Latest Updates

Sistem Peradilan(Siyasah Qadhaiyah)





BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Warga negara biasa di Indonesia sering kali merasa frustrasi ketika berusaha mendapatkan keadilan, karena ruwetnya proses hukum yang berlaku di sini. Meskipun vonis sudah ditetapkan, para pihak masih bisa mengajukan banding ke pengadilan tinggi sehingga putusan hukum harus tertunda. Ketika pengadilan tinggi sudah mengambil keputusan, para pihak masih bisa lagi mengajukan kasasi. Maka putusan hukum kembali tertunda. Akibatnya, dalam sistem peradilan warisan penjajah Belanda ini ribuan kasus tertunda dan mengantri di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, sementara kasus-kasus baru terus bertambah setiap hari. Realitas semacam ini hanya akan mendorong para pelaku kejahatan, yang mengerti selukbeluk sistem peradilan, mengulur-ulur putusan hukum. Sebab, sekalipun vonis sudah dijatuhkan, mereka masih bisa mengajukan banding dan kasasi, sehingga keputusan hukum bisa ditunda. Wajar bila dalam kasus sengketa tanah, misalnya, bisa memakan waktu lebih dari 20 tahun untuk sampai keputusan di tingkat kasasi MA. Itupun masih ada lagi upaya hukum yang disebut PK atau peninjauan kembali. Jadi kapan keadilan itu akan datang? Daulah Khilafah akan mengakhiri sistem yang berbelit-belit dan bertele-tele ini. Dalam sistem peradilan Islam, putusan hukum yang dibuat oleh qadhi atau hakim adalah putusan yang final. Tidak ada lagi mahkamah banding. Jadi, tidak ada satu pun pihak yang dapat merubah putusan qadhi itu. Kecuali jika vonis tersebut bertentangan dengan syariah Islam yang pasti (qath’iy), yang tidak ada ikhtilaf di dalamnya; atau ketika hakim mengabaikan fakta yang pasti, tanpa alasan yang jelas. Bila terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti itu, maka kasus tersebut bisa dibawa ke Mahkamah Madzalim. Dengan cara inilah, publik bisa mendapatkan keadilan dalam waktu yang singkat, dan tidak membebani pengadilan dengan antrian kasus yang sangat panjang. Para pelaku kejahatan pun tidak bisa lepas dari rasa takut, karena vonis yang ditetapkan pengadilan akan segera dieksekusi.

B. Rumusan masalah
Bagaimanakah sistem peradilan(siyasah qadhaiyah) Islam ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui dasar hukum agama yang kita anut dan untuk menambah ilmu pengetahuan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. SISTEM PERADILAN DALAM ISLAM

Pada 1400 terakhir sejarah negara Islam, dikenal dengan administrasi peradilannya, dan kemampuannya melindungi hak-hak rakyat dan hal inilah yang sangat berbeda dengan seluruh aspek kehidupan bangsa lainnya baik secara pribadi maupun politik.
Ada 2 orang yang bertanggung jawab dalam mengimplementasikan Islam dalam berbagai hal yakni: Khalifah dan Qadhi (hakim). Khalifah menjalankan hukum-hukum Islam dan menerapkannya kepada seluruh rakyat, sedangkan hakim mengambil putusan-putusan
secara Islami untuk kondisi-kondisi yang berbeda berdasarkan sumber-sumber (seperti Al-
Qur`an, As Sunnah dan segala sesuatu yang berasal dari keduannya) dan menggunakannya.
Karena itu peradilan merupakan salah satu pilar yang fundamental dalam negara Islam dan
diatas hal inilah sistem pemerintahan disandarkan sebagai bagian Implementasi Islam dalam
kehidupan politik. Dalam negara Islam telah ada sebuah peradilan yang senantiasa
menjalankan keadilan dan menghukum siapa saja yang patut dihukum ditengah-tengah
masyarakat untuk memastikan bahwa Islam telah ditaati secara terus-menerus. Sistem
peradilan ini tidak ada yang bertentangan dengan Islam malah ia berasal dari aqidah Islam
dan membentuk satu kesatuan yang padu dalam pandangan hidup Islam, ditambah dengan
Sistem Islam yang lain seperti Sistem Ekonomi (Iqtisad), dan ritual (ibadah) yang saling
menyempurnakan satu sama lain.

