dengan mengenakan peci ini kecuali saya diberi kemenangan.” (HR. At Thabarani dalam Al Kabir) 
 Imam Ahmad Ber-Tabarruk Dengan Rambut Nabi Untuk Kesembuhan : Al Hafizh Adz Dzahabi menuturkan kebiasaan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya sebagai berikut :
 ﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ : ﺭﺃﻳﺖ ﺃﺑﻲ ﻳﺄﺧﺬ ﺷﻌﺮﺓ ﻣﻦ ﺷﻌﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻓﻴﻀﻌﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻓﻴﻪ ﻳﻘﺒﻠﻬﺎ . ﻭﺃﺣﺴﺐ ﺃﻧﻲ ﺭﺃﻳﺘﻪ ﻳﻀﻌﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﻴﻨﻪ، ﻭﻳﻐﻤﺴﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻭﻳﺸﺮﺑﻪ ﻳﺴﺘﺸﻔﻲ ﺑﻪ .
 Abdullah putra Imam Ahmad bercerita : “Saya melihat ayah mengambil sehelai rambut dari rambut Nabi saw, lalu beliau meletakkan pada mulutnya seraya menciumi rambut tersebut. Saya rasa saya pernah melihat ayah meletakkan rambut itu pada matanya, mencelupkan rambut tersebut ke dalam air dan meminumnya serta memohon kesembuhan dengannya.” (Siyaru A’lamin Nubalaa’ vol. XI hlm. 212) 

d. Tabarruk Dengan Keringat Nabi saw : 
ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎﻝ ﺩﺧﻞ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻓﻌﺮﻕ ﻭﺟﺎﺀﺕ ﺃﻣﻲ ﺑﻘﺎﺭﻭﺭﺓ ﻓﺠﻌﻠﺖ ﺗﺴﻠﺖ ﺍﻟﻌﺮﻕ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﺎﺳﺘﻴﻘﻆ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﻳﺎ ﺃﻡ ﺳﻠﻴﻢ ﻣﺎ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﺼﻨﻌﻴﻦ ﻗﺎﻟﺖ ﻫﺬﺍ ﻋﺮﻗﻚ ﻧﺠﻌﻠﻪ ﻓﻲ ﻃﻴﺒﻨﺎ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺃﻃﻴﺐ ﺍﻟﻄﻴﺐ 
Dari Anas bin Malik, ia berkata : “Nabi saw masuk menemui kami lalu beliau tidur siang dan berkeringat. Kemudiaan ibuku datang membawa botol lalu memasukkan keringat Nabi ke dalam botol tersebut. Nabi saw pun akhirnya terbangun dan bertanya, “Wahai Ummu Sulaim !, apa yang kamu lakukan ?” “Ini adalah keringatmu yang aku campurkan pada wewangianku. Keringat ini adalah wewangian paling harum,” jawab Ummu Sulaim. (HR. Muslim)
 Dalam riwayat Ishaq Ibn Abi Tholhah, Ummu Sulaim menjawab : 
ﻗﺎﻟﺖ ﻧﺮﺟﻮ ﺑﺮﻛﺘﻪ ﻟﺼﺒﻴﺎﻧﻨﺎ ﻓﻘﺎﻝ ﺃﺻﺒﺖ 
“Kami berharap keberkahannya untuk anak-anak kami,” maka Rasulullah bersabda : “Engkau benar". 

Ketiga : Tabarruk dengan Tempat peninggalan orang-orang shalih 
Adapun tabarruk dengan tempat seperti “Pesujudan Syekh Subakir, Makam Orang-Orang Shalih” dan yang lain, maka substansi tempat sama sekali tidak memiliki keutamaan dilihat dari statusnya sebagai tempat. Tempat memiliki keutamaan karena kebaikan dan ketaatan yang berada dan terjadi di dalamnya seperti shalat, puasa dan semua bentuk ibadah yang dilakukan oleh para hamba Allah yang shalih. Sebab karena ibadah mereka rahmat turun pada tempat, malaikat hadir dan kedamaian meliputinya. Inilah keberkahan yang dicari dari Allah di tempat-tempat yang dijadikan tujuan tabarruk. Keberkahan ini dicari dengan berada di tempat-tempat tersebut untuk bertawajjuh kepada Allah, berdoa, beristighfar dan mengingat peristiwa yang terjadi di tempat-tempat tersebut dari kejadian-kejadian besar dan peristiwa-peristiwa mulia yang menggerakkan jiwa dan membangkitkan harapan dan semangat untuk meniru pelaku peristiwa itu yang notabene mereka adalah orang-orang yang berhasil dan shalih. Adapun diantara dalil/hujjah yang menjadi landasan praktek tabarruk dengan cara tersebut adalah : 