a.  Tujuan Peradilan
Dasar dibentuknya Peradilan memiliki 3 prinsip yaitu:
1.Bahwa penerapan hukum-hukum Islam dalam setiap kondisi adalah wajib.
2.Bahwa dilarang mengikuti syari’ah lain selain Islam.
3.Syari’ah selain Islam adalah kufur dan batil (taghut).
Dengan kerangka seperti ini, sistem Peradilan Negara Islam dijalankan dan berdasarkan pemahaman ini maka definisi Peradilan dibangun berdasarkan syari’ah sehingga definisi dan tujuan Peradilan adalah memberikan putusan-putusan yang sah untuk menetapkan berbagai pendapat yang muncul terhadap hukum Allah dalam berbagai situasi, dengan kewenangan untuk memaksa mereka.
b. Bukti keabsahan Peradilan
Landasan Sistem Peradilan dan hukum-hukumnya berasal dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Mengenai Al-Qur`an, Allah SWT Berfirman dalam beberapa surat , diantaranya dalam QS. 4:105 dan QS. 5:48. Ayat-ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa adalah sah untuk menghukumi antar manusia dan bahkan wajib melaksanakan hal tersebut, yaitu dengan
hanya merujuk kepada sistem Allah SWT. Mengenai As-Sunnah, Rosulullah SAW sendiri
memimpin Sistem Peradilan ini dan beliaulah yang menghukumi umat. Muslim menceritakan
hal yang disampaikan Aisyah (ra), istri Rasulullah SAW bahwa beliau berkata, Sa’ad Ibn Abi
Waqqash dan Abd Zama’a berselisih satu sama lain mengenai seorang anak laki-laki. Sa’ad
berkata: “Rasulullah SAW, adalah anak dari saudaraku Utbah Ibn Abi Waqqash yang secara
implisit dia menganggap sebagai anaknya. Lihatlah kemiripan wajahnya.”. Abd Ibn Zama’a
berkata: “Rasulullah, dia adalah saudaraku karena dia lahir diatas tempat tidur ayahku dari
hamba sahayanya. Rosululloh lalu melihat persamaan itu dan beliau mendapati kemiripan
yang jelas dengan Utbah. Tapi beliau bersabda, “Dia adalah milikmu wahai Abd Ibn Zama’a,
karena seorang anak akan dihubungkan dengan seseorang yang pada tempat tidurnya ia
dilahirkan, dan hukum rajam itu adalah untuk pezina.” Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah SAW menghukumi umat dan bahwa keputusannya memiliki otoritas untuk dilaksanakan.

c. Bukti-bukti lain tentang Peradilan dalam As Sunnah, adalah :
1.      Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibn Majah meriwayatkan: Buraidah berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Hakim itu ada 3, 2 diantaranya akan masuk api neraka dan satu
akan masuk surga. Seseorang yang mengetahui kebenaran dan menghakiminya dengan
kebenaran itu ?dialah yang akan masuk surga, seseorang yang mengetahui kebenaran
namun tidak memutuskan berdasarkan kebenaran itu, dia akan masuk neraka. Yang lain
tidak mengetahui kebenaran dan memutuskan sesuatu dengan kebodohannya, dan dia akan
masuk neraka”.
2.      Ahmad dan Abu Daud mengisahkan: Ali ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai Ali, jika 2 orang datang kepadamu untuk meminta keadilan bagi keduanya, janganlah
kamu memutuskan sesuatu dari orang yang pertama hingga kamu mendengarkan perkataan
dari orang kedua agar kamu tahu bagaimana cara memutuskannya (menghakiminya).”
3.      Bukhari, Muslim dan Ahmad meriwayatkan Ummu Salamah berkata: “Dua laki-laki telah
berselisih tentang warisan dan mengdatangi Rasulullah SAW, tanpa membawa bukti. Beliau
saw bersabda: kalian berdua membawa perselisihan kalian kepadaku, sedang aku adalah
seseorang yang seperti kalian dan salah seorang diantara kalian mungkin berbicara lebih
fasih, sehingga aku mungkin menghakimi berdasarkan keinginannya. Dan jika aku
menghukumnya dengan sesuatu yang bukan menjadi miliknya dan aku mengambilnya
sebagai hak saudaranya maka ia tidak boleh mengambilnya karena apapun yang aku berikan
padanya akan menjadi serpihan api neraka dalam perutnya dan dia akan datang dengan
menundukkan lehernya dihari pembalasan. Kedua orang itu menangis dan salah satu dari
mereka berkata, aku berikan bagianku pada saudaraku. Rasulullah SAW bersabda: “Pergilah
kalian bersama-sama dan bagilah warisan itu diantara kalian dan dapatkan hak kalian berdua
serta masing-masing dari kalian saling mengatakan, “Semoga Allah mengampunimu dan
mengikhlaskan apa yang dia ambil agar kalian berdua mengdapat pahala”.
4.      Baihaqi, Darqutni dan Thabrani berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang diuji Allah dengan membiarkannya menjadi seorang hakim, maka janganlah dia membiarkan satu pihak yang berselisih itu duduk didekatnya tanpa membawa pihak lainnya untuk duduk
didekatnya. Dan dia harus takut pada Allah atas persidangannya, pandangannya terhadap
keduannya dan keputusannya pada keduanya. Dia harus berhati-hati agar tidak merendahkan yang satu seolah-olah yang lain lebih tinggi, dia harus berhati-hati untuk tidak  menghardik yang satu dan tidak kepada yang lain dan diapun harus berhati-hati terhadap keduanya.”
5.      Muslim, Abu Daud dan An Nasa’i berkata: Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW mengadili manusia dengan sumpah dan para saksi.”

6.      Imam Mawardi dalam etika Peradilan Vol.1.p.123, “Rasulullah SAW menunjuk hakim dalam Negara Islam, diantaranya adalah Imam Ali, Mu’adz bi Jabal dan Abu Musa Al-sh’ari”.

7.      Muslim mengabarkan Abu Hurairah berkata: “Rasulullah SAW sedang melewati pasar dan
beliau melihat seseorang sedang menjual makanan. Dia meletakkan tangannya diatas
sepiring kurma dan ditemukan kurma-kurmanya basah dibagian bawahnya. Beliau bertanya,
apa ini” Dia menjawab, hujan dari surga Ya Rasululloh. Rasulullah SAW bersabda, “Kamu
harus meletakkannya diatas, barangsiapa mencuri timbangan bukan dari golongan kami”.

Semua hadist diatas secara jelas menyatakan kebenaran Pengadilan dan menjelaskan dari berbagai sudut pandang, dasar-dasar Sistem Peradilan dalam Negara Islam antara lain:
1.Hadist-hadist tersebut menyatakan bahwa seseorang termotivasi menjadi hakim
dikarenakan pahala terhadap hakim tersebut.
2.Hadist-hadist diatas membuat takut terhadap orang-oarng yang ingin menjadi hakim apabila
mereka tidak mampu.
3.Hadist-hadist diatas menunjukkan kepada kita sumber perselisihan dan sumber
Peradilannya misalnya Rasulullah SAW mengatakan kepada Ali untuk tidak mengadili
siapapun hingga ia mendengarkan pernyataan dari kedua belah pihak. Hal itu menunjukkan
bahwa kita harus memiliki sebuah pengadilan dimana kedua pihak duduk bersama dan
bahwa seorang hakim harus mendengarkan keduanya. Beliau menyatakan bahwa takutlah
kepada Alloh pada saat engkau melihat mereka, berbicara pada mereka dan pada saat
engkau menghukum mereka.
4.Hadist-hadist tersebut menunjukkan adanya dasar penunjukkan seorang wakil.
Dikarenakan pernyataan, “Hati-hatilah terhadap mereka yang memiliki lidah yang fasih,
sehingga ia boleh jadi menunjuk seseorang untuk berbicara atas namamu”.
5.Hadist-hadist tersebut juga membuktikan bahwa Rasulullah SAW mengambil sumpah-  sumpah dan saksi-saksi, bahwa hal tersebut dapat digunakan pembuktian berbagai kasus.
6.Mereka (hadist-hadist itu) menyatakan macam-macam hakim, misalnya Qadhi Muhtasid yang menegakkan keadilan dan kebenaran yang terjadi dipasar.
7.Hadist-hadist diatas juga menyatakan kebenaran cara penunjukkkan para hakim seperti pernyataan Imam Mawardi, Imam Ali dan Mu’adz bin Jabal.

d. Fakta Tentang Sistem Peradilan

Dalam peradilan Hukum Islam, hanya ada satu hakim yangbertanggung jawab terhadap berbagai kasus pengadilan. Dia memiliki otoritas untuk menjatuhkan keputusan berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Keputusan-keputusan lain mungkin hanya bersifat menyarankan atau membantu jika diperlukan (yang dilakukan oleh hakim ketua).
Tidak ada sistem dewan juri dalam Islam. Nasib seorang tidak diserahkan kepada tindakan dan prasangka ke-12 orang yang bisa saja keliru karena bukan saksi dalam kasus tersebut dan bahkan mungkin pelaku kriminal itu sendiri!.Hukumanhukuman dalam Islam hanya bisa dilakukan apabila perbuatantersebut terbukti 100% secara pasti dan kondisi yang relevan dapatditemukan (misal ada 4 saksi untuk membuktikan perzinahan) jika masih adakeraguan tentang peristiwa-peristiwa tersebut maka seluruh kasus akan dibuang.