a. Shalat Ditempat Yang Pernah Digunakan Nabi Shalat
 Imam Al Bukhari meriwayatkan hadits dengan sanad bersambung sampai kepada Musa bin ‘Uqbah, ia berkata : 
ﺭﺃﻳﺖ ﺳﺎﻟﻢ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺘﺤﺮﻯ ﺃﻣﺎﻛﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ﻓﻴﺼﻠﻲ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﻳﺤﺪﺙ ﺃﻥ ﺃﺑﺎﻩ ﻛﺎﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﺃﻧﻪ ﺭﺃﻯ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺄﻣﻜﻨﺔ
 Aku pernah melihat Salim bin Abdillah, ia sedang mencari tempat-tempat di tepi jalan, kemudian dia shalat di tempat- tempat tersebut. Salim menceritakan ; bahwa ayahnya (Abdullah Ibn Umar) pernah shalat di tempat-tempat tersebut, dan beliau pernah melihat Nabi saw shalat di tempat-tempat tersebut. (HR. Al Bukhori) 
Ketika menjelaskan hadits diatas, Al Hafidh Ibnu Hajar menyampaikan hadits lain dengan tema yang sama, kemudian beliau berkata :
 ﻓﻬﻮ ﺣﺠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺒﺮﻙ ﺑﺂﺛﺎﺭ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ 
Maka hal tersebut menjadi hujjah (dalil) Tabarruk dengan peninggalan orang- orang shalih. (Fathul Bari, vol. 1 hlm. 569)

 b. Shalat Di Masjid ‘Asysyar Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits dengan sanad sampai kepada Shalih bin Dirham, ia bercerita : 
ﺍﻧﻄﻠﻘﻨﺎ ﺣﺎﺟﻴﻦ ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺟﻞ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺟﻨﺒﻜﻢ ﻗﺮﻳﺔ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﺍﻟﺄﺑﻠﺔ ﻗﻠﻨﺎ ﻧﻌﻢ ﻗﺎﻝ ﻣﻦ ﻳﻀﻤﻦ ﻟﻲ ﻣﻨﻜﻢ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﻟﻲ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪ ﺍﻟﻌﺸﺎﺭ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﺃﻭ ﺃﺭﺑﻌﺎ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻫﺬﻩ ﻟﺄﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺳﻤﻌﺖ ﺧﻠﻴﻠﻲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺒﻌﺚ ﻣﻦ ﻣﺴﺠﺪ ﺍﻟﻌﺸﺎﺭ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺷﻬﺪﺍﺀ ﻟﺎ ﻳﻘﻮﻡ ﻣﻊ ﺷﻬﺪﺍﺀ ﺑﺪﺭ ﻏﻴﺮﻫﻢ 
“Kami pergi melaksanakan haji. Kebetulan kami bertemu seorang lelaki yang berkata kepadaku, “Di dekat kalian ada desa yang disebut Ubullah.” “Betul,” jawab kami. “Siapakah di antara kalian yang bisa memberi jaminan kepadaku agar aku bisa disholatkan di masjid ‘Asysyar dua atau empat raka’at,” lanjutnya. Shalih ibnu Dirham berkata : “Ini untuk Abu Hurairah : Saya mendengar orang yang saya cintai, yakni Abul Qasim saw bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT membangkitkan dari masjid ‘Asysyar pada hari kiamat para syuhada’ yang tidak berdiri bersama para syuhada’ Badar kecuali mereka,” (HR Abu Dawud.) 
As Syaikh Abuth Thayyib penyusun kitab ‘Aunul Ma’bud syarah Sunan Abi Dawud mengatakan : bahwa masjid ‘Asysyar adalah masjid terkenal yang dimintakan berkah dengan shalat di dalamnya. (Aunul Ma’bud vol. XI hlm. 284) 

c. Imam As Syafi’iy Ber-Tabarruk Dengan Kuburan Imam Abi Hanifah Al ‘Allamah As Syaikh Khathib Al Baghdadi menuturkan kisah dengan sanad para perawi yang tsiqqah (terpercaya) : 
ﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻣﻴﻤﻮﻥ ﻗﺎﻝ ﺳﻤﻌﺖ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻧﻲ ﻟﺄﺗﺒﺮﻙ ﺑﺄﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭﺃﺟﻲﺀ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﺮﻩ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻳﻌﻨﻲ ﺯﺍﺋﺮﺍ ﻓﺈﺫﺍ ﻋﺮﺿﺖ ﻟﻲ ﺣﺎﺟﺔ ﺻﻠﻴﺖ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﻭﺟﺌﺖ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﺮﻩ ﻭﺳﺄﻟﺖ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﻋﻨﺪﻩ ﻓﻤﺎ ﺗﺒﻌﺪ ﻋﻨﻲ ﺣﺘﻰ ﺗﻘﻀﻰ 
Dari Ali bin Maimun, ia berkata : Aku mendengar Imam As Syafi’i berkata : “Sesungguhnya saya senantiasa bertabarruk dengan Abu Hanifah. Aku senantiasa mendatangi makamnya setiap hari untuk berziyarah. Apabila aku mempunyai hajat, aku shalat dua rakaat, lalu aku datangi makamnya, selanjutnya aku meminta kepada Allah tentang hajatku disisi kuburnya, tidak lama kemudian hajatku terkabul.” (Tarikh Baghdad, vol. 1 hal. 123) 
Selanjutnya, jika ada yang berkata : Bahwa Tabarruk hanya dapat dilakukan khusus dengan peninggalan Nabi, dan jika dilakukan dengan selain Nabi maka dapat menyebabkan “Syirik”. Terhadap mereka yang berkata demikian perlu anda pertanyakan : Adakah Allah tidak boleh disekutukan dengan selain Nabi dan boleh disekutukan dengan Nabi ? Demikian penjelasan singkat tentang Tabarruk, semoga bermanfaat..

0 Response to "TABARRUK BUKANLAH PERBUATAN BID’AH SESAT APALAGI SYIRIK"

Post a Comment

X-Steel - Wait