Ada 3 macam hakim dalam Islam, yaitu:
1. Qadhi ‘Aam: bertanggung jawab untuk menyelesaikan perselisihan ditengah-tengah
masyarakat, misalnya masalah sehari-hari yang terjadi didarat, tabrakan mobil, kecelakaan-
kecelakaan, dsb.
2. Qaddi Muhtasib: bertanggung jawab menyelesaikan perselisihan yang timbul diantara
ummat dan beberapa orang, yang menggangu masyarakat luas, misalnya berteriak dijalanan,
mencuri di pasar, dsb.
3. Qadhi Madzaalim: yang mengurusi permasalahan antara masyarakat dengan pejabat negara. Dia dapat memecat para penguasa atau pegawai pemerintah termasuk khalifah.
Khalifah kedua yaitu Umar Ibnu Al Khattab (Amir kaum muslimin antara tahun 634-644 M) adalah orang pertama yang membuat penjara dan rumah tahanan di Mekkah. Dibawah sistem peradilan (Islam), setiap orang, muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan, terdakwa dan orang yang dituduh memiliki hak menunjuk seorang wakil (proxy). Tidak ada perbedaan antara pengadilan perdata dengan kriminal seperti yang kita lihat sekarang di negeri-negeri Islam seperti di Pakistan dimana sebagian hokum Islam dan sebagian hokum kufur keduanya diterapkan. Negara Islam hanya akan menggunakan sumber-sumber hukum Islam yakni, Al-Qur`an dan As-Sunnah (dan segala sesuatu yang berasal dari keduanya) sebagai rujukannya. Hukuman-hukuman Islami akan dilaksanakan tanpa penundaan dan keraguan.
Tidak seorangpun akan di hukum kecuali oleh peraturan pengadilan. Selain itu, sarana (alat-alat) penyiksaan tidak diperbolehkan.Dibawah sistem Islam, seseorang yang dirugikan dalam suatu kejahatan mempunyai hak untuk memaafkan terdakwa atau menuntut ganti rugi (misal qishas) untuk suatu tindak kejahatan. Khusus untuk hukum hudud, merupakan hak
Allah.Hukum potong tangan dalam Islam hanya akan diterapkan apabila memenuhi 7 persyaratan, yaitu:
1.Ada saksi (yang tidak kontradiksi atau salah dalam kesaksiannya)
2.Nilai barang yang dicuri harus mencapai 0,25 dinar atau senilai 4,25 gr emas.
3.Bukan berupa makanan (jika pencuri itu lapar)
4.Barang yang dicuri tidak berasal dari keluarga pencuri tersebut.
5.Barangnya halal secara alami (misal: bukan alkohol)
6.Dipastikan dicuri dari tempat yang aman (terkunci)
7. Tidak diragukan dari segi barangnya (artinya pencuri tersebut tidak berhak mengambil
misalnya uang dari harta milik umum).
Di sepanjang 1300 tahun aturan Islam diterapkan, hanya ada sekitar 200 orang yang
tangannya dipotong karena mencuri namun kejadin-kejadian pencurian sangat jarang terjadi. Setiap orang berhak menempatkan pemimpinnya di pengadilan, berbicara mengkritiknya jika pengadilan telah melakukan sejumlah pelanggaran terhadapnya. Sebagaimana ketika seorang wanita pada masa khalifah Umar Ibnu Al Khattab mengoreksi kesalahan yang dilakukan Umar tentang nilai mahar .
Kehormatan seorang warga negara dipercayakan kepada Majlis Ummah. Hukuman atas tuduhan kepada muslim lain yang belum tentu berdosa dengan tanpa menghadirkan 4 orang saksi yang memperkuat pernyataan tersebut adalah berupa 80 kali cambukan.
Ada 4 kategori hukuman dalam sistem peradilan Islam, yaitu:
1)Hudud. Hak Allah SWT, seperti perbuatan zina (100 cambukan), murtad (hukuman mati).
2)Al Jinayat. Hak individu, dia boleh memaafkan tindak kejahatan seperti pembunuhan,
kejahatan fisik.
3)At Ta’zir. Hak masyarakat, perkara-perkara yang mempengaruhi kehidupan masyarakat
umum sehari-hari seperti pengotoran lingkungan, mencuri di pasar.
4)Al-Mukhalafat. Hak negara, perkara-perkara yang mempengaruhi kelancaran tugas negara
misal melanggar batas kecepatan.
Manusia terbatas pengetahuannya dan bisa berbuat keliru. Mereka cenderung salah dan penuh prasangka. Islam tidak menyerahkan penentuan undang-undang keadilan kepada
kehendak dan selera manusia sebagaimana yang terjadi di Barat. Akan tetapi, yang
berwenang membuat hukum hanyalah Allah SWT, Pencipta manusia dan Yang Maha
Mengetahui tentang diri manusia. Siapakah yang lebih berhak melakukan hal ini? Allah SWT
berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (QS. 6 : 57).
Sesungguhnya menetapkan hukum adalah hak Allah. Maka anda tinggal meyakini bahwa dalam pengadilan Islam, faktor-faktor seperti hakim berteman dengan terdakwa atau,
mengalami hari-hari yang tidak menyenangkan, tidak ada hubungannya dengan kerasnya
hukuman yang akan dilaksanakan. Bila anda korban kejahatan dan anda miskin sedangkan
lawan anda kaya, tidak akan berpengaruh apapun terhadap keputusan pengadilan. Bila anda
diijinkan untuk menunjuk seorang wakil yang akan berbicara atas nama anda, tidak perlu ada
sejumlah uang yang dipertaruhkan. Tujuan pengadilan semata-mata untuk menegakkan
keadilan, bukan menghasilkan uang. Karena itu tidak perduli siapa yang mengusut kasus anda, atau betapapun pandainya dia bicara, semua diserahkan kepada hakim untuk  memastikan fakta-fakta dan mengevaluasinya.
Dalam Islam, bukti kesalahan tertentu sudah cukup untuk menjatuhkan vonis. Karena itu, tidak ada konsep juri, yang anggota-anggotanya mungkin tidak sepakat terhadap suatu
keputusan, dengan semata-mata mendasarkan kepada kebijakan meraka pribadi. Bukti-bukti tidak langsung yang tidak meyakinkan dan mengarah kepada penafsiran yang berbeda-beda tidaklah cukup. Seluruh bukti harus diberikan kepada seorang hakim yang ahli di bidang hukum dan dia menjatuhkan hukuman sesuai dengan hukum- hukum Islam. Sehingga hanya yang terbukti melakukan tindak kriminal saja yang dihukum. Para pelaku kriminal mungkin saja tidak mendapat putusan yang pasti tapi mereka tidak akan bisa menghindar dari hukuman di Hari Pembalasan. Dengan merujuk pada kedua kerangka sistem Peradilan diatas, marilah kita bandingkan cara mengatasi tindak-tindak kriminal pada umumnya yang kita sangat mengkhawatirkannya.
1.Perampokan: anda mungkin pernah mengalami atau mengetahui orang yang mengalami
hal ini.
Sistem hukum Inggris: hukuman bersifat bebas, artinya tergantung dari kriminalnya, tapi
biasanya dihukum oleh hukum mayoritas.
Sistem Peradilan Islam: bila kesalahannya pasti, hakim akan mempertimbangkan sebab-
sebab kejahatan tersebut dan berijtihad (menggali hukum dari Al-Qur`an dan As-Sunnah).
Bagaimanapun hal ini merupakan kejahatan publik terhadap kematian seandainya
perampokan tersebut mengarah kepada kematian.
2.Pencurian: pencurian sangant umum terjadi di Inggris. Anda pasti takut rumah anda akan
dibobol bila bepergian dalam jangka waktu yang cukup lama.
Sistem hukum Inggris: putusan hukuman bersifat bebas (tidak mengikat) tergantung jenis
kriminalnya, tapi biasanya dihukum penjara.
Sistem Peradilan Islam: pencuri akan dipotong tangannya apabila telah memenuhi 7
persyaratan dari hukuman ini. Mereka tidak diperkenankan melaksanakan (pemotongan
tangan tersebut) dengan operasi.
3.Pemerkosaan: pemerkosaan di Inggris rata-rata terjadi tiap 2,5 jam. Banyak yang tidak
terekam dan pada umumnya pelaku dikenal oleh korban.
Sistem hukum Inggris : hukumannya bersifat tidak mengikat, tetapi hukumannya beragam. Dari mulai denda hingga hukuman penjara seumur hidup.
Sistem peradilan Islam: hukuman mati

4.Penyalahgunaan narkoba: ini sangat umum terjadi disemua kalangan, khususnya remaja.
Biasanya hal ini dianggap sebagai kebiasaan yang tidak berbahaya. Anda mungkin khawatir
terhadap anak kecil atau kerabat. Tapi jika tidak, anda seharusnya khawatir
Sistem hukum Inggris: hukuman tergantung dari sifat obatnya dan jumlah yang dimiliki.
Karena alkohol sah di Inggris, untuk obat-obat yang tergolong ringan seperti marijuana, para
pelanggarnya biasanya hanya diperingatkan, tapi pemakai obat-obat yang tegolong berat
(seperti kokain, heroin) mungkin dipenjara.
Sistem peradilan Islam: para pelanggar di dera 80 kali cambukan di depan umum.
5.Zina: sehubungan dengan tekanan masyarakat untuk memberikan ruang terhadap
kebebasan berhubungan dan kebebasan seksual, anda berhak khawatir terhadap perilaku
remaja ataupun orang dewasa yang terpengaruh oleh hal tersebut.
Sistem hukum Inggris: kedua kebebasan diatas adalah sah, baik dilakukan antara lawan jenis
ataupun sejenis (yaitu homosex). Bahkan bila anda mengkritik hal ini, anda akan dituduh
tidak toleran dan diskriminatif. Sistem peradilan Islam: perbuatan zina (bagi yang masih lajang) diganjar dengan 100 kali cambukan. Sedang zina bagi orang dewasa/menikah) dan zina homosex keduanya dihukum mati ditempat umum.




BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan 
Tujuan dibalik pelaksanaan peradilan dalam Islam adalah bertindak sebagai pencegah, untuk merubah sikap para pelanggar dan untuk menyelamatkan masyarakat. Sebagaimana
diketahui, sifat dari hukuman-hukuman tersebut dalam sistem Peradilan Islam memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut tercapai. Sejarah telah memberi kesaksian akan hal ini dimana hanya sekitar 200 orang tercatat yang dipotong tangannya dari keseluruhan sejarah Negara Islam. Tetapi di Barat, 70% narapidana kembali melakukan kesalahan sesaat setelah dibebasklan, dan angka kejahatan tidak menunjukkan sebuah pencegahan yang berhasil. Salah satu problem mendasar yang ada di Barat adalah komplitnya pertentangan idiologi yang disandarkan kepada kehendak masyarakat. Di satu sisi, dinyatakan bahwa kebebasan adalah hak asasi individu. Dan hal inilah yang membuka peluang terhadap tindak kejahatan. Bila hal ini dihubungkan dengan konsep demokrasi, kontradiksi akan muncul sebab demokrasi adalah sebuah sistem untuk membuat undang-undang sebagai alat untuk membatasi kebebasan. Dan hasil dari konsep “amburadul” ini adalah kekacauan!.
Sementara, keadilan yang dijalankan oleh sistem Peradilan Islam akan menentramkan jiwa anda, aman dan yakin bahwa hak-hak anda tidak akan disalahgunakan. Setelah
mempertimbangkanadanya ketakwaan personal dan opini umum, tingkat peraturan terakhir
adalah Sistem Peradilan Islam menjamin bahwa dunia akan terbebas dari eksploitasi dan
korupsi hukum buatan manusia dan juga tindak kriminal yang menyertainya.





Daftar pustaka
Abbas, Eeman Mohamed Sultan ‘Abd al-Hamid II dan Kejatuhan Khilafah Islamiah. Kuala Lumpur: Pustaka Salam, 2002.

al-Asrar, Mahdum Khalid, et. al.. Simbiosis Negara dan Agama. Kediri: Purna Siswa Aliyah 2007 MHM-PPL, 2007.

‘Audah, Abd al-Qâdir. al-`Islâm wa `Audlâ’unâ al-Siyâsiyyah. Cairo: Dâr al-Kitâb al-‘Arabî, 1951.

0 Response to " Sistem Peradilan(Siyasah Qadhaiyah)"

Post a Comment

X-Steel - Wait